AMP - Bertahun-tahun angkatan bersenjata
Filipina berupaya keras menghabisi kelompok militan Abu Sayyaf di
kawasan Mindanao, tapi sampai kini pasukan yang lebih senang disebut
Harakah Islamiyah itu tak juga tumpas. Semangat dan kemampuan tempur
mereka jadi faktor Abu Sayyaf bisa tetap bertahan.
Ali Fauzi Manzi, adik kandung Ali Imron, pelaku peledakan bom Bali
asal Lamongan, Jawa Timur, mengatakan, bagi milisi Abu Sayyaf, perang
adalah hal biasa. Bertahun-tahun mereka biasa menghadapi serangan
militer Filipina. "Mereka sudah biasa bertempur dan mereka enjoy. Perang dianggap hiburan," katanya dihubungi VIVA.co.id pada Rabu malam, 30 Maret 2016.
Fauzi menjelaskan, Abu Sayyaf adalah nama kelompok militan
Filipina, berdiri sendiri dari Moro Islamic Liberation Front (MILF),
organisasi militan lain yang berbasis di Filipina bagian selatan. "Abu
Sayyaf bukan nama orang. Nama ini berasal dari kata Arab: abu artinya bapak, sayyaf berarti pedang. Bapaknya pedang," ujarnya.
Kelompok Abu Sayyaf, kata Fauzi, berdiri digagas oleh Abdur Rajak
Janjalani. Setelah Rajak terbunuh, komando Abu Sayyaf digantikan
adiknya, Khadafi Janjalani. "Kemudian Khadafi meninggal tertembak juga,
termasuk bersama beberapa orang Indonesia waktu itu, lalu pimpinannya
diganti Rodulan Tsahirun.”
Kelompok Abu Sayyaf tersebar di beberapa daerah di Filipina bagian
selatan, seperti Basilan, Tawi-tawi, dan Sulu, yang berbatasan dengan
Malaysia. "Abu Sayyaf ini personelnya kebanyakan dari bangsa Sulu," kata
mantan instruktur bom Jamaah Islamiyah Wakalah Jawa Timur itu.
Sejak awal berdiri, kata Fauzi, Abu Sayyaf memang aktif dan
konsentrasi melakukan teror dengan cara membajak kapal laut, merampok,
dan lainnya. Bagi mereka, itu dilakukan sebagai cara untuk membeli
amunisi sebagai alat pertahanan. "Dan sepak terjang Abu Sayyaf lebih
hebat dibandingkan MILF dan MNLF yang memiliki personel lebih banyak,"
ujarnya.
Fauzi mengaku pernah diajak bergabung dengan Abu Sayyaf saat dia
masih aktif di kamp pelatihan militer MILF pada tahun 1994-1996 di
Mindanao, Filipina. Tapi Fauzi menolak. Waktu itu, kelompok Abu Sayyaf
masih seirama gerakan dengan MILF. "Saya juga pernah bersentuhan dengan
orang-orang Abu Sayyaf pada tahun 2002 sampai 2005," ujarnya.
Dengan sepak terjang seperti itu, Fauzi menyarankan pasukan
gabungan pembebasan 10 warga Indonesia awak kapal tugboat yang disandera
milisi Abu Sayyaf di Perairan Mindanao tidak sembarangan melakukan
serangan.
"Saya rasa jalur diplomasi perlu juga dilakukan, dengan
memanfaatkan tahanan-tahanan Abu Sayyaf yang ditahan pemerintah
Filipina, untuk bernegosiasi dengan mereka. Jadi tidak harus perang,"
kata Fauzi, yang kini lebih dikenal sebagai pengamat terorisme itu.(VIVA)
loading...
Post a Comment