AMP - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengkritik aksi militer yang melakukan perburuan terhadap terduga teroris Jaringan Santoso di Poso Sulawesi Selatan.
Operasi dibawah sandi Tinombala itu disinyalir lekat dengan masalah. Sebab tidak ada transparansi jelas operasi tersebut sejak pertama kali dimulai lewat operasi Camar Maleo.
Dalam keterangan tertulisnya, Wakil Koordinator Bidang Strategi dan Mobilisasi KontraS Puri Kencana Putri mengatakan, selama operasi sebelumnya terlihat tidak ada bukti keberhasilan.
Aksi militer yang terjadi sepanjang Januari hingga Maret 2016, terbukti hanya membuat sejumlah korban berjatuhan.
Setidaknya tercatat ada sembilan orang korban tewas, satu di antaranya adalah anggota Brimob. Kemudian, sebanyak 24 orang ditangkap terkait dugaan keterlibatan jaringan Santoso cs.
Beberapa penangkapan sepanjang bulan Januari-Februari bahkan dilakukan di luar teritorial Poso, seperti di Balikpapan, Lampung, Klaten (Jawa Tengah), Malang (Jawa Timur).
"KontraS tidak melihat adanya keberhasilan operasi keamanan yang bisa diukur dari metode operasi yang digunakan dan evaluasi apa yang dipakai untuk menilai Camar Maleo–Tinombala patut diapresiasi," ujar Puri, Jum'at 11 Maret 2016.
"(Dan) Hingga kini belum ada informasi yang mampu menerangkan bahwa orang-orang tersebut betul terkait dengan jaringan teror ini," tambahnya.
Kini, lanjut Puri, merujuk dari informasi yang disampaikan oleh Lembaga Pemantauan masyarakat Sipil (LPMS). Ada informasi penambahan pasukan dengan jumlah 3.000 personel.
Dengan asumsi satu orang anggota Santoso akan membutuhkan 39 pasukan untuk melakukan pengejaran dan penangkapan.
"Jika betul adanya maka kita tengah menyaksikan pesta keamanan tanpa status operasi yang jelas, dan penggunaan Anggaran Pembelanjaan Belanja Negara yang tidak terkontrol" tambahnya.
Untuk itu, KontraS meminta harus ada evaluasi terbuka terhadap operasi Tinombala agar publik punya penilaian yang fair atas pelaksanaan operasi ini.
Sebelumnya, operasi gabungan TNI-Polri untuk mengejar kelompok teroris Santoso di Sulawesi Tengah dengan nama sandi Operasi Tonimbala 2016 diperpanjang hingga September 2016 mendatang. Operasi Tinombala tahap awal digelar selama tiga bulan sejak Januari 2016, dan berakhir Maret ini. Sansoso adalah sosok yang paling dicari dari operasi ini.[VIVA]
Operasi dibawah sandi Tinombala itu disinyalir lekat dengan masalah. Sebab tidak ada transparansi jelas operasi tersebut sejak pertama kali dimulai lewat operasi Camar Maleo.
Dalam keterangan tertulisnya, Wakil Koordinator Bidang Strategi dan Mobilisasi KontraS Puri Kencana Putri mengatakan, selama operasi sebelumnya terlihat tidak ada bukti keberhasilan.
Aksi militer yang terjadi sepanjang Januari hingga Maret 2016, terbukti hanya membuat sejumlah korban berjatuhan.
Setidaknya tercatat ada sembilan orang korban tewas, satu di antaranya adalah anggota Brimob. Kemudian, sebanyak 24 orang ditangkap terkait dugaan keterlibatan jaringan Santoso cs.
Beberapa penangkapan sepanjang bulan Januari-Februari bahkan dilakukan di luar teritorial Poso, seperti di Balikpapan, Lampung, Klaten (Jawa Tengah), Malang (Jawa Timur).
"KontraS tidak melihat adanya keberhasilan operasi keamanan yang bisa diukur dari metode operasi yang digunakan dan evaluasi apa yang dipakai untuk menilai Camar Maleo–Tinombala patut diapresiasi," ujar Puri, Jum'at 11 Maret 2016.
"(Dan) Hingga kini belum ada informasi yang mampu menerangkan bahwa orang-orang tersebut betul terkait dengan jaringan teror ini," tambahnya.
Kini, lanjut Puri, merujuk dari informasi yang disampaikan oleh Lembaga Pemantauan masyarakat Sipil (LPMS). Ada informasi penambahan pasukan dengan jumlah 3.000 personel.
Dengan asumsi satu orang anggota Santoso akan membutuhkan 39 pasukan untuk melakukan pengejaran dan penangkapan.
"Jika betul adanya maka kita tengah menyaksikan pesta keamanan tanpa status operasi yang jelas, dan penggunaan Anggaran Pembelanjaan Belanja Negara yang tidak terkontrol" tambahnya.
Untuk itu, KontraS meminta harus ada evaluasi terbuka terhadap operasi Tinombala agar publik punya penilaian yang fair atas pelaksanaan operasi ini.
Sebelumnya, operasi gabungan TNI-Polri untuk mengejar kelompok teroris Santoso di Sulawesi Tengah dengan nama sandi Operasi Tonimbala 2016 diperpanjang hingga September 2016 mendatang. Operasi Tinombala tahap awal digelar selama tiga bulan sejak Januari 2016, dan berakhir Maret ini. Sansoso adalah sosok yang paling dicari dari operasi ini.[VIVA]
loading...
Post a Comment