AMP - Sebuah postingan di facebook yang diunggah oleh akun HMI Cabang Takengon mendadak jadi perbicangan netizen. Pasalnya menceritakan kondisi miris sebuah keluarga mualaf yang dihidup dibawah garis kemiskinan di sebuah dusun terpencil di Aceh Tengah, parahnya lagi keluarga itu menghuni rumah yang dibuat dari terpal lusuh.
Di gubuk itu, Jafaruddin dan istri tinggal bersama 3 anaknya yang masih kecil. Dari foto yang diunggah pada Minggu 25 September 2016 tersebut terlihat, Jafar tampak bertiga dengan anaknya, dengan latar belakang gubuk dari terpal yang dipasang seadanya. Tidak ada kamar mandi dan dapur, yang ada hanya dua kamar berukuran kecil tanpa penerangan dan masih lantai tanah.
Disebutkan juga, keluarga mualafa yang sebelumnya menetap di Binje, Sumut itu tinggal di dusun terpencil yakni Kala Wih Ilang. Dusun itu berjarak 8 Kilometer dari kampung induknya Desa Wih Ilang, Kecamatan Pegasing, Aceh Tengah, atau berjarak 25 kilometer dari Kota Takengon. Dusun itu berada di tengah-tengah perkebunan kopi. Jarak rumah warga dengan warga lainnya sangat jauh alias terpencar-terpencar.
Akun tersebut juga menceritakan, Jafaruddin dan istri sebelumnya non muslim, dan tiga tahun lalu memilih pindah dari kampungnya di Binje untuk menetap di Aceh Tengah. Namun disayangkan, tidak adanya perhatian pemerintah setempat terutama Baitul Mal, membuat kehidupan keluarga kecil itu belum tersentuh bantuan.
Kisah itupun menyulut emosi netizen, karena pemerintah setempat dianggap lamban dalam menangani persoalan kemiskinan, padahal dana publik banyak tersedia untuk pembangunan, termasuk untuk pos bantuan bagi mereka yang kurang mampu.
“Jafaruddin dan keluarganya menjalani hidup serba kekurangan di negeri Syari’at Islam, menjadi penting untuk diperhatikan dan patut dipertanyakan. Sebab, dalam Islam mualaf berhak mendapatkan bantuan,” tulis si pemilik akun. (politikita.com)
Di gubuk itu, Jafaruddin dan istri tinggal bersama 3 anaknya yang masih kecil. Dari foto yang diunggah pada Minggu 25 September 2016 tersebut terlihat, Jafar tampak bertiga dengan anaknya, dengan latar belakang gubuk dari terpal yang dipasang seadanya. Tidak ada kamar mandi dan dapur, yang ada hanya dua kamar berukuran kecil tanpa penerangan dan masih lantai tanah.
Disebutkan juga, keluarga mualafa yang sebelumnya menetap di Binje, Sumut itu tinggal di dusun terpencil yakni Kala Wih Ilang. Dusun itu berjarak 8 Kilometer dari kampung induknya Desa Wih Ilang, Kecamatan Pegasing, Aceh Tengah, atau berjarak 25 kilometer dari Kota Takengon. Dusun itu berada di tengah-tengah perkebunan kopi. Jarak rumah warga dengan warga lainnya sangat jauh alias terpencar-terpencar.
Akun tersebut juga menceritakan, Jafaruddin dan istri sebelumnya non muslim, dan tiga tahun lalu memilih pindah dari kampungnya di Binje untuk menetap di Aceh Tengah. Namun disayangkan, tidak adanya perhatian pemerintah setempat terutama Baitul Mal, membuat kehidupan keluarga kecil itu belum tersentuh bantuan.
Kisah itupun menyulut emosi netizen, karena pemerintah setempat dianggap lamban dalam menangani persoalan kemiskinan, padahal dana publik banyak tersedia untuk pembangunan, termasuk untuk pos bantuan bagi mereka yang kurang mampu.
“Jafaruddin dan keluarganya menjalani hidup serba kekurangan di negeri Syari’at Islam, menjadi penting untuk diperhatikan dan patut dipertanyakan. Sebab, dalam Islam mualaf berhak mendapatkan bantuan,” tulis si pemilik akun. (politikita.com)
loading...
Post a Comment