AMP - Tidak banyak orang yang mengenal siapa kakek Arsilan ini. Tapi yang jelas Bung Karno, Presiden pertama RI sangat mengenal sosok kakek Arsilan ini. Kakek Arsilan walaupun sudah berusia lanjut, namun ia mengaku kalau ingatannya masih sangat kuat, bahkan lagu Miyoto yang ia pelajari saat bergabung bersama Heiho pada 1943 masih bisa dinyanyikannya dengan fasih.
Kakek Arsilan dan keluarganya dahulunya adalah pekerja yang merawat kediaman Bung Karno Jalan Pegangsaan Timur nomor 56, Jakarta Pusat. Ia adalah salah satu saksi sejarah Proklamasi Kemerdekaan RI yang masih tersisa di Indonesia.
Kakek Arsilan ikut memasang tiang bendera yang terbuat dari bambu yang digunakan untuk memasang bendera merah putih yang dijahit oleh ibu Fatmawati di halaman kediaman Bung Karno saat itu. Mengapa tiang bambu, karena waktu itu tiang yang terbuat dari besi sudah habis digunakan oleh penjajah Jepang.
Kakek Arsilan bercerita, pada tanggal 17 Agustus 1945 tokoh tokoh perjuangan kemerdekaan RI mendatangi kediaman Bung Karno, termasuk para pemimpin laskar yag akhirnya membuat rakyat ikut berkumpul di depan kediaman Bung Karno.
Kakek Arsilan menyaksikan langsung pembacaan naskah proklamasi setelah pengibaran bendera sang saka merah putih. Setelah pembacaan naskah proklamasi yang menegaskan kemerdekaan Indonesia sebagai sebuah negara, seluruh warga dan rakyat yang hadir berteriak.
“MERDEKA!”
Menurut kakek Arsilan, banyak orang yang hadir saat itu menitikkan air mata, terutama para pejuang kemerdekaan yang ikut berjuang membela negara, mereka menitikkan air mata karena mengenang betapa sulitnya mencapai kemerdekaan. Hari itu akhirnya dikenang selamanya dan diperingati sebagai hari kemerdekaan Indonesia.
Tapi setelah 70 tahun Indonesia merdeka, kakek Arsilan masih belum merasakan apa arti kemerdekaan yang sesungguhnya. Kakek Arsilan tinggal di sebuah bangunan kayu yang berdiri di atas trotoar jalan Bonang. Kediamannya itu berada di sisi luar tembok sebelah Timur Taman Proklamasi di Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat. Di sisi jalan yang menjadi kediamannya ini juga didiami para pedagang makanan.
Gubug berukuran 4×3,5 meter ini yang ia bangun sendiri ini menjadi tempat tinggal sehari hari kakek Arsilan. Itupun gubug tempat tinggalnya tidak terlihat karena tertutup kios rokok yang ada di depannya. Di bagian dalamnya, ada beberapa kasur dan bantal bekas yang ditumpuk begitu saja. Kondisinya pun jauh dari kata nyaman.
Bahkan tempat tinggalnya sudah berkali kali digusur oleh pemerintah daerah.
Kakek Arsilan sekarang hidup dari tunjangan pemerintah sebesar Rp. 1 juta perbulan, karena jasanya melawan penjajah di Serpong, Banten. Kakek Arsilan sekarang juga mengumpulkan gelas plastik mineral untuk menambah penghasilan karena uang sebesar itu sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari hari.
Sepertinya sudah saatnya pemerintah menghargai lebih para pejuang yang sudah berjuang untuk kemerdekaan. Kakek Arsilan adalah salah satu contoh pejuang kemerdekaan yang masih belum merasakan apa itu arti kemerdekaan yang sebenarnya. Kalau bukan karena mereka, kita tidak akan bisa merasakan kemerdekaan seperti yang kita rasakan sekarang.
Bagaimana menurut anda? Berikan komentarmu!
Sumber : infoberkah.com
Kakek Arsilan dan keluarganya dahulunya adalah pekerja yang merawat kediaman Bung Karno Jalan Pegangsaan Timur nomor 56, Jakarta Pusat. Ia adalah salah satu saksi sejarah Proklamasi Kemerdekaan RI yang masih tersisa di Indonesia.
Kakek Arsilan ikut memasang tiang bendera yang terbuat dari bambu yang digunakan untuk memasang bendera merah putih yang dijahit oleh ibu Fatmawati di halaman kediaman Bung Karno saat itu. Mengapa tiang bambu, karena waktu itu tiang yang terbuat dari besi sudah habis digunakan oleh penjajah Jepang.
Kakek Arsilan bercerita, pada tanggal 17 Agustus 1945 tokoh tokoh perjuangan kemerdekaan RI mendatangi kediaman Bung Karno, termasuk para pemimpin laskar yag akhirnya membuat rakyat ikut berkumpul di depan kediaman Bung Karno.
Kakek Arsilan menyaksikan langsung pembacaan naskah proklamasi setelah pengibaran bendera sang saka merah putih. Setelah pembacaan naskah proklamasi yang menegaskan kemerdekaan Indonesia sebagai sebuah negara, seluruh warga dan rakyat yang hadir berteriak.
“MERDEKA!”
Menurut kakek Arsilan, banyak orang yang hadir saat itu menitikkan air mata, terutama para pejuang kemerdekaan yang ikut berjuang membela negara, mereka menitikkan air mata karena mengenang betapa sulitnya mencapai kemerdekaan. Hari itu akhirnya dikenang selamanya dan diperingati sebagai hari kemerdekaan Indonesia.
Tapi setelah 70 tahun Indonesia merdeka, kakek Arsilan masih belum merasakan apa arti kemerdekaan yang sesungguhnya. Kakek Arsilan tinggal di sebuah bangunan kayu yang berdiri di atas trotoar jalan Bonang. Kediamannya itu berada di sisi luar tembok sebelah Timur Taman Proklamasi di Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat. Di sisi jalan yang menjadi kediamannya ini juga didiami para pedagang makanan.
Gubug berukuran 4×3,5 meter ini yang ia bangun sendiri ini menjadi tempat tinggal sehari hari kakek Arsilan. Itupun gubug tempat tinggalnya tidak terlihat karena tertutup kios rokok yang ada di depannya. Di bagian dalamnya, ada beberapa kasur dan bantal bekas yang ditumpuk begitu saja. Kondisinya pun jauh dari kata nyaman.
Bahkan tempat tinggalnya sudah berkali kali digusur oleh pemerintah daerah.
Kakek Arsilan sekarang hidup dari tunjangan pemerintah sebesar Rp. 1 juta perbulan, karena jasanya melawan penjajah di Serpong, Banten. Kakek Arsilan sekarang juga mengumpulkan gelas plastik mineral untuk menambah penghasilan karena uang sebesar itu sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari hari.
Sepertinya sudah saatnya pemerintah menghargai lebih para pejuang yang sudah berjuang untuk kemerdekaan. Kakek Arsilan adalah salah satu contoh pejuang kemerdekaan yang masih belum merasakan apa itu arti kemerdekaan yang sebenarnya. Kalau bukan karena mereka, kita tidak akan bisa merasakan kemerdekaan seperti yang kita rasakan sekarang.
Bagaimana menurut anda? Berikan komentarmu!
Sumber : infoberkah.com
loading...
Post a Comment