Poster berisi kritikan terhadap koruptor yang ditempel oleh komunitas street art menolak korupsi di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Senin (10/12/2012). |
AMP - Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Simanjuntak menuturkan, korupsi selama ini masih terlalu identik dengan isu para elite yang perdebatannya juga hanya berada di ruang-ruang elite.
Sementara itu, rakyat kecil kerap tak menganggap isu tersebut sebagai isu yang dekat dengan kehidupan mereka sehingga inisiatif untuk ikut berperang melawan korupsi pun tak deras dilakukan.
"Harusnya KPK, Komisi Pemberantasan Korupsi, diganti saja sekalian jadi korupsi pemberantasan maling agar lebih merakyat," ujar Dahnil dalam sebuah acara diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (9/3/2016).
Ke depannya, kata Dahnil, masyarakat kecil juga perlu diingatkan, misalnya bahwa korupsi mengakibatkan jalan dan infrastruktur buruk, korupsi mengakibatkan anak-anak mereka kurang gizi, dan lapangan kerja tak adil.
Selain itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pun tidak digunakan sebagaimana mestinya.
"Ini harus digeser, gerakan anti-maling ini jadi gerakan masyarakat," kata dia.
Senada dengan Dahnil, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan menyetujui bahwa isu korupsi hanyalah bahasan di ruang-ruang elite. Masyarakat belum menganggapnya sebagai isu yang dekat dengan mereka.
Selama ini, lanjut Ade, isu korupsi sering kali hanya membahas tentang kerugian keuangan negara, regulasi-regulasi yang dilanggar, hingga siapa aktor pelakunya, tetapi jarang dikaitkan dengan dampaknya.
"Akhirnya, isu korupsi dianggap sebagai isu elite. Urusan KPK, kepolisian, kejaksaan. Rakyat tidak menganggap sebagai isu mereka. Enggak ada tuh uang dari dompet mereka yang hilang," ujar Ade.
Padahal, jika dibedah, hampir setiap kasus korupsi memiliki dampak bagi rakyat secara luas. Ia mencontohkan kasus korupsi haji. Dengan adanya kasus korupsi haji tersebut, secara riil antrean haji terpotong.
Di sejumlah daerah juga ada permainan bisnis yang mengharuskan masyarakat menyetor sejumlah uang demi menyerobot antrean haji.
Selain itu, isu korupsi pelayanan publik. Ade mengatakan, sejak manusia lahir hingga meninggal sesungguhnya sangat erat dengan korupsi, misalnya saat lahir dan membuat akta kelahiran.
Tak jarang masyarakat yang menyetor sejumlah uang untuk memperlancar proses pembuatan akta kelahiran.
Menurut Ade, saat ini tugas yang harus dilakukan adalah bagaimana mendorong lebih banyak orang untuk sama-sama melawan korupsi.
Dari pengalaman ICW, lanjut dia, selain miskin harta, mayoritas masyarakat bawah juga miskin informasi.
Mereka tak mengetahui aturan dan hak-hak mereka sehingga lebih banyak masyarakat harus gencar diedukasi terkait korupsi.
"Sebanyak apa pun KPK, apalagi LSM, tanpa didukung partisipasi rakyat, saya kira pemberantasan korupsi tidak akan selesai-selesai," tutur Ade.(kompas)
Sementara itu, rakyat kecil kerap tak menganggap isu tersebut sebagai isu yang dekat dengan kehidupan mereka sehingga inisiatif untuk ikut berperang melawan korupsi pun tak deras dilakukan.
"Harusnya KPK, Komisi Pemberantasan Korupsi, diganti saja sekalian jadi korupsi pemberantasan maling agar lebih merakyat," ujar Dahnil dalam sebuah acara diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (9/3/2016).
Ke depannya, kata Dahnil, masyarakat kecil juga perlu diingatkan, misalnya bahwa korupsi mengakibatkan jalan dan infrastruktur buruk, korupsi mengakibatkan anak-anak mereka kurang gizi, dan lapangan kerja tak adil.
Selain itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pun tidak digunakan sebagaimana mestinya.
"Ini harus digeser, gerakan anti-maling ini jadi gerakan masyarakat," kata dia.
Senada dengan Dahnil, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan menyetujui bahwa isu korupsi hanyalah bahasan di ruang-ruang elite. Masyarakat belum menganggapnya sebagai isu yang dekat dengan mereka.
Selama ini, lanjut Ade, isu korupsi sering kali hanya membahas tentang kerugian keuangan negara, regulasi-regulasi yang dilanggar, hingga siapa aktor pelakunya, tetapi jarang dikaitkan dengan dampaknya.
"Akhirnya, isu korupsi dianggap sebagai isu elite. Urusan KPK, kepolisian, kejaksaan. Rakyat tidak menganggap sebagai isu mereka. Enggak ada tuh uang dari dompet mereka yang hilang," ujar Ade.
Padahal, jika dibedah, hampir setiap kasus korupsi memiliki dampak bagi rakyat secara luas. Ia mencontohkan kasus korupsi haji. Dengan adanya kasus korupsi haji tersebut, secara riil antrean haji terpotong.
Di sejumlah daerah juga ada permainan bisnis yang mengharuskan masyarakat menyetor sejumlah uang demi menyerobot antrean haji.
Selain itu, isu korupsi pelayanan publik. Ade mengatakan, sejak manusia lahir hingga meninggal sesungguhnya sangat erat dengan korupsi, misalnya saat lahir dan membuat akta kelahiran.
Tak jarang masyarakat yang menyetor sejumlah uang untuk memperlancar proses pembuatan akta kelahiran.
Menurut Ade, saat ini tugas yang harus dilakukan adalah bagaimana mendorong lebih banyak orang untuk sama-sama melawan korupsi.
Dari pengalaman ICW, lanjut dia, selain miskin harta, mayoritas masyarakat bawah juga miskin informasi.
Mereka tak mengetahui aturan dan hak-hak mereka sehingga lebih banyak masyarakat harus gencar diedukasi terkait korupsi.
"Sebanyak apa pun KPK, apalagi LSM, tanpa didukung partisipasi rakyat, saya kira pemberantasan korupsi tidak akan selesai-selesai," tutur Ade.(kompas)
loading...
Post a Comment