Halloween Costume ideas 2015
loading...

Warga Timor Leste Serobot Tanah Naktuka, Pemerintah Dinilai Tak Tegas

AMP - Pengamat hukum internasional Dr DW Tadeus menilai Jakarta tidak tegas dalam upaya menyelesaikan sengketa lahan di Naktuka, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur yang kini diolah dan ditempati oleh warga Timor Leste.

"Ini penyerobotan wilayah negara yang tidak bisa dipandang enteng. Pemerintah pusat (Jakarta) harus mengambil langkah-langkah tepat dalam menyelesaikan sengketa lahan di Naktuka itu," kata Ketua Bidang Hukum Internasional Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang itu kepada Antara di Kupang, Jumat (13/05/2016).

Tadeus yang juga dosen pada Fakultas Hukum Undana Kupang itu mengatakan pemerintah tidak boleh berlarut-larut dalam menyelesaikan lahan sengketa di Naktuka itu, karena tidak tertutup kemungkinan wilayah demarkasi itu kelak diklaim sebagai teritorinya Timor Leste.

"Kasus lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia, seharusnya membuat Pemerintah Indonesia lebih peduli terhadap persoalan perbatasan dengan negara tetangga," katanya.

Naktuka merupakan wilayah demarkasi antara Indonesia dan Timor Leste, namun kawasan seluas 1.690 hektare itu sudah dikuasai oleh warga Timor Leste asal Oecusse untuk berkebun dan membangun pemukiman.

Sebelum Timor Leste merdeka setelah 23 tahun lebih menjadi bagian dari NKRI, kawasan Naktuka di wilayah Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang, NTT itu sudah digarap oleh warga dari Oecusse untuk berkebun.

Setelah Timor Leste merdeka, warga asal Oecusse itu tidak hanya berkebun, tetapi juga membangun pemukiman, sehingga membuat warga Amfoang resah dan tidak mau menerima aksi penyusupan untuk menguasai wilayah NKRI secara sistematis tersebut.

Wilayah Naktuka kemudian ditetapkan sebagai daerah demarkasi, namun warga Timor Leste tetap melakukan aktivitas seperti biasa, dan malah mendapat dukungan dari pemerintahannya yang berkedudukan di Dili.

"Jika tidak ada aksi protes dari pemerintah Indonesia maka sah-sah saja mereka mengarap tanah tersebut. Jadi jangan salahkan masyarakat Amfoang Timur jika suatu saat mereka mengambil tindakan sendiri untuk merebut kembali lahan tersebut," ujarnya.

Menurut dia, persoalan Naktuka tidak perlu diselesaikan melalui pengadilan internasional, tetapi bisa diselesaikan oleh pemerintah kedua negara dengan melibatkan pula para tokoh adat dan masyarakat setempat.

"Persoalan Naktuka lebih elegan diselesaikan melalui jalur adat, karena warga Oecusse yang bermukim dan menetap di Naktuka, juga masih memiliki hubungan darah dengan masyarakat di Amfoang," kata Tadeus.

Sementara itu, Panglima Kodam IX/Udayana Mayjen TNI Kustanto Widiatmoko ketika ditemui Antara secara terpisah di Kupang mengatakan TNI tidak bisa bertindak lebih jauh untuk mengamankan wilayah Naktuka.

"Sampai sejauh ini, para prajurit kami yang bertugas di perbatasan RI-Oecusse hanya bisa mencegah agar tidak terjadi konflik di antara mereka," kata jenderal berbintang dua itu.

Pangdam Udayana juga mengakui bahwa warga Oecusse yang bermukim di wilayah demarkasi Naktuka malah bertambah banyak, dan TNI tidak memiliki kewenangan untuk melarang mereka masuk ke Naktuka.

"Kami hanya bisa meninjau dan melaporkan perkembangannya ke Mabes TNI di Jakarta, karena persoalan Naktuka adalah persoalan antarnegara yang hanya bisa diselesaikan oleh kedua pemerintahan," ujarnya.

Mayjen Kustanto Widiatmoko yang menjabat Pangdam Udaya pada awal Mei 2016 itu mengharapkan masyarakat Amfoang bisa menahan diri dalam menghadapi persoalan di Naktuka.

"Saya yakin, pemerintahan kita pasti memiliki cara dan strategi sendiri dalam menyelesaikan lahan sengketa di Naktuka, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang, NTT," demikian Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Kustanto Widiatmoko.[Rimanews]
loading...
Labels:

Post a Comment

loading...

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget