Halloween Costume ideas 2015
loading...

Membakar Peradaban Teks

Ilustrasi: Aljazeera
| Oleh Yusuf Maulana |

"Selama penaklukan-penaklukan mereka di wilayah Timur Tengah pada abad ke-13, pasukan Mongol tidak menunjukkan kecintaannya pada dunia pendidikan dan tidak menghargai kekayaan. Mereka menghancurkan keseluruhan kota dan (menyebabkan) koleksi perpustakaan hilang dalam pembakaran-pembakaran (dalam pengertian yang literal), sebab anggota-anggota dari pasukan berkuda yang merusak itu menggunakan manuskrip-manuskrip untuk bahan pembakar.

Perpustakaan utama di kota Tripoli dirusak oleh tentara pasukan perang Salib atas perintah seorang biarawan yang tidak suka dengan salinan-salinan Al-Qur'an yang tersimpan di rak-raknya. Jumlah seri yang dihancurkan dengan semangat keagamaan tentara Salib bahkan tidak dapat diperkirakan.

Perpustakaan-perpustakaan besar di pusat-pusat kebudayaan bangsa Moor (Andalusia; Spanyol) juga punah karena keberingasan orang-orang Kristen yang menghancurkan apa yang mereka anggap sebagai buku-buku berbahaya yang menyelewengkan ajaran (heretik) dan mengandung ilmu mistik orang-orang kafir. Sedikit koleksi pribadi dan umum di Cordova, Granada, dan Toledo masih tersisa.

Untungnya, banyak karya terbaik pemikiran keislaman sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin sebelum peristiwa-peristiwa penghancuran ini, dan selamat dari kehancuran untuk menerangi sarjana-sarjana yang mulai tumbuh di dunia Barat. Namun, kita, para sarjana dari generasi kemudian, hanya dapat memperkirakan tentang banyaknya (karya-karya) yang hilang.

Dalam dunia ilmu pengetahuan, kekosongan apa pun yang terjadi pasti terjembatani. Tetapi, dalam dunia filsafat dan seni sastra, sama sekali tidak ada jalan untuk menghitung keuntungan yang mestinya diraih, oleh generasi belakangan, dari (sic! musnahnya) pandangan otak-otak yang cemerlang pada abad itu."

Demikian petikan apik dari buku Charles Michael Spanyol, Pendidikan Tinggi dalam Islam (Jakarta: Logis), 1994, halaman 170-171. Saya cuplik dengan menata alinea agar sedap di mata kisanak. Sebuah kado di Hari Buku Nasional, 17 Mei ini.

Membaca masa silam disingkirkannya alam berpikir lewat teks langsung terpaut dengan berita razia dan pelarangan buku bernuansa komunis atau sekurangnya bersimpati pada isme ini. Memang ada sikap berlebihan dari aparat yang kadang malah bukan saja tidak efektif, melainkan juga kontraproduktif hasilnya lantaran mengundang rasa penasaran anak muda. Sesuatu yang awalnya berjarak malah didekati karena ingin menciptakan penanda beda dengan penguasa. Lebih-lebih disokong arus global yang tidak hendak adanya pembatasan.


Namun berlebihan kiranya juga patut disematkan pada sebagian pencela aparat. Seolah razia dan pelarangan buku isme kiri puncak fasisme. Kekerasan dilawan dengan kekerasan bahasa. Menuding pelarangan sementara faktanya mesin distribusi buku tersebut masih beroperasi di bawah tanah dengan aman. Amat jauh dengan fasisme ala Mongol hingga pasukan Salib dalam melampaui kenormalan manusia. Buku dihanguskan tanpa ampun. Tapi bagi Muslim kala itu, adakah praktik protes kekerasan bahasa hingga sikap-sikap "lebay" nan cengeng meratapi kekalahan?
loading...
Labels:

Post a Comment

loading...

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget