AMP - "Politik Bukanlah Sekedar Soal Kekuasaan, tapi soal keseharian rakyat yang nyata di depan matanya" Adagium politik Jokowi sebenarnya adalah "penyederhanaan persoalan-persoalan politik", ia membawa politik bukan lagi menjadi "persaingan dewa dewa langit, tapi menjadi 'persoalan keseharian', keterlibatan rakyat, partisipasi rakyat, kejelasan dan paparan yang terbuka soal persoalan persoalan yang membawa dampak ke masyarakat luas, selalu jadi perhatian utamanya. Kadang banyak orang menganggap Jokowi ini terlalu sederhana, tapi ya memang dia amat sederhana sehingga karena sikapnya yang simpel itu justru membuat banyak politisi politisi yang ditunggangi pengusaha berjiwa bandit malah tergusur dengan cara yang manis.
Jokowi harus menghadapi banyak area area yang sudah dikuasai banyak mafia, seperti mafia ikan (pencurian besar besaran ikan), mafia pangan (yang menguasai jalur pangan dan tetap menjadikan pangan amat mahal lewat kuasa kartel) sampai pada mafia listrik (dimana proyek proyek listrik dikuasai untuk tetap jadi mahal dan tidak berpihak pada rakyat). Jokowi memberikan perhatian yang amat tinggi pada soal Listrik. Berbeda dengan SBY yang di masa lalu mengobar ngobarkan semangat "Hemat Listrik", Jokowi malah menekankan bukan penghematan, tapi guyuran listrik ke banyak wilayah bisa memajukan ekonomi, memajukan kecerdasan anak bangsa, bisa memperkuat tugas-tugas negara dalam amanat konstitusi, inilah yang ditekankan Jokowi bahkan sejak awal kampanye politiknya di tahun 2014. Dalam Nawa Cita poin ke 6 dan ke 7 : Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Akar-akar ekonomi disodorkan Jokowi sebagai penawaran politik dan jadi indikator keberhasilan Jokowi, dalam membangun dasar dasar pendorong ekonomi rakyat. Pembangunan jaringan jalan, jaringan pelabuhan laut, jaringan bandara-bandara kecil tapi efektif dan jaringan listrik adalah gabungan dari kerja rezim Jokowi yang dilakukan secara massif tapi terarah.
Namun memang fakta lapangan menunjukkan Jokowi harus juga bermain politik yang cantik, sebagai politisi yang muncul tiba-tiba, tentunya Jokowi amat polos dan masih mencari pemetaan kekuatan politik yang berkelindan dengan modal begitu mencengkeram negara dan permainan permainan dalam banyak proyek yang dikuasai para pemodal dan punya kesejarahan dalam permainan di banyak proyek negara. Ada satu entitas di BUMN yang amat penting peranannya dan menjadi taruhan penting bagi kemajuan ekonomi nasional karena memegang soal listrik, yaitu : PLN. Sudah jadi rahasia umum, PLN (Perusahaan Listrik Negara) jadi sasaran para mafia, lantai dasar di kantor PLN dipenuhi para makelar, PLN sendiri lebih merupakan sarang calo ketimbang Perusahaan Listrik Nasional, untuk itulah Jokowi sejak awal memerintah melakukan sasaran utama pembenahan sektor listrik lewat pembentukan Direksi PLN yang profesional untuk menghadapi para mafia dan calo, juga membersihkan internal administrasi PLN, pilihan Jokowi saat itu ialah orang yang mengerti benar dunia keuangan, dan data yang masuk di meja Jokowi lalu dipilihnya adalah Sofyan Basir. Namun dalam perjalanannya gejolak terus bermunculan, karena ketika Sofyan dipasang Jokowi sebagai penghadang para mafia dan calo yang berkeliaran di PLN, serangan dilakukan bermacam macam , bahkan beberapa hari terakhir Sofyan diminta mundur oleh salah satu ring satu Jokowi, yang juga berkepentingan terhadap proyek proyek PLN. Presiden saat itu menginginkan "Pembersihan di tubuh PLN" untuk itu ia harus membangun rezim PLN yang kuat dan jauh dari kepentingan bohir proyek dan calo proyek. Namun disisi lain, Jokowi juga harus bermain cantik terhadap rebutan proyek yang dilakukan orang-orang disekelilingnya, sejauh ini sudah jadi rahasia umum bahwa Jusuf Kalla dan Luhut Binsar Panjaitan, punya banyak proyek di PLN. Presiden menjaga jarak dari semua itu dan melemparkan persoalan ini kepada profesional PLN yang dibentuknya. Ada Apa Dengan PLN ?
