| Oleh Ridwan Hd. |
Suasana sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang berlangsung 29 hingga 31 Mei 1945 begitu ribut. Masing-masing orang membentuk kelompoknya sesuai pendapat yang ingin diajukan. Setiap jam istirahat, kelompok Islam melakukan pertemuan sendiri. Begitu juga kelompok kebangsaan, pendukung negara federal, dan kelompok-kelompok yang berbeda pandangan soal konsep wilayah negara.
Suasana sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang berlangsung 29 hingga 31 Mei 1945 begitu ribut. Masing-masing orang membentuk kelompoknya sesuai pendapat yang ingin diajukan. Setiap jam istirahat, kelompok Islam melakukan pertemuan sendiri. Begitu juga kelompok kebangsaan, pendukung negara federal, dan kelompok-kelompok yang berbeda pandangan soal konsep wilayah negara.
�Aku duduk di tengah keributan itu dan membiarkan setiap orang mengeluarkan pendapatnya.� kata Soekarno dalam otobiografinya Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat yang disusun Cindy Adams.
Menurut Soekaro, mereka semua terlalu banyak bicara �seandainya� dan menduga-duga. Kalau terus begini akan sulit menggapai kemerdekaan. �Kalau Jepang memberi kemerdekaan pada kami di hari itu juga, tentulah kami akan berkata, �Nanti dulu... tunggu sebentar. Kami belum siap�.� kata Soekarno.
Memasuki hari 1 Juni 1945, tiba giliran Soekarno berdiri di depan podium untuk mengungkapkan gagasannya tentang dasar negara. Setelah sidang dibuka, ia melangkah ke podium marmer yang berada di tempat yang lebih tinggi. Podium itu pernah berdiri Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk membuka resmi Volksraad, yaitu dewan perwakilan dari pemerintahan Hindia Belanda. Tempat berlangsungnya sidang BPUPKI memang berada di gedung bekas Volksraad.
Di podium itu, Soekarno memperkenalkan lima mutiara berharganya; Kebangsaan, Internasionalisme atau Perikemanusiaan, Demokrasi, Keadilan Sosial, dan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Berpidato tanpa teks, ia uraikan penjelasan ke lima usulan dasar negara di depan peserta BPUPKI. �Bangsa Indonesia, karena itu, meliputi semua orang yang bertempat tinggal di seluruh kepulauan Indonesia, dari Sabang di ujung utara Sumatera, sampai Merauke di Papua.� ucapnya ketika menjelaskan bagian kebangsaan.
Pada bagian internasionalisme, ia berkara, �Itu bukanlah Indonesia Uber Alles,� katanya tegas. �Indonesia hanya satu bagian kecil saja dari dunia. Ingatlah kata-kata Ghandi, saya seorang nasionalis, tetapi kebangsaan saya adalah perikemanusiaan.� Dalam penjelasannya ini, ia menolak nasionalise seperti nasionalismenya orang Jerman terhadap bangsa Arya. �Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam taman sarinya Internasionalisme.�
�Kita tidak akan menjadi negara untuk satu orang atau satu golongan, tetapi, semua buat semua, satu buat semua, semua buat satu.� ucapnya menjelaskan bagian demokrasi. �Biarlah orang Islam bekerja sehebat-hebatnya agar supaya sebagian terbesar dari kursi Dewan Perwakilan Rakyat diduduki oleh utusan-utusan Islam. Kalau misal orang Kristen ingin bahwa tiap-tiap peraturan dari negara Indonesia dijiwai Injil, bekerjalah mati-matian agar sebagian besar dari utusan-utusan adalah orang Kristen. Itu adil!�
Masuk bagian Keadilan Sosial, ia keluarkan pertanyaan retoriknya, �Apakah kita mau Indonesia Merdeka, yang kaum kapitalismenya merajalela, ataukah yang semua rakayatnya sejahtera, karena merasa diayomi oleh Ibu Pertiwi yang cukup memberi sandang pangan kepadanya?�
�Kita tidak menghendaki persamaan politik semata. Kita ingin demokrasi sosial. Demokrasi ekonomi. Satu dunia baru di dalam mana terdapat kesejahteraan bersama.� lanjutnya.
Terakhir, masuk pada bagian Ketuhanan Yang Maha Esa. �Marilah kita menyusun Indonesia merdeka dengan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Biarkan masing-masing orang Indonesia bertuhan Tuhannya sendiri. Hendaknya tiap-tiap orang menjalankan ibadahnya sesuai cara yang dipilihnya.�
Soekarno mengakui senang pada hal yang simbolik. �Rukun Islam ada lima. Jari kita lima setangan. Kita mempunyai pancaindera. Jumlah pahlawan Mahabrata, Pandawa, juga lima. Sekarang asas-asas di atas dasar makna kita akan mendirikan negara, lima pula bilangannya.�
Dari ucapannya itulah keluar nama Pancasila. �Jika kuperas yang lima ini menjadi satu, maka dapatlah aku satu perkataan Indonesia tulen, yaitu perkataan gotong-royong. Gotong-royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-membantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua.
�Prinsip gotong-royong di antara yang kaya dan tidak kaya, antara yang Islam dan Kristen, antara yang Indonesia dan yang non-Indonesia. Inilah saudara-saudara, yang kuusulkan kepada saudara-saudara.�
Suara tepuk tangan terdengar bergemuruh. Mohammad Hatta dalam otobiografinya Untuk Negeriku, berkata, �Pidato itu disambut hampir semua anggota dengan tepuk tangan yang riuh. Tepuk tangan yang riuh itu dianggap sebagai suatu persetujuan.�
Pidato Soekarno ini juga menjadi akhir dari sidang BPUPKI tahap pertama. Rumusan yang diusulkan Soekarno akan diolah kembali untuk susunan Undang-undang Dasar di sidang BPUPKI ke dua dengan membentuk panitia sembilan. Tepat pada 22 Juni 1945, rumusan Pancasila disepakati bersama dengan kesepakatan bernama Piagam Jakarta (baca juga: Lima Sila Hasil Kompromi).
loading...
Post a Comment