PEMERINTAH tak boleh berlama-lama menunda mengurus bendera daerah. Ini adalah sebuah pertanyaan yang membutuhkan jawaban segera. Bukan karena sifatnya yang mendasar. Melainkan karena buntutnya yang terlalu liar.
Urusan ini bisa sangat menguras pikiran dan tenaga karena setiap orang bisa saja memainkan urusan ini, dan orang lain terpancing untuk meresponsnya. Masing-masing punya alasan.
Yang satu mengatakan pengibaran bendera adalah hak Aceh seperti yang diatur dalam Undang-Undang Pemerintah Aceh. Yang lain beralasan, pengibaran adalah aksi ilegal. Karena bentuk bendera yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh mirip--kalau tak mau dibilang serupa--dengan bendera Gerakan Aceh Merdeka.
Di Nagan Raya, bendera bulan bintang berkibar. Di Meulaboh, Aceh Barat, juga. Kemarin di halaman mess Wali Nanggroe, bendera sama juga menampakkan wujud. Dikerek oleh para pendukungnya. Aparat keamanan pun segera bertindak. Polisi dan tentara segera menurunkan bendera ini agar tak berkibar. Karena dalam “buku panduan” yang ada hanya Merah Putih sebagai identitas bangsa.
Bagi Pemerintah Indonesia, pengibaran bendera Bulan Bintang adalah “kekalahan”. Baik dari sisi diplomasi maupun dari sisi negosiasi. Jurus menggantung bola yang dipakai tak bertahan lama, karena bola itu kini menggelinding, meluncur deras ke seluruh ranah Aceh. Membakar romantisme masyarakat dan bekas kombatan.
Di beberapa daerah, mulai muncul perlawanan terhadap bendera Bulan Bintang. Mereka yang menolak bahkan tak mau kalah mengeluarkan ancaman bagi para pengibar bendera. Kalau dipikir-pikir, persoalan ini seperti urusan hidup dan mati. Padahal selain Alquran dan hadis, semua bisa dicari jalan keluar.
Pemerintah harusnya segera mengambil sikap agar hal-hal seperti ini tidak menjadi bara api yang lebih memanaskan suasana menjelang perhelatan akbar politik, Pemilihan Kepala Daerah 2017. Pemerintah Aceh dan Pemerintah Indonesia harus kembali duduk--untuk terakhir kali--dan bersama-sama mencari jalan keluar yang mampu diterima.
Masyarakat dan seluruh lapisan, entah yang mendukung atau yang menolak, harus belajar menerima hasil keputusan ini. Karena keputusan yang akan diambil nanti adalah jalan keluar terbaik dari polemik bendera, yang semakin hari semakin memanaskan Aceh. Kasihan masyarakat, terus dibodoh-bodohi. Sementara memberikan kesejahteraan, yang menjadi tugas utama para pemimpin, tak kunjung dilaksanakan. (AJNN.Net)
Urusan ini bisa sangat menguras pikiran dan tenaga karena setiap orang bisa saja memainkan urusan ini, dan orang lain terpancing untuk meresponsnya. Masing-masing punya alasan.
Yang satu mengatakan pengibaran bendera adalah hak Aceh seperti yang diatur dalam Undang-Undang Pemerintah Aceh. Yang lain beralasan, pengibaran adalah aksi ilegal. Karena bentuk bendera yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh mirip--kalau tak mau dibilang serupa--dengan bendera Gerakan Aceh Merdeka.
Di Nagan Raya, bendera bulan bintang berkibar. Di Meulaboh, Aceh Barat, juga. Kemarin di halaman mess Wali Nanggroe, bendera sama juga menampakkan wujud. Dikerek oleh para pendukungnya. Aparat keamanan pun segera bertindak. Polisi dan tentara segera menurunkan bendera ini agar tak berkibar. Karena dalam “buku panduan” yang ada hanya Merah Putih sebagai identitas bangsa.
Bagi Pemerintah Indonesia, pengibaran bendera Bulan Bintang adalah “kekalahan”. Baik dari sisi diplomasi maupun dari sisi negosiasi. Jurus menggantung bola yang dipakai tak bertahan lama, karena bola itu kini menggelinding, meluncur deras ke seluruh ranah Aceh. Membakar romantisme masyarakat dan bekas kombatan.
Di beberapa daerah, mulai muncul perlawanan terhadap bendera Bulan Bintang. Mereka yang menolak bahkan tak mau kalah mengeluarkan ancaman bagi para pengibar bendera. Kalau dipikir-pikir, persoalan ini seperti urusan hidup dan mati. Padahal selain Alquran dan hadis, semua bisa dicari jalan keluar.
Pemerintah harusnya segera mengambil sikap agar hal-hal seperti ini tidak menjadi bara api yang lebih memanaskan suasana menjelang perhelatan akbar politik, Pemilihan Kepala Daerah 2017. Pemerintah Aceh dan Pemerintah Indonesia harus kembali duduk--untuk terakhir kali--dan bersama-sama mencari jalan keluar yang mampu diterima.
Masyarakat dan seluruh lapisan, entah yang mendukung atau yang menolak, harus belajar menerima hasil keputusan ini. Karena keputusan yang akan diambil nanti adalah jalan keluar terbaik dari polemik bendera, yang semakin hari semakin memanaskan Aceh. Kasihan masyarakat, terus dibodoh-bodohi. Sementara memberikan kesejahteraan, yang menjadi tugas utama para pemimpin, tak kunjung dilaksanakan. (AJNN.Net)
loading...
Post a Comment