Dilema bagi kepemimpinan Jokowi adalah dia berada dalam lingkaran kekuasaan yang saling berebut proyek. Jokowi paham karena memang dia baru berada dalam tahapan seperti ini, namun Jokowi harus bermain cantik untuk mengungkap segala bentuk permainan dan diserahkan ke masyarakat, "ada apa sebenarnya?" sudah jadi gaya memerintah Jokowi bila ia mendapatkan situasi "deadlock" maka persoalan itu disodorkan ke masyarakat dengan cara yang smooth tapi kemenangan berpihak pada rakyat. Dipilihnya Sofyan Basir sebagai Dirut PLN, sebelumnya ia adalah Direktur PLN sebenarnya mengejutkan banyak pihak, pengganti Sofyan Basir sebagai dirut BRI adalah Asmawi Syam- Asmawi juga dikenal sebagai orang-nya Jusuf Kalla- . Saat itu pertimbangan Jokowi memilih Sofyan Basir karena Sofyan dinilai sebagai Bankir yang paham prinsip kehati-hatian.
Di satu pertemuan saat nama Sofyan Basir naik ke atas, Jokowi pernah berkata bahwa "kita harus memilih orang yang tepat untuk menjalani banyak proyek proyek besar" dan jadi pandangan Jokowi pula, yang cocok menangani Proyek besar PLN adalah orang Bankir, karena punya kemampuan menganalisa, membaca study kelayakan (feasible study/fs), mempunyai prinsip kehati-hatian dalam mengeksekusi proyek besar.
Selain itu Presiden Jokowi menilai keberhasilan Sofyan Basir dalam menangangi BRI menjadi acuan penilaiannya, dia memandang Softyan amat mengerti persoalan persoalan rakyat banyak di lapangan, karena memang karakteristik BRI adalah Bank Rakyat yang mampu masuk ke segala pelosok wilayah Indonesia, jadi pemetaan persoalan rakyat yang amat mikro, "Banker BRI adalah Jagonya". PLN punya masalah yang sama, kecermatan persoalan mikro dalam membangun PLN adalah bagian landasan Presiden Jokowi meminta pada Menteri BUMN untuk memilih Sofyan Basir. Dan memang pada akhirnya Sofyan Basir terpilih jadi Dirut PLN.
Publik awalnya mengira bahwa Sofyan Basir akan jadi "boneka proyek" kelompok Jusuf Kalla, karena barter jabatan dengan Asmawi Syam, tapi pada akhirnya di lingkaran elite BUMN sudah jadi pembicaraan publik bahwa Sofyan Basir keukeuh menjalankan PLN secara profesional dan meminta kelompok proyek yang ada kaitannya dengan JK untuk "tau diri". Tapi pertarungan semakin keras, bahkan JK sampai dua kali kepada Presiden Jokowi meminta Sofyan Basir diberhentikan dan Jokowi tetap menggeleng gelengkan kepala menolak permintaan JK. Ada ucapan terkenal di kalangan elite BUMN siapa sebenarnya dibelakang Sofyan Basir, yang dijawab tegas : "Di jaman SBY ya pemimpin saya SBY, di jaman Jokowi pemimpin saya ya Jokowi". Disini menjelaskan mosaik kekuatan PLN saat ini memang sedang bertarung banyak kepentingan, dan Sofyan Basir berada di tengah tengah untuk menjaga semua keseimbangan tapi tujuan akhirnya adalah memenangkan politik anggaran Jokowi dalam soal energi listrik. Salah satu amanat penting Presiden Jokowi adalah membangun paradigma baru : "Indonesia Centris" bukan lagi "Java Centris" dalam persoalan listrik di Indonesia seperti paradigma yang dibangun pemerintahan militeristik Orde Baru. Sampai sekarang ini "Jawa" mendapatkan guyuran listrik besar besaran, sementara wilayah lain tidak. Itu yang jadi pikiran Jokowi. "Pembangunan harus diarahkan kepada wilayah wilayah baru, sehingga ruang hidup manusia Indonesia semakin luas dan tidak terpusat di Jawa saja", kredo pembangunan itu amat diyakini Presiden Jokowi.
Sekarang muncullah apa yang diributkan yaitu : Proyek 35.000 MW yang kemudian apa keinginan Presiden untuk memperluas jaringan listrik di luar Jawa malah dipelintir jadi sarang perebutan Proyek, utamanya sekali Sudirman Said dimana posisi politik Sudirman Said (SS) berkaitan erat dengan posisi Jusuf Kalla. Keinginan keras Sudirman Said mengambil alih Proyek 35.000 MW adalah untuk melayani kepentingan proyek proyek Jusuf Kalla, sementara Sofyan Basir melihat saat tender sampai penentuan pemenang tender harus didasarkan pada prinsip kehati-hatian, bahkan pembatalan tender bisa jadi penting karena itu kewenangan direksi dalam melihat kelayakan project.
Sudirman Said menuding Sofyan Basir dianggap tidak mampu menjalankan project tapi sebenarnya adalah usaha penggusuran Sofyan Basir adalah menggantikan rezim PLN untuk melayani kepentingan proyek proyek yang ada kaitannya dengan pejabat tinggi negara. Namun karena disekitaran PLN bermunculan banyak mafia, yang lebih mengarahkan Jawa sebagai pusat guyuran listrik membuat paradigma ini hancuir berantakan di tangan kelompok para bandar yang menggerakkan "boneka regulasinya" di pemerintahan.
Direksi PLN Melawan Para Makelar Kelompok Profesional seperti Sofyan Basir dan beberapa direksi PLN, bekerja agar PLN profesional. Dan tidak membuang buang uang untuk kesalahan kebijakan soal listrik dalam pembangunan proyek, sudah jadi cerita cerita yang biasa didengar bahwa banyak pembangkit listrik tidak jadi dibangun karena banyak pengusaha bodong yang ikut bermain, mereka mengajukan tender dengan pembiayaan sepenuhnya di back up perbankan, padahal bila mereka menang tender dalam pembangunan pembangkit listrik (Power Plant), dana menunggu cair dan mereka sama sekali tidak berbuat apa apa, sehingga beslit kemenangan tender hanya jadi semacam wallpaper tak berguna, inilah yang harus dihindari. Kendala utama soal proyek proyek besar biasanya pembebasan lahan, ini yang jadi perhatian penting Jokowi di segenap project-projectnya. Ia tak mau Project jadi mangkrak karena permainan korupsi, juga kesalahan dalam melakukan persetujuan proyek.
Di masa lalu banyak sekali project mangkrak ada 34 project di PLN mangkrak akibat ketidakdisiplinan dalam menjalankan tahapan pembangunan ataupun juga ketiadaan dana. (baca : Project Mangkrak) penertiban ini dilakukan oleh pihak direksi PLN. Banyak pemenang tender tidak mempunyai kemampuan financial closing setelah persetujuan proyek dijalankan, bahkan terjadi jual beli beslit tender yang banyak ngaconya. Keadaan ini benar-benar buruk dalam industri listrik nasional, perbaikan tegas ini diperbaiki oleh direksi PLN, dengan syarat equity 30%, 10% buat Performance Bond, dan 10% dialirkan ke Project Development Account ke Bank Pemerintah.
Jelas hal ini membuat marah banyak makelar dan pengusaha abal-abal, karena mereka tidak lagi dapat mengakses project, ada yang bilang "Kalau masuk ke Bank Pemerintah Indonesia, dana kita ini sangat beresiko, karena Indonesia Country Risk-nya tinggi" tapi anehnya mereka mau bangun investasi di negara yang country risk-nya tinggi.
