AMP - Tergerak dari
kiat dan semangatnya pemuda / santri dan umat Islam di Bireun maka dipandang perlu
untuk dapat mewujudkan agar muncul “Ulil Amri” yang layak dan sesuai dengan
agama ini.
Sejarah Islam dan riwayat perjalanan
kisah para Khulafaur-Rasyidin yang memegang kendali negeri, kemudian mengingat Aceh
sejak dari masa kesultanan dulu telah menjadikan posisi ulama lebih tinggi
kedudukan dalam hal akherat dan sebanding dalam roda kepemimpinan dengan umara.
Maka tepat rasanya jika Ulil Amri itu
dipimpin oleh orang-orang yang berilmu lagi bertaqwa.
Sehubungan dengan wacana ataupun kabar
yang datang dari Kota Juang (Bireun) mengabarkan bahwa salah seorang ulama terkemuka
di kabupaten tersebut akan mencalonkan diri sebagai Calon Bupati mendatang maka
menurut hemat penulis rasanya tepat untuk didukung oleh seluruh umat lslam.
Dengan
harapan agar negeri yang dipimipinnya kelak bisa konsen dengan moral bangsa dan
syariat agamanya.
Perlu disadari dalam suatu negeri itu
yang wajib dibangun itu bukan saja fisiknya tapi melainkan adalah mental yang
harus selalu bersinergi. Kepemimpinan ulama tidak tabu bagi umat lslam karena
dahulu telah dicontohkan oleh Rasulullah beserta para Sahabatnya. Bila
dikatakan ulama maka dapat juga menjadi umara dan sebaliknya tapi itu
tergantung dari tingkat ketaqwaan dan kepintaran masing-masing.
Perlu dapat diantisipasi bila di
zaman ini ada calon atau pemimpin-pemimpin negeri yang telah menduduki kuris
Umara ia tidak memberikan posisi strategis tersebut kepada
penasehat-penasehatnya (ahli ilmu /ulama) maka niscaya negeri tersebut akan
hancur berantakan itu sebagai wujudnya yang telah mendurhakai agama.
Agama Islam mengajarkan orang-orang
bila telah durhaka dan enggan taat selalu tertimpa rasa takut, khawatir dan
rizki yang sulit. Beda halnya dengan orang yang beriman dan bertakwa. Maka
lihatlah bagaimana suatu negeri ditimpa berbagai krisis, bencana dan musibah,
sebab utama adalah karena mereka durhaka pada Allah.
Bentuk kedurhakaan terbesar adalah mulai dari perbuatan ingkar pada Allah, itulah yang terjadi pada suatu negeri jika mereka semakin jauh dari Allah, musibah demi musibah akan menerpa mereka.
Allah Ta’ala berfirman:
Bentuk kedurhakaan terbesar adalah mulai dari perbuatan ingkar pada Allah, itulah yang terjadi pada suatu negeri jika mereka semakin jauh dari Allah, musibah demi musibah akan menerpa mereka.
Allah Ta’ala berfirman:
وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آَمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
“Dan Allah telah membuat suatu
perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya
datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya
mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka
pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat”
(QS. An Nahl: 112).
Walau di masa ini masyarakat Aceh yang hidup dalam roda modernisasi sedikit meninggalkan ketaqwaannya dan tidak sama dengan masa lalunya, namun Aceh telah membuktikan diri sejak beberapa dekade rakyatnya patuh kepada aturan agama dan pemerintah maka Aceh dikenal sebagai negeri Serambi Mekah yang sejahtera.
Lalu apa yang
menyebapkan Agama dan Politik tidak dapat dipisahkan?
Satu aspek
terbesar yang memainkan peranan dalam kehidupan manusia sejagat adalah politik.
Hendak atau tidak, politik tetap berlaku dalam kehidupan setiap insan bagi
menjadikan kehidupan mereka normal dan teratur.
Segala masalah
yang berlaku dalam masyarakat pada masa ini adalah berlaku akibat politik
Politik yang tercipta dari perbuatan manusia sendiri ini mestilah mempunyai
panduan supaya tidak terkeluar dari landasannya.
