Laporan Irwandi saat itu diterima Wakil
Ketua KPK Bidang Pencegahan, M. Yasin. Menurut Irwandi, M. Yasin
menyatakan akan menindaklanjuti laporan penyimpangan ini, apabila
penyelidikannya memang patut diteruskan. Hasilnya benar saja, Bupati
Aceh Tenggara saat itu dijerat KPK dengan tuduhan melakukan tindak
pidana korupsi. Dia dihukum empat tahun penjara. Kini, Armen Deski sudah
kembali menghirup udara besar.
Maka kecewalah
pelanduk-pelanduk politik (singkat, padat, dan jelas). Berbagai cara
sedang diupayakan oleh oknum-oknum untuk mengalahkan saya dalam Pilkada
2017. Dimulai dengan pemerasan ekonomi, kini beralih kepada pembunuhan
karakter politik. Kalau mereka tidak berhenti, saya akan bongkar
semuanya. Mereka hanya menzalimi saya. Mereka unsur luar Aceh tapi
mendompleng keacehan.
***
KALIMAT itu bukanlah puisi apalagi hadieh maja
(petuah Aceh). Tapi, penggalan dan ungkapan kekesalahan atau mungkin
juga kemarahan yang memuncak dari seorang mantan Gubernur Aceh Irwandi
Yusuf.
Kalimat tersebut muncul usai dirinya
dimintai keterangan sebagai saksi oleh penyidik Komisi Pemberantas
Korupsi (KPK) Jakarta, pekan lalu.
Entah siapa yang dimaksud Irwandi
sebagai pelanduk dan siapa pula yang coba memerasnya. Yang pasti mantan
orang nomor satu Aceh balik mengancam, “Kalau mereka tidak berhenti,
saya akan bongkar semuanya. Mereka hanya menzalimi saya. Mereka unsur
luar Aceh tapi mendompleng keacehan!”
Tentu, kehadiran Irwandi ke komisi anti
rasuah tersebut bukan tanpa sebab. Ini terkait kasus dugaan korupsi
proyek Dermaga CT-3 Sabang. Proyek ini awalnya di bawah kendali Kepala
Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) saat itu dijabat Teuku Saiful
Ahmad. Lalu, dilanjutkan Nasruddin Daud dan Ruslan Abdul Gani. Sial bagi
Ruslan, mantan Bupati Kabupaten Bener Meriah dan mantan Kepala BPKS
Sabang ini akhirnya ditetapkan sebagai tersangka sejak 4 Agustus 2015
dan terpaksa menginap di hotel prodeo (tahanan KPK) Guntur, Jakarta.
Penangkapan Ruslan, dari hasil
pengembangan kasus serupa yang membawa Heru Sulaksono dan Ramadhany Ismi
(Dhany). Hanya saja, keduanya sedang menjalani putusan Majelis Hakim
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Heru divonis
sembilan tahun dan denda Rp 500 juta serta mengganti kerugian negara Rp
12,625 miliar (dikurangi Rp 23 miliar dari harta sitaan KPK). Sementara
Dhani enam tahun dengan denda Rp 200 juta dan mengganti kerugian negara
Rp 3,2 miliar.
Sejauh ini memang belum ada informasi
dan data yang valid, apakah pemeriksaan Irwandi Yusuf, hasil dari
“nyanyian” Heru, Dhani dan Ruslan. Sebab, Saiful Ahmad yang dinilai
sebagai pihak paling tahu dan bertanggungjawab, tak bisa lagi dimintai
keterangan. Dia telah berhalangan tetap karena penyakit stroke akut yang
dideritanya hingga saat ini.
Andai mantan anggota DPR RI asal Aceh
dari Fraksi PAN itu sehat, tentu ceritanya bisa jadi lain. Bukan tak
mungkin sederet orang akan ikut terjerat. Mulai dari oknum pejabat BPKS
Sabang, pejabat Pemerintah Aceh maupun oknum anggota DPR RI. Bahkan
kabarnya, oknum petinggi Partai Aceh (PA) dan Komite Peralihan Aceh
(KPA) saat itu yang dekat dengan kekuasaan. Bisa jadi, kisahnya bermula
dari pertemuan di Hotel Borobudur, Jakarta, seperti yang ditanyakan
penyidik KPK pada Irwandi.
