AMP - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) meminta Indonesia tidak meniru kebijakan pemberantasan narkoba oleh Presiden Filipina Rodrigo Duterte.
"Jika diberlakukan di Indonesia, artinya negara berpartisipasi dalam pembunuhan berencana yang berbahaya," ujar Divisi Advokasi Hak Sipil dan Politik KontraS Putri Kanesia dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (9/9/2016).
Hal ini disampaikan terkait adanya keinginan Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Budi Waseso menerapkan kebijakan Duterte di Indonesia.
Putri melanjutkan, tindakan Duterte membunuhi para bandar narkoba, berdasarkan laporan Reuters jumlahnya sampai 900 orang, merupakan aksi di luar hukum yang tidak patut dilaksanakan di Indonesia.
Apalagi Indonesia juga punya pengalaman buruk terkait "extrajudicial killing" atau pembunuhan di luar hukum ini, tepatnya penembakan misterius (petrus) pada rentang tahun 1982--1985. Catatan KontraS, petrus menelan 514 korban jiwa dan peristiwa kelam itu belum tuntas hingga kini.
"Atas nama keadilan dan kepastian hukum, tindakan sejenis tidak bisa dilakukan lagi," tutur Putri.
Memberantas narkoba di Indonesia, dia melanjutkan, seharusnya tidak dilakukan dengan menghilangkan nyawa dengan hukuman mati. Sebab, eksekusi mati hanya memutus mata rantai narkoba semata.
"Kebijakan itu cuma memangkas bagian tengahnya saja, dan seperti di Indonesia, kebanyakan yang dihukum mati adalah mereka yang dijebak menjadi kurir," kata Putri.
Sementara Koordinator Advokasi Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI), Totok Yulianto menambahkan, permasalahan narkoba di Indonesia adalah bagaimana meredam dan mengendalikan perdagangannya.
Totok pun menolak semua tindakan menghilangkan nyawa terhadap mereka yang terlibat kasus obat-obatan terlarang itu.
"Menyelesaikan perkara narkoba bukan dengan membasmi orang-orang yang terlibat di dalamnya," ujar dia.
Sebelumnya, Kepala BNN Komjen Budi Waseso, akrab disapa Buwas, menyatakan tindakan tegas seperti Presiden Duterte perlu dilakukan untuk memberantas narkoba. Meski Presiden Joko Widodo tidak pernah memberikan maaf (grasi) kepada para bandar narkoba yang terpidana hukuman mati, Buwas menilai itu kurang cukup, karena masih banyak celah hukum yang bisa dimanfaatkan oleh bandar.
Dia pun menganggap langkah Duterte yang menjadikan para bandar narkoba seperti hidup dalam neraka adalah hal yang tepat, karena akibat ulah bandar tersebut bisa merusak generasi penerus bangsa.
"Jika kebijakan tersebut diterapkan, saya yang paling depan untuk memberantas para bandar narkoba yang sudah merusak generasi bangsa," kata Buwas.(konfr)
"Jika diberlakukan di Indonesia, artinya negara berpartisipasi dalam pembunuhan berencana yang berbahaya," ujar Divisi Advokasi Hak Sipil dan Politik KontraS Putri Kanesia dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (9/9/2016).
Hal ini disampaikan terkait adanya keinginan Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Budi Waseso menerapkan kebijakan Duterte di Indonesia.
Putri melanjutkan, tindakan Duterte membunuhi para bandar narkoba, berdasarkan laporan Reuters jumlahnya sampai 900 orang, merupakan aksi di luar hukum yang tidak patut dilaksanakan di Indonesia.
Apalagi Indonesia juga punya pengalaman buruk terkait "extrajudicial killing" atau pembunuhan di luar hukum ini, tepatnya penembakan misterius (petrus) pada rentang tahun 1982--1985. Catatan KontraS, petrus menelan 514 korban jiwa dan peristiwa kelam itu belum tuntas hingga kini.
"Atas nama keadilan dan kepastian hukum, tindakan sejenis tidak bisa dilakukan lagi," tutur Putri.
Memberantas narkoba di Indonesia, dia melanjutkan, seharusnya tidak dilakukan dengan menghilangkan nyawa dengan hukuman mati. Sebab, eksekusi mati hanya memutus mata rantai narkoba semata.
"Kebijakan itu cuma memangkas bagian tengahnya saja, dan seperti di Indonesia, kebanyakan yang dihukum mati adalah mereka yang dijebak menjadi kurir," kata Putri.
Sementara Koordinator Advokasi Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI), Totok Yulianto menambahkan, permasalahan narkoba di Indonesia adalah bagaimana meredam dan mengendalikan perdagangannya.
Totok pun menolak semua tindakan menghilangkan nyawa terhadap mereka yang terlibat kasus obat-obatan terlarang itu.
"Menyelesaikan perkara narkoba bukan dengan membasmi orang-orang yang terlibat di dalamnya," ujar dia.
Sebelumnya, Kepala BNN Komjen Budi Waseso, akrab disapa Buwas, menyatakan tindakan tegas seperti Presiden Duterte perlu dilakukan untuk memberantas narkoba. Meski Presiden Joko Widodo tidak pernah memberikan maaf (grasi) kepada para bandar narkoba yang terpidana hukuman mati, Buwas menilai itu kurang cukup, karena masih banyak celah hukum yang bisa dimanfaatkan oleh bandar.
Dia pun menganggap langkah Duterte yang menjadikan para bandar narkoba seperti hidup dalam neraka adalah hal yang tepat, karena akibat ulah bandar tersebut bisa merusak generasi penerus bangsa.
"Jika kebijakan tersebut diterapkan, saya yang paling depan untuk memberantas para bandar narkoba yang sudah merusak generasi bangsa," kata Buwas.(konfr)
loading...
Post a Comment