Kebijakan persyaratan tender inilah yang kemudian jadi alat serang banyak sindikat proyek listrik berkumpul dan menyerang dewan direksi PLN. Empat Persoalan Yang Dihadapi PLN Publik perlu tahu bahwa PLN saat ini dikepung pemain pemain proyek yang membuat rancu jalannya proyek. Dalam jenjang permainan proyek ada empat persoalan yang jadi perhatian untuk dibereskan : Makelar Proyek Grup Besar Pemilik Proyek Pemilik Genset Sewa Makelar Batubara Makelar Proyek : Sindikat Makelar Proyek PLN bukan orang orang sembarangan, mereka berpusat di satu person yang punya karakter kuat, lalu kaki tangannya menyebar kemana mana, di internal PLN sampai pada "Pendengar Proyek". Mereka menguasai semua aliran data tender, dan dimasukkan ke dalam kelompok mereka sendiri, jadi proses tender dibantai tidak profesional dan diarahkan untuk kepentingan tertentu saja.
Mereka mempunyai akses data yang sangat akuratdari internal PLN. Peserta tender, preservation tender, penilaian penawaran yang masuk, serta hasil tender, bisa didapat oleh mereka secara real time. Dengan akses data dan kekuasaan untuk mengatur tender, mereka dapat mengatur pemenang tender di proyek-proyek pembangkit listrik yang nilainya sampai puluhan trilyun. Sebut saja Toni Feng, Toti, HadiBil’id, Wilawati, Miska, dan masih banyak lagi yang lainnya. Para makelar ini mengamankan proyek dari segala sisi, termasuk meminta dukungan dari anggota parlemen dan pejabat-pejabat negara. Presiden Jokowi sudah mendapatkan data permainan ini dan memerintahkan agar PLN dibersihkan dari kelompok ini, Presiden tidak ingin biaya listrik menjadi mahal karena permainan para makelar dalam mengakses dan mengatur tender.
Manajemen baru PLN melawan keadaan ini, harusnya juga segera dibuka bagaimana para makelar bila berhadapan dengan manajemen dan mendapatkan benturan mereka bisa bermain dan mengarahkan parlemen seperti dalam membentuk Panja dan melakukan intervensi proyek pada pengambilan keputusan manajemen PLN. Pemilik Besar Proyek Ada satu yang kurang laik rasanya bila melihat pejabat negara terafiliasi dalam proyek proyek besar negara, tapi sudah jadi rahasia umum bahwa keluarga Jusuf Kalla bermain dalam proyek proyek PLN, termasuk memaksa 35.000 megawatt sebagai bagian dari proyek keluarganya, inilah kenapa Sudirman Said yang dikenal sebagai orangnya JK, memaksa mengambil alih 35.000 megawatt untuk kepentingan project keluarga JK di PLN. Sementara pihak Sofyan Basir menolak karena dianggap tidak layak dan sarat kepentingan.
Di kalangan internal PLN, terkenal sindiran "Family Project" sebagai "JK Clown" anak anak muda cerdas di PLN menolak adanya pejabat tinggi negara malah maen proyek tapi memang faktanya perusahaan yang terafiliasi JK di PLN amat banyak. Awalnya Keluarga Kalla di Proyek PLN bermain di PLTA (pembangkit listrik tenaga air), kemudian merambah ke pembangkit batu bara dan gas. Ketika masalah tarif pembelian listrik dari PLTMH mencuat, group inilah yang berperan besar dalam mendorong kenaikan tarifnya. Tarif listrik dari PLTMH dipatok dalam US dollar, padahal biaya proyeknya dalam rupiah.
Hal ini pun tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk melakukan transaksi dalam rupiah. Kalau bukan karena tekanan dari RI 2, tidak mungkin menteri ESDM beserta Dirjennya ngotot agar PLN mau membeli dengan harga yang tinggi dan menjanjikan adanya subsidi dari negara. Dari sekian banyak PLTMH, pemiliknya hanya segelintir orang saja. Jika ditelusuri lebih lanjut, satu orang terbukti memliki puluhan pembangkit.
Dalam hal ini yang terjadi adalah negara mensubsidi pengusaha, bukan memberikan subsidi kepada rakyat. Baca juga (Sudirman Said Sang Penjaga Kepentingan JK ) Perlu dicatat : Group Dewi Hikam yang juga kolega RI 2, memiliki banyak pembangkit batubara. Publik dan Pers harus bisa bertanya dengan kritis soal ngototnya Sudirman Said mengambil alih Project 35.000 Megawatt ini untuk kepentingan siapa?, apa kepentingan visi Presiden Jokowi atau hanya merebut Proyek saja dan pihak Sofyan Basir tidak jadi penghalang niat Sudirman Said. Karena kritisi ini penting untuk mengungkap ke depan publik, kejujuran pejabat publik dalam menjaga kepentingan rakyat dan rakyat tidak sengsara seperti di Nias yang sampai saat ini masih krisis listrik, begitu juga di hampir seluruh kota kota di Sumatera.
Pemilik Genset Sewa Pemain pemain di Proyek PLN ini ada juga pengusaha genset sewa, usaha ini jadi trend di proyek PLN pada jaman Dahlan Iskan, saat itu niat Dahlan Iskan memang benar, karena "rakyat tidak bisa menunggu listrik" dan dengan gerak cepat, Boss Jawa Pos ini melakukan pembelian pembelian genset serta jadi hits saat dia menjabat sebagai Dirut PLN dan kemudian Menteri BUMN yang amat atraktif.
Namun niat baik Dahlan Iskan justru berdampak buruk karena kemudian timbullah kartel mafia penyewa genset yang kemudian menjadi lawan dari proyek proyek PLN yang dibangun dengan permanen. Kebijakan "Manajemen Energy Ala Genset" ini memancing bisnis penyewaan genset marak berkembsng di PLN. Demikian juga halnya bisnis pasokan BBM. Dengan 6.000 MW genset yang disewa PLN selama bertahun-tahun, maka jutaan liter BBM yang diperlukan PLN per tahunnya. Sewatama, Navigat (yang kemudian berubah namanya menjadi Max Power), APR, KutilangPaksi Mas, adalah nama-nama perusahaan yang mendominasi pasokan genset sewa dan BBM. Dengan kebijakan Manajemen baru PLN yang memangkas genset sewa, tentu saja membuat gerah para genset sewa dan pemasok BBM. Upaya-upaya yang dilakukan untuk menghambat pasokan listrik dari pembangkit milik PLN. Permasalahan di Sumatera Utara dapat memberikan gambaran kekuatan mafia ini. Pembangkit batu bara milik PLN di Sumatera Utara seperti dibiarkan saja supaya tidak beroperasi, agar sewa genset dapat terus diperpanjang. Ketika manajemen baru memperbaiki pembangkit batu bara tersebut dan dapat memasok listrik untuk Sumut, tower-tower Transmisi yang mengalirkan listrik dari pembangkit tersebut digergaji hingga rubuh. Pada akhir tahun lalu, ada 7 Tower yang rubuh karena digergaji di bagian bawahnya, dan 12 Tower lainnya yang nyaris rubuh.
Begitu kerasnya perlawanan mafia ini agar listrik tidak mengalir ke Sumut, supaya sewa genset dan pasokan BBM masih terus diperlukan. Makelar Batubara Ada lagi problematika PLN yang rumit, yaitu praktek perburuan rente yang gila gilaan soal pasokan batubara. Harga Batubara jadi amat mahal, batubara tidak dibeli sendiri ke pemilik tambang tapi melalui banyak tangan, ke para makelar.
Karena sudah mendapatkan konsesi atas permainan makelar ini dimana juga banyak pejabat pejabat negara jadi trader batu bara, harga batubara amat mahal dibeli PLN dan jumlah kalori yang amat dibawah persyaratan PLN, karena batubara kualitasnya jelek maka mesin pembangkit menjadi kerap rusak. Manajemen baru PLN melihat ini jadi beban biaya tinggi, mereka lantas mengambil kebijakan membereskan para makelar batubara, tembakan langsung dilakukan Sofyan Basir adalah menghentikan jalannya PT PLN Batubara (PLNBB), menurut Sofyan inilah biang dari pemborosan di PLN.