Plt Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati,
Rabu, 11 Mei 2016 di Jakarta pada media pers menjelaskan. “Penyidik KPK
memanggil Irwandi Yusuf sebagai saksi untuk tersangka RAG,” ucap Yuyuk
Andriati. RAG yang dimaksud Yuyuk adalah Ruslan Abdul Gani.
Kasus ini adalah pengembangan dari proses penyidikan sebelumnya. Diduga, akibat praktik mark up
anggaran dan penunjukan langsung dalam proyek pembangunan Dermaga
Sabang, sehingga negara dirugikan Rp 116 miliar. Atas perbuatannya,
Ruslan disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55
ayat (1) ke-1, juncto Pasal 65 ayat 1 KUHPidana.
Kasus korupsi ini bermula dari 2004 saat
Heru, petinggi PT Nindya Karya, mendapat informasi proyek pembangunan
Dermaga Bongkar Sabang, Banda Aceh yang dilakukan BPKS. Belakangan,
Nindya Karya melakukan kerja sama operasional (joint operation) dengan perusahaan lokal yaitu PT Tuah Sejati.
Terkait kerja sama operasional tersebut, dibentuk board of management
(BOM). Heru ditunjuk sebagai kuasa Nindya Sejati JO. Menurut majelis
hakim tipikor saat itu, proses pengadaan barang dan jasa pembangunan
Dermaga Sabang dari tahun 2004, 2006-2011 dilaksanakan tidak sesuai
pedoman pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Maklum, proses penunjukan Nindya Sejati
JO sebagai pelaksana proyek pembangunan Dermaga Sabang tahun 2004
dilaksananakan hanya formalitas saja atau seolah-olah dilakukan secara
pelelangan umum, padahal para peserta lelang lainnya hanyalah sebagai
pendamping yang disediakan Nindya Sejati JO.
Pelelangan diatur oleh pejabat pembuat
komitmen dan pihak Nindya Sejati JO. Proses pelelangan yang menyimpang
ini terus berlanjut pada proyek tahun 2006-2011. Pada saat proses
pengadaan, Heru dan sejumlah orang menggunakan harga perkiraan sendiri
yang sudah digelembungkan (mark up) harganya untuk dijadikan
dasar pembuatan surat penawaran oleh Nindya Sejati JO. Tak hanya itu
saja, Heru juga mengalihkan atau mensubkontrakkan pekerjaan utama kepada
CV SAA Inti Karya Teknik untuk tahun 2006 dan untuk tahun 2007-2011
kepada PT Budi Perkasa Alam tanpa persetujuan.
Itu sebabnya, KPK menetapkan Ruslan
Abdul Gani sebagai tersangka. Mantan Bupati Bener Meriah, Provinsi Aceh,
periode 2012-2017 itu dinilai telah menyalahgunakan kewenangan dan
melakukan mark-up anggaran proyek pembangunan Dermaga Sabang
saat menjabat sebagai Kepala BPKS. Akibat tindakan tersebut, KPK
menaksir kerugian negara mencapai Rp 116 miliar.
Kasus Ruslan merupakan pengembangan
dari kasus Dermaga Sabang yang telah menjerat dua terpidana lain, yakni
Kepala PT Nindya Karya Persero Cabang Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh
Darusalam Heru Sulaksono dan mantan Deputi Teknik BPKS, Ramadhani Ismy.
Modus korupsi yang dilakukan Ruslan adalah dengan menggelembungkan biaya
proyek pembangunan kawasan tersebut. Selain itu, Ruslan diduga terlibat
dalam penunjukan langsung perusahaan rekanan pemenang proyek tanpa
melalui proses lelang.
