Pasukan Asing Perancis di Maroko, 1914. | sumber: ww1blog.osborneink.com |
Tantangan hidup di Eropa adalah musim dingin. Maka sumber kehangatan selain alkhohol yang sangat dibutuhkan disana adalah rempah-rempah dari bangsa timur. Manfaat rempah-rempah selain menambah daya taham tubuh, menyehatkan, juga memberi kehangatan. India, China, dan Nusantara adalah beberapa lokasi dimana mereka mendapatkan rempah-rempah itu.
Ratusan tahun bangsa kulit putih ini berlayar mengitari Afrika dan Asia untuk mendapatkan barang kebutuhan mereka. Namun pelayaran yang sedianya membahagiakan itu di rentan tahun 1664 - 1827 telah menjadi momok yang menakutkan. Hampir seluruh kapal dagang di rampok, bahkan tak tanggung-tanggung perompak laut ini menyerang dan merampok pula kapal perang kerajaan.
Tersebutlah Kerajaan Asyraf Hasaniyin di Sajalmasah, Maghribi Al-Aqsa (Morocco). Awalnya negeri ini hanya bermaksud mengamankan negerinya dari serangan laut bangsa lain. Namun seiring berganti kepala negara yang pandai menjaga dan mengatur siasat berganti dengan kepala negara yang serakah mengejar keuntungan. Armada laut yang sedianya mengamankan negara ini di sulap menjadi bajak laut. Sesiapa melintas dalam wilayah teretorialnya akan di rampok. Tak peduli kapal dagang, kapal kerajaan, bahkan kapal tempur sekalipun dirampok juga.
Gegara beringas dan kuatnya bajak laut ini bangsa-bangsa Eropa mau tak mau bersedia membayar pajak nan mahal setiap tahunnya agar kapal mereka yang membawa rempah-rempah tidak diserang.
Pada pertemuan tahunan 1827 seperti biasanya wakil-wakil negara Eropa mengirimkan pajaknya ke Morocco. Monseur Dauval, seorang wakil dari Perancis yang bertugas membawa Jizyah ke Morocco, karena satu dan lain hal, telah berlaku congkak di hadapan Raja Husain. Baginda raja marah dan memukul wajah wakil itu dengan kipas. Wakil tersebut pulang dan mengadukan yang ia dapat saat menyerahkan Jizyah.
Louis XIV adalah Raja Perancis yang berkuasa saat itu. Tak terima wakilnya dipukul maka ia meminta bantuan Inggris untuk menyerang Morocco. Hingga tahun 1910 an M Perancis tak berhasil pula mengalahkan Morocco.
Kala itu Morocco di kepala Sultan Maulaya Abdul 'Aziz. Beliau memiliki adik yang telah di peralat oleh Perancis yang bernama Maulaya Abdul Hafidz. Pada 1912, melalui propagandanya, Perancis berhasil menumbangkan Sultan Maulaya Abdul 'Aziz kemudian digantikan Maulaya Abdul Hafidz yang memihak Perancis.
30 Maret 1912 rakyat Morocco menuntut di turunkannya Sultan Maulaya Abdul Hafidz karena kecenderungannya pada Perancis. Maka Abdul 'Aziz yang dicintai rakyat namun tak disukai Perancis pun diasingkan ke Tanjah (Tanger) sedang Abdul Hafidz yang disukai Perancis namun tidak disukai rakyat pun di pindah ke Paris. Ia meninggal di Paris 1940 M. Lalu diangkatlah Sultan Maulaya Yusof yang sebelumnya sudah ada hitam di atas putih untuk tunduk pada Perancis dan mengakui kekuasaannya.
Perancis mengeluarkan Undang-undang "Zahir el Barbari" yang berisi pemisahan bangsa Bar-bar dengan bangsa Arab pada 1924 . Namun Sultan Maulaya Yusof tidak berkenan untuk menandatangani piagam tersebut. November 1927 Perancis mengundang Sultan Maulaya Yusof ke Paris. Ketika di Paris sang Sultan di racun hingga sepanjang perjalanan pulang beliau sakit. Beliau meninggal beberapa hari setelah tiba kembali di Morocco.
Sultan Maulaya Yusof berputra dua orang. Maulaya Idris nan dicintai oleh rakyatnya dan si bungsu Maulaya Muhammad nan akrab dengan Perancis. Setiba di Morocco Sultan langsung memberi Wasiat kepada Maulaya Idris untuk menggantikannya. Namun lagi-lagi Perancis menjadi penengah sehingga Maulaya Muhammad ibn Yusof lah yang diangkat menjadi Sultan. Kemudian Maulaya Idris ibn Yusof diasingkan.
Pada 1930 kembali Perancis menyuruh Morocco untuk menandatangani Undang-undang pemisahan bangsa Barbar dengan bangsa Arab. Demi mengetahui apa yang telah dilakukan Perancis pada ayah dan kakak nya, maka Sultan Maulaya Muhammad ibn Yusof memimpin rakyatnya menuntut dan memperjuangkan kemerdekaan Morocco.
Morocco merdeka penuh dari Perancis pada 2 Maret 1956.
Bacaan : Sejarah Islam, Prof Dr HAMKA
loading...
Post a Comment