Oleh: Srabah Yudi
Keputusan Muzakir Manaf telah final, apapun resikonya Partai Aceh sebagai pengusung sekaligus partai yang dinahkodai Muzakir Manaf harus pasang badan terhadap keputusan Muzakir Manaf tersebut. Bahkan publik pun tak menganggap keputusan Mualem panggilan akrab Muzakir Manaf sebagai suatu keputusan yang mengejutkan, karena kedekatan Mualem dengan TA Khalid dan bergabungnya Mualem dengan Partai Gerindra serta kedekatan Mualem dengan Prabowo menjadi alasan kuat keputusan Mualem itu.
Dalam konteks kepentingan organisasi Partai Aceh, tentu jika dilihat dari hasil pemilu legislative 2014, Partai Aceh tidak memiliki keuntungan apapun terhadap kedekatan Partai Aceh dengan Partai Gerindra. Bahkan kedekatan itu yang paling diuntungkan adalah Partai Gerindra, Pasca kerjasama itu Partai Gerindra mendapatkan banyak kursi di Aceh yang sebelumnya tidak mendapatkan tempat dihati Rakyat Aceh, 2 Kursi DPR RI, 3 Kursi DPRA dan 39 kursi DPRK se Aceh, sedangkan Partai Aceh malah mengalami penurunan drastis.
Isu pasangan Zaini Abdullah–Muzakir Manaf yang mendapatkan sokongan dana dari Prabowo Ketua Umum Partai Gerindra pada saat mencalonkan diri di Pilkada 2012 sebanyak 50 Milyar mungkin benar adanya, sejak saat itulah kedekatan Mualem dengan Prabowo semakin harmonis. Bahkan kemudian Mualem ditunjuk sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Aceh, sejak saat itulah hubungan Partai Aceh dengan Partai Gerindra bagaikan Adik dan Kakak Kandung.
Bukan hanya itu, pada Pilpres 2014 disaat petinggi-petinggi Partai Aceh memutuskan mendukung pasangan Jokowi – Djusuf Kalla yang dianggap lebih memiliki hubungan histori dengan Aceh, Mualem pasang badan dengan kekuatan struktur Partai Aceh mendukung pasangan Prabowo – Hatta Rajasa. Sejak itu pula, hubungan Mualem dengan para petinggi (tuha peut) Partai Aceh mulai memanas, seperti Zaini Abdullah dan Zakaria Saman yang memilih mendukung Jokowi – Djusuf Kalla.
Penunjukkan TA Khalid sebagai Calon Wakil Gubernur yang mendampingi Mualem tentu tidak lepas dari berbagai perjanjian dan jalinan hubungan antara Mualem dengan Prabowo sejak tahun 2012 lalu. Sejak saat itu, Mualem terlihat tidak bisa lepas dari bayang-bayang Prabowo.
Pernyataan Mualem yang mengatakan memilih Wakil dari Partai Nasional demi mengharmoniskan Aceh – Jakarta tentu tidak dapat diterima dengan akal sehat, karena Partai Gerindra saat ini bukanlah partai yang berada dalam pemerintahan, sedangkan Aceh butuh partai nasional yang saat ini harmonis dengan pemerintah pusat. Agar semua kebutuhan Aceh yang selama ini tertunda dapat lebih mudah terwujud. Padahal jika benar, keinginan Mualem untuk mengharmoniskan hubungan Aceh – Jakarta, maka yang mampu mewujudkan itu bukanlah TA Khalid, akan tetapi partai-partai yang saat ini berada dalam pemerintahan.
Pasca Mualem mengumumkan calon wakil yang mendampinginya, bahkan ada yang menganggap itu awal dari bencana Partai Aceh, karena selain TA Khalid yang tidak memiliki pengaruh terhadap peluang kemenangan bagi Mualem, TA Khalid juga dianggap tidak memiliki kapasitas yang mampu mengisi kekurangan Mualem.
Tapi itulah Mualem, demi memuluskan hubungan Aceh – Jakarta maka dipilihlah partai yang saat ini menjadi oposisi dipemerintahan pusat, kemudian wakil yang mampu mengumpulkan suara sebanyak 25.863 suara di 15 Kabupaten/Kota di Aceh pada pileg untuk DPR RI tahun 2014 yang lalu. Namun bukanlah Mualem namanya jika tidak mampu mengalih perhatian, yang terpenting bagi Mualem sosok Wakil adalah “Bisa diajak berbincang dan bisa saya suruh kemanapun…!!!”