***
Usai diperiksa KPK selama 2,5 jam,
Selasa, 11 Mei 2016, pada media pers, Irwandi Yusuf menjelaskan, dirinya
memastikan banyak pelanduk-pelanduk politik di Aceh yang kecewa karena
dirinya tidak ditangkap. ”Saya bisa paham, pasti banyak pelanduk politik
yang kecewa saya tidak dipakaikan baju oranye atau baju tahanan KPK,”
kata Irwandi Yusuf seperti diwartakan Kanal Aceh.com.
Menurut Irwandi, kedatangan dirinya ke
KPK sendiri guna dimintai keterangannya dalam kasus korupsi di BPKS
Sabang. Dijelaskannya, pemanggilan dirinya oleh KPK untuk melengkapi
berkas pemeriksaan atas tersangka mantan Kepala BPKS, Ruslan Abdul Gani
atau RAG, yang telah ditahan dan ditetapkan tersangka oleh lembaga
tersebut.
Jadi begini, terang Irwandi, untuk kasus
dugaan korupsi pembangunan dermaga bongkar muat di Kota Sabang oleh
BPKS, KPK kan telah menetapkan Pak RAG sebagai tersangka. Dan, saat ini
lembaga tersebut ingin melengkapi berkas guna diajukan ke Pengadilan.
“Nah kedatangan saya ke KPK itu, guna melengkapi berkas RAG sebelum
dilimpah ke pengadilan,” terangnya.
Lanjut Irwandi, di hadapan penyidik KPK,
dirinya juga menjelaskan perihal apa yang ia ketahui tentang kasus yang
menimpa RAG, dan juga pihak penyidik menanyakan apakah ia kenal dengan
tersangka. “Saya ditanya apa kenal Pak Ruslan Abdul Gani. Ya, saya jawab
kenal baik,” ucapnya.
Kepada penyidik, Irwandi juga
menerangkan alasan mengapa mengangkat RAG sebagai Kepala BPKS Sabang.
Sebab, yang ia ketahui yang bersangkutan memiliki integritas yang baik,
kinerja yang bagus, dan orangnya lurus. “Di hadapan penyidik KPK, saya
ceritakan kalau RAG itu orangnya baik, berintegritas, dan jujur,” kata
Irwandi.
Lalu, penyidik KPK juga menanyakan
perihal pertemuan di Hotel Borobudur di Jakarta pada 2010 terkait dengan
pembahasan proyek di BPKS. Nah, untuk pertanyaan ini, Irwandi
menjelaskan kepada penyidik bahwa pada tahun itu, kebetulan dirinya
sedang ada di Jakarta, dan benar ada pertemuan di hotel tersebut antara
dirinya, Saiful Ahmad sebagai Kepala BPKS, dan Nasrudin Daud Wakil
Kepala BPKS Sabang.
“Pertemuan di Hotel Borobudur tahun 2010
tersebut, saya tegaskan kepada perwakilan BPKS mengenai kegiatan yang
harus mengikuti aturan. Kerja sesuai aturan, dan jangan lakukan yang
tidak boleh dilakukan, begitu saya ceritakan kembali pada penyidik KPK,”
ungkap Irwandi.
Tentu, sambung Irwandi, banyak pihak di
Aceh yang kecewa sebab dirinya tidak ditahan oleh KPK, dan tidak
langsung dipakaikan baju oranye atau baju tahanan. “Status saya yang
hanya sebagai saksi banyak mengecewakan pelanduk-pelanduk politik. Tentu
mereka kecewa sebab saya tidak dipenjara,” ungkap Irwandi melalui akun
Facebook-nya.
Pernyataan Irwandi tersebut menuai
banyak komentar. Ada yang pro dan kontra. Sebab, bukan mustahil jika
seseorang yang awalnya sebagai saksi, kemudian ditetapkan sebagai
tersangka. Atau sebaliknya, hanya sebagai saksi saja untuk melengkapi
berkas acara pemeriksaan (BAP) seorang tersangka. Inikah yang disebut:
Digdaya Irwandi di KPK? Wartawan MODUS ACEH, Muhammad Saleh, menulisnya untuk Liputan Utama.***
Saat menjadi Gubernur Aceh,
Irwandi Yusuf pernah melaporkan dugaan penyimpangan penggunaan dana
Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD) di tujuh kabupaten/kota
ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta. Hasilnya, menjerat Bupati
Aceh Tenggara, Armen Deski. Langkah serupa juga dilakukan Gubernur Aceh
dr. Zaini Abdullah. Adakah kaitan dengan proyek Dermaga CT3 Sabang dan
memakan korban berikutnya?
