AMP - Bila politik selalu dan selamanya terkait finansial maka tidak ada kader parpol yang akan besar. Bermakna bahwa partai hanya sekedar pengumpul pundi rupiah dengan mengabaikan solidaritas atas kesetiaan pada ideologi.
Telah jatuh korban dua orang kader terbaik NasDem Aceh. Sebelumnya Teuku Irwan Djohan yang digadang-gadang sebagai calon Walikota Banda Aceh, terpental ke luar gelanggang. Kini, Ketua DPW NasDem Aceh, Zaini Djalil pun terjungkal. Padahal sudah jauh-jauh hari ia dipaket dengan Tarmizi Karim.
Dulu, banyak warga Banda Aceh yang kecewa ketika Irwan Djohan tidak jadi mencalonkan diri. Walau Irwan mengaku bahwa ia tidak mendaftar karena menjaga kepercayaan konstituen yang telah mengantar dirinya ke DPRA, namun tetap saja ada yang curiga bila “tangan” jahil dari Jakarta bermain cukup kencang.
Hal yang sama juga dicurigai telah pula “menyentuh”Zaini Djalil. Ia “dikorbankan” untuk kepentingan elit parpol di Jakarta.
“Walau potensial dan bersih, Zaini Djalil tak punya modal. Ini yang membuat paket Tarmizi Karim-Zaini Djalil dikocok ulang,” ujar seorang kader NasDem.
Ridwan (40) warga Banda Aceh pun punya perasaan yang sama. Kepada aceHTrend, Minggu (18/9/2016) melalui pesan singkat mengatakan bahwa ia kecewa. “Pasangan itu sudah pas. Sebagai pendukung yang tidak terlihat, saya kecewa. Tega-teganya kader-kader potensial dikorbankan,” ujarnya.
Teriakan kekecewaan kian menggema ketika Zaini Djalil mengaku siap mendukung keputusan DPP NasDem. Banyak sumber yang menyebutkan bila Zaini telah menjadi korban dari kebijakan elit koalisi parpol.
Banyak pula yang mengatakan bila Tarmizi Karim pun cari aman. Padahal sebelumnya ia sendiri yang meminta Zaini Djalil untuk mau menemaninya. Padahal sebelum Zaini bersedia, Tarmizi seperti calon linto yang gohlom meuso calon darabaro. Hajat keuneuk meukawen tapi gohlom na judo.
“Setelah sekian lama Zaini dan NasDem Aceh berjuang, kini mereka harus berdiri sebagai penonton. Ini pukulan mental dan bukan soal ujian politik. Tapi kepicikan politik. Apakah DPP NasDem tidak mempertimbangkan kehancuran moral kadernya di daerah?,” Ujar Nirwan Syahputra, warga Bireuen.
***
Kepada aceHTrend, Zaini Djalil mengaku bahwa kemungkinan akan bubarnya paket Tarmizi Karim-Zaini Djalil, merupakan peristiwa politik biasa. Tidak ada yang istimewa, karena tujuan akhirnya adalah menyejahterajan rakyat.
Namun jawaban diplomatis politisi kawakan itu tidak begitu saja dipercaya oleh khalayak. Kalau alasannya bahwa pasangan itu berasal dari satu kawasan, bukankah sudah jauh-jauh hari itu diketahui?
“Ketika Tarmizi Karim meminang Zaini Djalil, tentu ia sudah mengetahui bila Ketua DPW NasDem itu adalah putra Bireuen. Surya Paloh pun tahu. Lalu kok sekarang jadi masalah? Saya curiga ini bukan soal teritorial? Tapi murni soal fulus. Bang Zaini tak punya fulus. Ia hanya punya nuat yang tulus,” ujar Nirwan.[Sumber: acehtrend.co]
Telah jatuh korban dua orang kader terbaik NasDem Aceh. Sebelumnya Teuku Irwan Djohan yang digadang-gadang sebagai calon Walikota Banda Aceh, terpental ke luar gelanggang. Kini, Ketua DPW NasDem Aceh, Zaini Djalil pun terjungkal. Padahal sudah jauh-jauh hari ia dipaket dengan Tarmizi Karim.
Dulu, banyak warga Banda Aceh yang kecewa ketika Irwan Djohan tidak jadi mencalonkan diri. Walau Irwan mengaku bahwa ia tidak mendaftar karena menjaga kepercayaan konstituen yang telah mengantar dirinya ke DPRA, namun tetap saja ada yang curiga bila “tangan” jahil dari Jakarta bermain cukup kencang.
Hal yang sama juga dicurigai telah pula “menyentuh”Zaini Djalil. Ia “dikorbankan” untuk kepentingan elit parpol di Jakarta.
“Walau potensial dan bersih, Zaini Djalil tak punya modal. Ini yang membuat paket Tarmizi Karim-Zaini Djalil dikocok ulang,” ujar seorang kader NasDem.
Ridwan (40) warga Banda Aceh pun punya perasaan yang sama. Kepada aceHTrend, Minggu (18/9/2016) melalui pesan singkat mengatakan bahwa ia kecewa. “Pasangan itu sudah pas. Sebagai pendukung yang tidak terlihat, saya kecewa. Tega-teganya kader-kader potensial dikorbankan,” ujarnya.
Teriakan kekecewaan kian menggema ketika Zaini Djalil mengaku siap mendukung keputusan DPP NasDem. Banyak sumber yang menyebutkan bila Zaini telah menjadi korban dari kebijakan elit koalisi parpol.
Banyak pula yang mengatakan bila Tarmizi Karim pun cari aman. Padahal sebelumnya ia sendiri yang meminta Zaini Djalil untuk mau menemaninya. Padahal sebelum Zaini bersedia, Tarmizi seperti calon linto yang gohlom meuso calon darabaro. Hajat keuneuk meukawen tapi gohlom na judo.
“Setelah sekian lama Zaini dan NasDem Aceh berjuang, kini mereka harus berdiri sebagai penonton. Ini pukulan mental dan bukan soal ujian politik. Tapi kepicikan politik. Apakah DPP NasDem tidak mempertimbangkan kehancuran moral kadernya di daerah?,” Ujar Nirwan Syahputra, warga Bireuen.
***
Kepada aceHTrend, Zaini Djalil mengaku bahwa kemungkinan akan bubarnya paket Tarmizi Karim-Zaini Djalil, merupakan peristiwa politik biasa. Tidak ada yang istimewa, karena tujuan akhirnya adalah menyejahterajan rakyat.
Namun jawaban diplomatis politisi kawakan itu tidak begitu saja dipercaya oleh khalayak. Kalau alasannya bahwa pasangan itu berasal dari satu kawasan, bukankah sudah jauh-jauh hari itu diketahui?
“Ketika Tarmizi Karim meminang Zaini Djalil, tentu ia sudah mengetahui bila Ketua DPW NasDem itu adalah putra Bireuen. Surya Paloh pun tahu. Lalu kok sekarang jadi masalah? Saya curiga ini bukan soal teritorial? Tapi murni soal fulus. Bang Zaini tak punya fulus. Ia hanya punya nuat yang tulus,” ujar Nirwan.[Sumber: acehtrend.co]
loading...
Post a Comment