Keputusan Muzakir Manaf telah final, apapun resikonya Partai Aceh sebagai pengusung sekaligus partai yang dinahkodai Muzakir Manaf harus pasang badan terhadap keputusan Muzakir Manaf tersebut. Bahkan publik pun tak menganggap keputusan Mualem panggilan akrab Muzakir Manaf sebagai suatu keputusan yang mengejutkan, karena kedekatan Mualem dengan TA Khalid dan bergabungnya Mualem dengan Partai Gerindra serta kedekatan Mualem dengan Prabowo menjadi alasan kuat keputusan Mualem itu.
Dalam konteks kepentingan organisasi Partai Aceh, tentu jika dilihat dari hasil pemilu legislative 2014, Partai Aceh tidak memiliki keuntungan apapun terhadap kedekatan Partai Aceh dengan Partai Gerindra. Bahkan kedekatan itu yang paling diuntungkan adalah Partai Gerindra, Pasca kerjasama itu Partai Gerindra mendapatkan banyak kursi di Aceh yang sebelumnya tidak mendapatkan tempat dihati Rakyat Aceh, 2 Kursi DPR RI, 3 Kursi DPRA dan 39 kursi DPRK se Aceh, sedangkan Partai Aceh malah mengalami penurunan drastis.
Isu pasangan Zaini Abdullah–Muzakir Manaf yang mendapatkan sokongan dana dari Prabowo Ketua Umum Partai Gerindra pada saat mencalonkan diri di Pilkada 2012 sebanyak 50 Milyar mungkin benar adanya, sejak saat itulah kedekatan Mualem dengan Prabowo semakin harmonis. Bahkan kemudian Mualem ditunjuk sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Aceh, sejak saat itulah hubungan Partai Aceh dengan Partai Gerindra bagaikan Adik dan Kakak Kandung.
Bukan hanya itu, pada Pilpres 2014 disaat petinggi-petinggi Partai Aceh memutuskan mendukung pasangan Jokowi – Djusuf Kalla yang dianggap lebih memiliki hubungan histori dengan Aceh, Mualem pasang badan dengan kekuatan struktur Partai Aceh mendukung pasangan Prabowo – Hatta Rajasa. Sejak itu pula, hubungan Mualem dengan para petinggi (tuha peut) Partai Aceh mulai memanas, seperti Zaini Abdullah dan Zakaria Saman yang memilih mendukung Jokowi – Djusuf Kalla.
Penunjukkan TA Khalid sebagai Calon Wakil Gubernur yang mendampingi Mualem tentu tidak lepas dari berbagai perjanjian dan jalinan hubungan antara Mualem dengan Prabowo sejak tahun 2012 lalu. Sejak saat itu, Mualem terlihat tidak bisa lepas dari bayang-bayang Prabowo.
Pernyataan Mualem yang mengatakan memilih Wakil dari Partai Nasional demi mengharmoniskan Aceh – Jakarta tentu tidak dapat diterima dengan akal sehat, karena Partai Gerindra saat ini bukanlah partai yang berada dalam pemerintahan, sedangkan Aceh butuh partai nasional yang saat ini harmonis dengan pemerintah pusat. Agar semua kebutuhan Aceh yang selama ini tertunda dapat lebih mudah terwujud. Padahal jika benar, keinginan Mualem untuk mengharmoniskan hubungan Aceh – Jakarta, maka yang mampu mewujudkan itu bukanlah TA Khalid, akan tetapi partai-partai yang saat ini berada dalam pemerintahan.
Pasca Mualem mengumumkan calon wakil yang mendampinginya, bahkan ada yang menganggap itu awal dari bencana Partai Aceh, karena selain TA Khalid yang tidak memiliki pengaruh terhadap peluang kemenangan bagi Mualem, TA Khalid juga dianggap tidak memiliki kapasitas yang mampu mengisi kekurangan Mualem.
Tapi itulah Mualem, demi memuluskan hubungan Aceh – Jakarta maka dipilihlah partai yang saat ini menjadi oposisi dipemerintahan pusat, kemudian wakil yang mampu mengumpulkan suara sebanyak 25.863 suara di 15 Kabupaten/Kota di Aceh pada pileg untuk DPR RI tahun 2014 yang lalu. Namun bukanlah Mualem namanya jika tidak mampu mengalih perhatian, yang terpenting bagi Mualem sosok Wakil adalah “Bisa diajak berbincang dan bisa saya suruh kemanapun…!!!”
Penulis Tinggal di Banda Aceh
Dikutip: Lintasnasional.com
loading...
Post a Comment