Malik Mahmud Duduk di Kursi Mirip Raja |
AMP - Kekecewaan Aceh terhadap Pemerintah Pusat bukan saja terjadi pada perlawanan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tapi juga terjadi pada Pemberontakan DI-TII. Ada perjanjian Lamteh masa DI-TII yang hanya di atas kertas saja tanpa implementasi.
Kegigihan rakyat Aceh dalam menentang penjajahan sejak 1873 dengan Belanda sudah diakui dunia.
“Aceh menjadi daerah modal bagi Indonesia, bukan karena pesawat tapi Aceh membantu dengan tentaranya mengusir Belanda,” kata Wali Nanggroe Aceh, Paduka yang Mulia Malik Mahmud Al Hayta dalam seminar nasional Satu Dekade Perdamaian Aceh di Gedung AAC Dayan Dawod, Selasa (20/10/2015).
Malik Mahmud mengharapkan agar mahasiswa tidak lupa pada sejarah Aceh. “Kita harus mengenal diri kita sendiri sebagai orang Aceh. Bagaimana Aceh dalam Indonesia,” terang Wali Nanggroe dihadapan ratusan mahasiswa.
Kita punya perbedaan politik dengan Indonesia. Sudah 1200 tahun Aceh sebagai bangsa yang bermartabat. Penjajahan pertama sekali dengan Portugis saat menguasai malaka, tapi Aceh menentang dan Portugis tidak dapat berkembang.
Sejak itu Aceh memiliki hubungan dengan Kerajaan Turki Utsmaniyah yang merupakan kerajaan di Eropa terbesar saat itu.
Portugis tidak bisa mengalahkan Aceh dan kemudian datanglah Belanda, Inggris, Perancis dan Spanyol. Negara eropa itu datang untuk menguasai Asia Tenggara. Disitulah terjadi pertentangan Politik. Aceh Memainkan perannya dengan bersekutu dengan Inggris. “Kita punya hubungan dengan Inggris untuk menghadang Belanda,” kata Malik Mahmud.
Saat itu Indonesia dikuasai Belanda. Hanya Aceh yang masih merdeka. Lalu kemudian pada 28 Maret 1873, Belanda menyatakan perang dengan Kerajaan Aceh. Terjadilah perang selama 70 tahun sampai 1941 yang akhirnya Belanda dapat diusir dari Aceh.
Kemudian masuk Jepang. Menurut Wali Nanggroe Aceh, Negara Jepang hanya 3,5 tahun menguasai Aceh. Lalu terjadi Perang Dunia ke II, Bom Atom menghancurkan Kota Hiroshima. Waktu itu terjadi Perang Cumbok di Aceh yang menghayat hati karena perang saudara.
Kemudian Belanda ingin mencoba lagi menjajah Aceh tapi tidak berhasil. Waktu itu Aceh menjadi daerah integral Indonesia. Aceh membantu Indonesia berdiri. Kita sumbang pesawat terbang, bantuan tentara dengan senjata rampasan dari Jepang. Belanda tidak dapat mendarat di Aceh.
Setelah Indonesia jatuh ke Belanda, Aceh adalah bangsa yang tetap merdeka dengan Bendera Merah Putih tetap berkibar. Aceh menjadi daerah modal bagi Indonesia.
Disegi politik International, Aceh memberi kekuatan yang luar biasa kepada berdirinya Indonesia. Tapi sayang sekali, sesudah Indonesia merdeka, Pemerintah Pusat menempatkan Aceh di bagian Sumatera Timur. “Aceh merasa kecewa karena tidak diberi daerah istimewa,” terang Malik Mahmud.
Saat itu Indonesia baru berdiri. Kemudian di Aceh muncul perlawanan melalui Pemberontakan DI-TII pada 1953 sampai 1963. Lahirlah yang namanya Perjanjian Lamteh. “Sayangnya perjanjian itu hanya surat tidak diimplementasikan,” ujar Wali Nanggroe saat menjadi nara sumber dalam Seminar Nasional itu.