***
DENGAN langkah pasti dan
penuh percaya diri, Irwandi Yusuf memasuki Gedung KPK di Jalan Rasuna
Said, Jakarta, 18 Maret 2008 silam.
Kepada penyidik anti rasuah itu, Irwandi
menyerahkan dokumen yang berisi dugaan penyimpangan anggaran daerah, Rp
202 miliar yang dilakukan tujuh kepala daerah pada periode 2005-2006 di
Aceh. “Modus operandinya kebanyakan kas bon,” ungkap Irwandi dalam
jumpa pers di Gedung KPK ketika itu.
Ketujuh daerah yang disasar Irwandi saat
itu adalah Kabupaten Nagan Raya, Aceh Barat, Aceh Barat Daya, Aceh
Tengah, Aceh Selatan, Aceh Tenggara, dan Gayo Luwes. Tujuh daerah ini
ingin memisahkan diri dengan Provinsi Aceh dan membentuk Provinsi Aceh
Leuser Antara (ALA) dan Aceh Barat Selatan (ABAS). “Dari tujuh daerah
tersebut, penyimpangan paling besar terjadi di daerah Aceh Tenggara.
Bahkan, salah seorang pelakunya masih menjabat sebagai bupati,” ungkap
Irwandi ketika itu. Pejabat yang dimaksud Irwandi adalah Bupati Aceh
Tenggara, Armen Deski.
Dia menyatakan, laporan penyimpangan itu
hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Aceh, bukan
hasil audit internal pemerintah provinsi atau lembaga partikelir yang
dia bentuk bernama: Tim Anti Korupsi Pemerintah Aceh atau disingkat
TAKPA. “Saat itu, BPK yang melakukan audit, bukan saya yang melapor.
Karena saat itu, saya belum menjabat sebagai gubernur,” katanya
berdalih.
Pelaporan ini, kata Irwandi, sebagai
bentuk keprihatinannya terhadap kondisi yang ada saat itu. Sebab
(laporan) penyimpangan itu tidak pernah ditindaklanjuti. Bahkan, hasil
audit BPK tersebut tidak dilaporkan pada Kejaksaan. Alasannya, Kejaksaan
di daerah harus menangani kasus-kasus yang lebih kecil. “Itu kan uang
rakyat. Ada hak-hak rakyat di dalamnya. Saya prihatin,” sebut Irwandi.
Walau Irwandi berdalih ingin menegakkan
pemerintahan yang bersih dan bebas KKN saat itu, tapi banyak pihak
menduga, langkahnya menuju KPK ingin membidik Armen Deski. Sebab, putra
Aceh Tengara ini dinilai sebagai aktor utama dan sangat getol
menyuarakan hadirnya Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA) atau ingin
berpisah dari Provinsi Aceh.
“Salah satu cara untuk mematahkan sayap
Armen ketika itu adalah dengan melaporkan ke KPK. Dan itu berhasil serta
sukses dilakukan Irwandi,” ungkap seorang sumber di jajaran Pemerintah
Aceh.
Hasilnya, benar saja, walau sempat
digelar aksi demonstrasi ratusan kepala desa dari ALA dan ABAS di
Jakarta akhir Maret 2008 serta berbagai pertemuan di Medan dan Jakarta.
Politik ALA-ABAS akhirnya mampu diredam Irwandi Yusuf dengan melibatkan
sejumlah tokoh pemekaran ALA seperti Iwan Gayo untuk dalam tim ahli
Irwandi Yusuf. Selain itu, Irwandi Yusuf juga menarik tokoh
barat-selatan menjadi kepala dinas pada kepemerintahannya, seperti
menempatkan mantan Bupati Aceh Selatan, Teuku Ir. Maksalmina Ali sebagai
Kepala Dinas Mobilitas Penduduk dan Transmigrasi Aceh.