Ketika kebijakan itu dilakukan, sontak para makelar juga pejabat pejabat negara yang terlibat dalam bisnis perdagangan batubara hancur berantakan, mereka kehilangan sumber duit mereka, padahal gara gara kerjaan mereka, harga listrik menjadi mahal dan bikin susah rakyat juga secara brutal merampok uang PLN. Problem problem parasit ini dibereskan Sofyan Basir dan PLN menghemat 39 trilyun, dana 39 trilyun ini bukan angka maen maen, inilah sedikit angka yang jadi bancakan para bandit listrik. Sofyan Basir Berusaha Ditendang Jusuf Kalla Tapi Dibela Jokowi Bagaimanapun manajemen PLN melakukan gebukan gebukan ke arah empat kelompok ini, terjadi penghematan 39 trilyun duit PLN dihemat dan diarahkan ke soal yang benar. Tapi tentu saja para mafia marah.
Dan berusaha mencopot Sofyan Basir, beberapa sumber menyebut bahwa Presiden Jokowi membela Sofyan, tapi dengan cerdik Jokowi juga bilang "soal 35.000 megawatt" diselesaikan, dengan pancingan ucapan Jokowi ini malah keluar sendiri akal akalan Sudirman Said untuk ambil alih Project 35.000 Megawatt dari tangan PLN, yang jadi pertanyaannya siapakah yang mau dijagokan dalam proyek Sudirman Said? Kabar santer dua kali Jusuf Kalla meminta Presiden memberhentikan Sofyan Basir harus juga diungkap ke publik, kenapa JK yang banyak terafiliasi dengan proyek PLN malah berusaha menggeser Sofyan Basir. Kelemahan Sofyan Basir adalah dia terlalu tak banyak blak blakan mengungkap kejanggalan di PLN, beda karakter dengan Dahlan Iskan eks Dirut PLN yang mampu menjabarkan persoalan PLN dengan bicara yang lugas dan menulis yang tertata kadang jenaka, Sofyan lebin introvert.
Ia bahkan menutup nutupi kegagalan pendahulunya seperti Fahmi Mochtar dalam sebuah rapat di Parlemen, soal proyek FTP I dimana pembangkit tidak memenuhi kapasitasnya. Coba saja dicek berapa banyak proyek proyek Fahmi Mochtar yang "nyangkut", uniknya beredar kabar Fahmi Muchtar ini akan dijadikan Dirut PLN, bila ini terjadi sempurna sudah rencana Sudirman Said dalam mengamankan Proyek Proyek yang berafiliasi dengan Jusuf Kalla.
PLN adalah persoalan amat penting, betapa banyaknya anak anak bangsa mengalami kesusahan belajar saat listrik byar pet, betapa buruknya perekonomian bila pengadaan listrik justru dimainkan para makelar, pejabat berjiwa bisnis, sampai pada calo calo yang berkeliaran untuk mengerumuni proyek proyek PLN, inilah yang harus jadi perhatian Presiden Jokowi juga. Jangan sampai soal 35.000 megawatt jadi malah menggantikan orang orang profesional di PLN dibawah kendali pemain proyek. Pers dan Kaum Intelektual yang peduli pada PLN juga bisa kritis terhadap soal ini.
Sofyan Basir juga harus berani menjelaskan pada publik soal permainan permainan dalam tender 35 ribu megawatt dan kenapa ia membatalkan itu, juga soal pasokan listrik di Sumatera yang amat ngenes, Sofyan dan Dewan Direksi harus berani di depan publik menjelaskan problem problem PLN dan mendapatkan bantuan publik agar hak hak rakyat terjamin, karena pada dasarnya kerja untuk Republik dengan niat tulus akan mendamaikan hati.(*)
Sumber: kompasiana.com
Sumber: kompasiana.com
loading...
Post a Comment