Aceh merasa kecewa walaupun dalam perjanjian Lamteh juga mengharapkan daerah Istimewa. Sesudah itu muncullah Gerakan Aceh Merdeka (GAM) karena kami kecewa dengan Pemerintah Pusat. Terjadilah konflik selama 30 tahun dengan GAM.
Tapi dengan adanya pertukaran pimpinan pemerintahan terjadilah berbagai perundingan-perundingan antara RI dan GAM.
Malik Mahmud mengatakan pada tahun 2000 ada Jeda Kemanusiaan bersama Hasan Wirajuda. Kita mendapat persetujuan Jeda Kemanusiaan tapi sayang konflik di lapangan masih terus terjadi sehingga perjanjian itu rusak.
Kemudian ada CoHA di Jepang juga gagal karena konflik di lapangan terus memuncak.
Pertukaran Presiden RI pada tahun 2004 mulai mendapatkan titik terang. Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama Jusuf Kalla sangat ingin agar konflik Aceh segera berakhir.
Akhir tahun 2004, Aceh diporak-porandakan oleh gempa dan gelombang tsunami. Kata Malik Mahmud, Negara Amerika Serikat, Jepang sangat giat meminta agar konflik bersenjata di Aceh selesai.
“Kami menyatakan perundingan di Helsinki yang dimediasi oleh Presiden Finlandia, Marty Ahtisaari. Dalam lima kali pertemuan dan akhirnya kita setuju penandatanganan MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005,” ungkap Malik.
Seterusnya Aceh telah aman dan telah dibentuk AMM untuk mengawal proses perdamaian ini. Kemudian tahun 2006 lahirlah Undang-Undang Nomor 11 Tentang Pemerintah Aceh. Selanjutnya sebagian telah diimplementasikan dalam Peraturan Presiden, Keputusan Presiden dan Qanun Aceh yang menjadi hukum positif antara hukum di Indonesia untuk kondisi Aceh kedepan.
Kemudian Perdamaian Aceh ini menjadi contoh bagi negara-negara lain didunia. Wali Nanggroe menyebutkan Colombia, Thailand dan Philiphina yang pernah datang ke Aceh menanyakan bagaimana menyelesaikan konflik bersenjata. [acehterkini.com]
Kegigihan rakyat Aceh dalam menentang penjajahan sejak 1873 dengan Belanda sudah diakui dunia.
“Aceh menjadi daerah modal bagi Indonesia, bukan karena pesawat tapi Aceh membantu dengan tentaranya mengusir Belanda,” kata Wali Nanggroe Aceh, Paduka yang Mulia Malik Mahmud Al Hayta dalam seminar nasional Satu Dekade Perdamaian Aceh di Gedung AAC Dayan Dawod, Selasa (20/10/2015).
Malik Mahmud mengharapkan agar mahasiswa tidak lupa pada sejarah Aceh. “Kita harus mengenal diri kita sendiri sebagai orang Aceh. Bagaimana Aceh dalam Indonesia,” terang Wali Nanggroe dihadapan ratusan mahasiswa.
Kita punya perbedaan politik dengan Indonesia. Sudah 1200 tahun Aceh sebagai bangsa yang bermartabat. Penjajahan pertama sekali dengan Portugis saat menguasai malaka, tapi Aceh menentang dan Portugis tidak dapat berkembang.
Sejak itu Aceh memiliki hubungan dengan Kerajaan Turki Utsmaniyah yang merupakan kerajaan di Eropa terbesar saat itu.
Portugis tidak bisa mengalahkan Aceh dan kemudian datanglah Belanda, Inggris, Perancis dan Spanyol. Negara eropa itu datang untuk menguasai Asia Tenggara. Disitulah terjadi pertentangan Politik. Aceh Memainkan perannya dengan bersekutu dengan Inggris. “Kita punya hubungan dengan Inggris untuk menghadang Belanda,” kata Malik Mahmud.
Saat itu Indonesia dikuasai Belanda. Hanya Aceh yang masih merdeka. Lalu kemudian pada 28 Maret 1873, Belanda menyatakan perang dengan Kerajaan Aceh. Terjadilah perang selama 70 tahun sampai 1941 yang akhirnya Belanda dapat diusir dari Aceh.