Begitupun, gagang pedang keadilan
akhirnya berbalik arah. Saat Irwandi kalah pada Pilkada 2012 lalu dan
Pemerintah Aceh dipegang duet dr. Zaini Abdullah-Muzakir Manaf, langkah
serupa juga dilakukan Abu Doto, panggilan akrab dr. Zaini. Dia
mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. Pada pimpinan
KPK, Gubernur Aceh Zaini Abdullah meminta bantuan untuk mengungkap
berbagai dugaan korupsi di Bumi Iskandar Muda ini.
“Saya datang untuk menyelesaikan masalah
korupsi di Aceh, karena di berbagai pemberitaan Aceh adalah provinsi
terkorup nomor dua di Indonesia, saya malu,” ujar abang kandung Hasbi
Abdullah itu kepada media pers di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Begitupun, Doto Zaini Abdullah tak
menunjuk hidung tentang nama dinas atau instansi (SKPA) maupun sosok
mana yang paling gencar melakukan praktik korupsi di Aceh. Namun, sumber
media ini yang mengaku orang dekat Partai Aceh (PA) dan Komite
Peralihan Aceh (KPA) menyebutkan, salah satu yang dibidik Doto Zaini
Abdullah adalah mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf.
Permintaan Zaini Abdullah secara lisan
ke KPK itu dilakukan Kamis, 1 November 2012 lalu dengan dalih malu Aceh
disebut terkorup nomor dua di Indonesia. Sebab, Forum Indonesia untuk
Transparansi Anggaran (FITRA) mengungkapkan, di Indonesia, Aceh berada
pada urutan kedua setelah DKI Jakarta. Tapi, banyak sumber media ini
mengungkapkan, diam-diam Abu Doto juga meminta KPK untuk turun tangan,
menyidik adanya dugaan rasuah di tubuh Pemerintah Aceh (kasus pengadaan
alat kesehatan) serta proyek BPKS Sabang (CT3), yang ikut disebut-sebut
nama Irwandi Yusuf.
Tak berapa lama kemudian, aktivis anti
korupsi dari Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GeRAK) Indonesia yang dipimpin
Akhiruddnin Mahjuddin, menggelar aksi demonstrasi ke KPK. Mereka
menuntut KPK untuk menyidik Irwandi Yusuf, terkait dugaan praktik
korupsi. Salah satunya, pengadaan alat kesehatan (alkes) Rumah Sakit
Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh.
Tuntutan serupa juga disuarakan aktivis
Aceh Judicial Monitoring Institute (AJMI) di Banda Aceh. Lembaga ini
dipimpin duet Hendra Budian dan Agusta Muchtar. Mereka menggelar aksi
demonstrasi di Simpang Lima, DPR Aceh serta RSUZA Banda Aceh.
Kini, nama Irwandi Yusuf kembali
disebut. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta kesaksian Gubernur
Aceh 2007-2012 ini untuk perkara dugaan korupsi dalam proyek pembangunan
dermaga Sabang 2011 yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus sebelumnya
yang menjerat Heru Sulaksono, mantan Kepala PT Nindya Karya Cabang
Sumatera Utara dan Aceh yang menjadi kuasa Nindya Sejati Joint Operation
dalam proyek pembangunan dermaga Sabang, dan Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK) proyek tersebut Ramadhani Ismy.
Menurut vonis hakim, pelelangan proyek
terbukti diatur oleh PPK dan Nindya Sejati Joint Operation berlangsung
terus dari tahun 2006-2011 lewat penunjukan langsung (PL) dengan alasan
proyek tersebut satu kesatuan konstruksi. Pada saat proses pengadaan,
Heru dan sejumlah orang menggunakan harga perkiraan sendiri yang sudah
digelembungkan sebagai dasar pembuatan surat penawaran oleh Nindya
Sejati Joint Operation. Kabarnya, mulusnya kebijakan PL tadi, karena ada
surat dari Gubernur Aceh Irwandi Yusuf. “Karena itulah, pimpinan BPKS
Sabang saat itu berani melakukan PL,” ungkap sumber media ini di
internal BPKS Sabang. Dan, kebijakan ini tentu saja tidak gratis.