Agamalah satu-satunya panduan yang dimaksudkan
ini, dan ia merupakan suatu pemberian dari Pencipta yang sudah tentu mengetahui
segala-galanya tentang ciptaannya lebih dari ciptaannya itu sendiri.
Apabila politik
yang dilakukan manusia dan panduannya agama yang dicipta oleh Tuhan dipisahkan,
maka segala kebuntuan terhadap masalah yang melanda umat manusia kini tidak
dapat diselesaikan.
Tidak kiralah
sama ada politik itu dilihat dari segi pemerintahan atau kehidupan manusia.
Jadi wajarlah
dikatakan bahawa politik dan agama itu tidak dapat dipisahkan dan sudah tentu
agama yang dimaksudkan di atas merupakan agama yang dicipta oleh Allah s.w.t
dan bukannya agama yang dicipta oleh manusia sendiri.
Agama sebagai satu kepercayaan
dan pegangan merupakan tunjang kepada semua aspek kehidupan termasuklah aspek
politik . Apa sahaja yang kita lakukan perlulah mengikuti jalan-jalan yang
disyorkan oleh agama. Jika ianya bertentangan , sudah pasti akan terdapat
masalah dan kerumitan yang bakal timbul.
Sebagai
lanjutan, politik bertolak daripada aqidah dan juga berasaskan tasawur yang
tetap dan syumul. Dari sinilah, Islam tidak terpisah daripada politik dan
politik tidak tersisih daripada agama . Hakikat inilah yang melahirkan suatu
ungkapan yang menggambarkan suatu rumusan yang diakui oleh umat Islam secara
ijma’ yakni Islam din wa Dawlah.
Apa yang ada dalam agama sehingga
menyebabkan politik tidak tersisih daripadanya? Hal yang demikian mungkin
menyebabkan kita tertanya-tanya . Di dalam agama terdapat aqidah yang mendukungnya.
Aqidah merupakan asas dalam agama, jika aqidah itu pincang , maka pincanglah
agama itu.
Masalah yang mungkin akan timbul akibat
pemisahan antara Politik dan Agama.
Pemisahan
sesuatu perkara daripada induknya akan mendatangkan masalah dan kerumitan. Hal
ini sememangnya akan berlaku jika politik itu tidak berada di bawah dasar agama
. Pastinya arah dan haluan politik itu sendiri akan terumbang ambing. Rintangan
dan halangan yang tertentu akan menjadikan politik itu hanyut ditelan masa.
Kemelut ini akan terus berpanjangan jika ianya tidak di ambil tindakan yang
segera.
Masalah yang bakal timbul adalah
wujud ketidakadilan dalam politik. Bagi setiap insan di bumi ini termasuklah
yang sempurna ataupun yang tidak sempurna mempunyai hak masing-masing.
Hak mereka ini tidak boleh
dicerobohi mahupun dicemari. Jika politik itu tidak berpandukan kepada agama,
yang kuat akan menindas yang lemah, hal yang sedemikian tidak sepatutnya
terjadi.
Apa yang terjadi sepatutnya
adalah yang kuat membela yang lemah . Perkara sedemikian berlaku disebabkan
oleh ketidakadilan yang menunjangi kehidupan . Natijahnya, tiada kesudahan bagi
perkara ini. Mana yang hak dan yang batil tidak akan dapat ditentukan perbedaannya.
Pendek kata, keburukan yang
timbul adalah daripada keserakahan mencapai kemajuan duniawi dan kerana
revolusi oknum-oknum dan golongan yang tidak sabar akan hukum moral dan
ketertiban
Semoga Aceh
kelak dapat mewujudkannya kembali pemimpin-pemimpin yang cakap dan bertaqwa seperti masa sultan Iskandar Muda yang
memberikan posisi ulama besar dalam kepemerintahan agar terciptanya kestabilan
kehidupannnya di dunia wal-alherat, menjadi negeri yang "baldatun thayyibatun
warabbul ghafur". (mudhiatulfata.com)
loading...
Post a Comment