Kemudian masuk Jepang. Menurut Wali Nanggroe Aceh, Negara Jepang hanya 3,5 tahun menguasai Aceh. Lalu terjadi Perang Dunia ke II, Bom Atom menghancurkan Kota Hiroshima. Waktu itu terjadi Perang Cumbok di Aceh yang menghayat hati karena perang saudara.
Kemudian Belanda ingin mencoba lagi menjajah Aceh tapi tidak berhasil. Waktu itu Aceh menjadi daerah integral Indonesia. Aceh membantu Indonesia berdiri. Kita sumbang pesawat terbang, bantuan tentara dengan senjata rampasan dari Jepang. Belanda tidak dapat mendarat di Aceh.
Setelah Indonesia jatuh ke Belanda, Aceh adalah bangsa yang tetap merdeka dengan Bendera Merah Putih tetap berkibar. Aceh menjadi daerah modal bagi Indonesia.
Disegi politik International, Aceh memberi kekuatan yang luar biasa kepada berdirinya Indonesia. Tapi sayang sekali, sesudah Indonesia merdeka, Pemerintah Pusat menempatkan Aceh di bagian Sumatera Timur. “Aceh merasa kecewa karena tidak diberi daerah istimewa,” terang Malik Mahmud.
Saat itu Indonesia baru berdiri. Kemudian di Aceh muncul perlawanan melalui Pemberontakan DI-TII pada 1953 sampai 1963. Lahirlah yang namanya Perjanjian Lamteh. “Sayangnya perjanjian itu hanya surat tidak diimplementasikan,” ujar Wali Nanggroe saat menjadi nara sumber dalam Seminar Nasional itu.
Aceh merasa kecewa walaupun dalam perjanjian Lamteh juga mengharapkan daerah Istimewa. Sesudah itu muncullah Gerakan Aceh Merdeka (GAM) karena kami kecewa dengan Pemerintah Pusat. Terjadilah konflik selama 30 tahun dengan GAM.
Tapi dengan adanya pertukaran pimpinan pemerintahan terjadilah berbagai perundingan-perundingan antara RI dan GAM.
Malik Mahmud mengatakan pada tahun 2000 ada Jeda Kemanusiaan bersama Hasan Wirajuda. Kita mendapat persetujuan Jeda Kemanusiaan tapi sayang konflik di lapangan masih terus terjadi sehingga perjanjian itu rusak.
Kemudian ada CoHA di Jepang juga gagal karena konflik di lapangan terus memuncak.
Pertukaran Presiden RI pada tahun 2004 mulai mendapatkan titik terang. Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama Jusuf Kalla sangat ingin agar konflik Aceh segera berakhir.
Akhir tahun 2004, Aceh diporak-porandakan oleh gempa dan gelombang tsunami. Kata Malik Mahmud, Negara Amerika Serikat, Jepang sangat giat meminta agar konflik bersenjata di Aceh selesai.
“Kami menyatakan perundingan di Helsinki yang dimediasi oleh Presiden Finlandia, Marty Ahtisaari. Dalam lima kali pertemuan dan akhirnya kita setuju penandatanganan MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005,” ungkap Malik.
Seterusnya Aceh telah aman dan telah dibentuk AMM untuk mengawal proses perdamaian ini. Kemudian tahun 2006 lahirlah Undang-Undang Nomor 11 Tentang Pemerintah Aceh. Selanjutnya sebagian telah diimplementasikan dalam Peraturan Presiden, Keputusan Presiden dan Qanun Aceh yang menjadi hukum positif antara hukum di Indonesia untuk kondisi Aceh kedepan.
Kemudian Perdamaian Aceh ini menjadi contoh bagi negara-negara lain didunia. Wali Nanggroe menyebutkan Colombia, Thailand dan Philiphina yang pernah datang ke Aceh menanyakan bagaimana menyelesaikan konflik bersenjata. [acehterkini.com]
loading...
Post a Comment