Nah, lepas dari semua persoalan tadi,
benarkah pemeriksaan Irwandi Yusuf sebagai saksi terhadap kasus Ruslan
Abdul Gani tak lepas dari muatan politik? Melalui akun Facebook-nya,
Irwandi Yusuf mengakui dugaan itu. Maka, kecewalah pelanduk-pelanduk
politik (singkat, padat, dan jelas). Berbagai cara sedang diupayakan
oleh oknum-oknum untuk mengalahkan saya dalam Pilkada 2017. Dimulai
dengan pemerasan ekonomi, kini beralih kepada pembunuhan karakter
politik. Kalau mereka tidak berhenti, saya akan bongkar semuanya. Mereka
hanya menzalimi saya. Mereka unsur luar Aceh tapi mendompleng keacehan.
Siapa yang bermain? Hanya Irwandi yang tahu.***
Di Balik Kicauan Irwandi Yusuf
Izin PL dan Misteri Oknum Pemeras
Penyidik KPK mengajukan 12
pertanyaan pada Irwandi Yusuf. Mulai dari pertemuan di Hotel Borobudur,
Jakarta dan alasan pengangkatan Ruslan Abdul Gani sebagai Kepala BPKS
Sabang. Tapi, sumber media ini mengungkapkan, ada surat izin Irwandi
Yusuf atas nama Gubernur Aceh dan Ketua Dewan Kawasan Sabang agar proyek
CT3 tersebut di-PL.
WAJAHNYA tetap sumringah.
Tak ada tanda-tanda galau. Itu terlihat saat keluar dari Gedung Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, Kamis pekan lalu.
Didampingi dua sohib dekatnya, Sayuti
Abu Bakar SH MH serta mantan Wali Kota Sabang, Munawar Liza, mantan
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf menjawab semua pertanyaan awak media yang
memang sudah menunggunya sejak pagi hari. Sementara itu, ikhwal
dipanggilnya Irwandi ke KPK, sudah santer beredar sejak Rabu malam di
Banda Aceh. “Besok Irwandi dipanggil KPK,” begitu pesan singkat yang
masuk ke awak redaksi media ini.
Begitupun, sumber media ini menyebutkan,
saat dimintai keterangan sebagai saksi, Irwandi memang tampak tenang,
tapi sering minta izin untuk ke kamar mandi (toilet). Bisa jadi, Irwandi
sangat berhati-hati untuk menjawab pertanyaan penyidik KPK, kata demi
kata agar tidak menjerat dirinya.
Usai memberikan kesaksian, pada awak
media Irwandi menjelaskan, kedatangan dirinya ke KPK untuk memberi
keterangan terkait kasus korupsi di BPKS Sabang. Dijelaskannya,
pemanggilan dirinya, untuk melengkapi berkas pemeriksaan atas tersangka
mantan Kepala BPKS, Ruslan Abdul Gani atau RAG yang telah ditahan dan
ditetapkan tersangka oleh lembaga tersebut.
“Jadi begini, untuk kasus dugaan korupsi
pembangunan dermaga bongkar muat di Kota Sabang oleh BPKS, KPK telah
menetapkan Pak RAG sebagai tersangka. Dan, saat ini, lembaga tersebut
ingin melengkapi berkas guna diajukan ke Pengadilan. Nah, kedatangan
saya ke KPK itu guna melengkapi berkas RAG sebelum dilimpah ke
Pengadilan,” terangnya.
Lanjut Irwandi, dirinya juga menjelaskan
perihal apa yang ia ketahui tentang kasus yang menimpa RAG, dan
penyidik juga menanyakan apakah dia kenal dengan tersangka. “Saya
ditanya apa kenal Pak Ruslan Abdul Gani. Ya, saya jawab kenal baik,”
ucapnya.
Kepada penyidik, Irwandi juga
menerangkan alasan mengapa mengangkat RAG sebagai Kepala BPKS Sabang,
sebab yang ia ketahui RAG memiliki integritas yang baik, kinerja yang
bagus, dan orangnya lurus. “Di hadapan penyidik KPK, saya ceritakan
kalau RAG itu orangnya baik, berintegritas, dan jujur,” kata Irwandi.
Lalu, penyidik KPK juga menanyakan
perihal pertemuan di Hotel Borobudur di Jakarta pada 2010, terkait
pembahasan proyek di BPKS. Nah, untuk pertanyaan ini Irwandi menjelaskan
kepada penyidik bahwa pada tahun itu, kebetulan dirinya sedang ada di
Jakarta, dan benar ada pertemuan di hotel tersebut antara dirinya,
Saiful Ahmad sebagai Kepala BPKS, dan Nasrudin Daud selaku Wakil Kepala
BPKS Sabang.
“Pertemuan di Hotel Borobudur tahun 2010
tersebut, saya tegaskan kepada perwakilan BPKS mengenai kegiatan yang
harus mengikuti aturan. Kerja sesuai aturan dan jangan lakukan yang
tidak boleh dilakukan, begitu saya ceritakan kembali pada penyidik KPK,”
ungkap Irwandi.
Yang menarik, tak lama kemudian, melalui
akun Facebook-nya, Irwandi berkicau. “Status saya yang hanya sebagai
saksi banyak mengecewakan pelanduk-pelanduk politik, tentu mereka kecewa
sebab saya tidak dipenjara,” sebut Irwandi. Tak hanya itu. ”Saya bisa
paham, pasti banyak pelanduk politik yang kecewa saya tidak dipakaikan
baju oranye atau baju tahanan KPK,” kata Irwandi Yusuf.
Hanya itu? Tunggu dulu. Irwandi juga
menulis, “Maka kecewalah pelanduk-pelanduk politik. Berbagai cara sedang
diupayakan oleh oknum-oknum untuk mengalahkan saya dalam Pilkada 2017.
Dimulai dengan pemerasan ekonomi, kini beralih kepada pembunuhan
karakter politik. Kalau mereka tidak berhenti, saya akan bongkar
semuanya. Mereka hanya menzalimi saya. Mereka unsur luar Aceh tapi
mendompleng keacehan!”
Yang jadi soal adalah siapa pelanduk
yang dimaksud Irwandi dan oknum yang ingin mengalahkannya pada Pilkada
2017 mendatang, termasuk oknum yang memerasnya dengan motif membunuh
karakter? Dan, jika terus menzaliminya, Irwandi mengancam akan
membongkar semuanya. Apa yang ingin dibongkar Irwandi serta siapa unsur
luar Aceh yang ingin mendompleng keacehan? Lantas, benarkah Irwandi
Yusuf sebagai Gubernur Aceh dan Ketua Dewan Kawasan Sabang ada
mengeluarkan surat izin untuk melakukan penunjukan langsung alias PL
untuk proyek tadi?
Untuk menjawab secara pasti tentu sulit.
Sebab, sejauh ini, Irwandi sendiri tak membukanya secara
terang-menderang pada publik melalui media pers. Tapi, sumber media ini
yang juga orang dekat Irwandi mengungkapkan, oknum yang ingin
mengalahkannya pada Pilkada 2017 dan menzaliminya adalah oknum pejabat
di Aceh dan Jakarta. Termasuk dari kalangan mantan petinggi Partai Aceh
(PA) maupun Komite Peralihan Aceh (KPA) atau masih aktif yang
berseberangan garis politik dengan dirinya.
Terkait dugaan pemerasan, sumber ini
menjelaskan, ada pejabat dari institusi tertentu yang meminta sejumlah
uang pada Irwandi dengan janji akan mengurus agar Irwandi tidak terjerat
oleh penyidik KPK, terkait kasus CT3 BPKS Sabang. Jika tidak, oknum
pejabat itu akan membukanya ke KPK.
“Tapi, karena Bang Wandi (Irwandi)
memang merasa tidak terkait dan bersalah, permintaan itu tidak
dipenuhinya. Akibatnya oknum tadi marah dan terus mencari-cari kesalahan
Bang Wandi. Momentumnya sangat tepat, sebab Bang Wandi maju sebagai
bakal calon Gubernur Aceh,” ungkap sumber yang tak mau ditulis namanya
ini.
Itu pula sebabnya, Irwandi balik
mengancam. Jika terus-menerus dirinya dizalimi oleh oknum tadi, maka dia
juga akan membuka semua perilaku jelek tadi. “Kalau tidak salah, pada
Bang Irwandi ada pesan singkat (SMS) dari oknum tertentu yang meminta
sejumlah uang pada dia,” sebut sumber ini menduga. Oknum yang dimaksud
Irwandi tersebut adalah beberapa pejabat dari luar Aceh dan menetap di
Jakarta. “Dari tulisannya, mereka dari luar Aceh tapi mendompleng
keacehan, saya kira sudah jelas ke mana arah yang dituju Bang Wandi,”
papar sumber ini.
Hanya itu? Tunggu dulu. Sumber lain
media ini mengungkapkan, selain mengajukan 12 pertanyaan seputar
kebijakan dan perkenalannya dengan Ruslan Abdu Gani serta pertemuan di
Borobudur Hotel Jakarta. Penyidik KPK juga bertanya tentang alasan
Irwandi Yusuf mengeluarkan surat izin prinsip untuk dilakukan
penunjukkan langsung (PL) pada proyek Dermaga CT3 itu. Sumber ini
menungkapkan, “Surat ini ditunjukkan Pak Irwandi pada Mendagri RI.
Isinya meminta izin prinsip untuk dapat dilakukan PL, karena alasan
mendesak dan situasi Aceh saat itu. Namun, surat tersebut tak mendapat
balasan selama 30 hari lebih dari Kemendagri. Sesuai aturan, itu berarti
sudah bisa dilakukan,” ujar sumber itu.
Nah, berdasarkan surat izin PL, Nomor:
552.3/BPKS/043-1, tanggal 9 Februari 2010 itulah, Kepala BPKS saat itu,
Teuku Saiful Ahmad, bersama wakilnya Nasruddin Daud melakukan PL atau
lelang yang sudah diatur siapa pemenangnya. “Selain Gubernur Aceh, Pak
Irwandi juga sebagai ex officio (merangkap jabatan—red) Ketua Dewan
Kawasan,” ungkap sumber ini.
Lantas, apa isi pertemuan di Hotel
Borobudur Jakarta? “Benar, ketika itu Pak Irwandi berpesan agar
dilaksanakan sesuai aturan dan prosedur, tapi dia juga minta Pak Saiful
Ahmad untuk memperhatikan sejumlah petinggi PA dan KPA dalam pelaksanaan
proyek itu,” ungkap sumber yang kini berada di Jakarta ini.
Terkait surat izin PL ini pula, KPK
mencium adanya peran Irwandi Yusuf dalam proses dan pelaksanaan proyek
Dermaga CT3. Begitupun, hingga berita ini diturunkan, media ini belum
berhasil melakukan konfirmasi pada Irwandi Yusuf.
“Sayangnya, Pak Saiful sakit. Jika
tidak, dari beliaulah akan terungkap semua masalah dan aktor utama di
BPKS. Termasuk sutradara permainan maupun pembelian dan pembebasan
sejumlah tanah di Sabang untuk dalih perluasan kawasan Sabang.
Seperti apakah akhir dari kisah kasus
ini dan apakah akan ada tersangka baru yang ditetapkan KPK? Tentu, hanya
waktu yang bisa menjawabnya. Namun, sumber media ini di KPK
menyebutkan, selama menjalani pemeriksaan, tersangka Ruslan Abdul Gani
telah menjadi justice collaborator (saksi pelaku yang
bekerjasama) bagi KPK. Ini berarti, dia membuka semua apa yang dia
lakukan dan ketahui, termasuk peran orang-orang yang berada di lingkaran
kekuasaan saat itu. Nasib…nasib.***
Sumber: Modusaceh.com
loading...
Post a Comment