Halloween Costume ideas 2015
loading...

Akuntabilitas Publik Bakal Calon Independen Pilkada Aceh 2017

Oleh: Mufazzal
 
Beberapa minggu terakhir ini publik Aceh di warnai dengan adanya perubahan atas Qanun Nomor 5 Tahun 2012 tentang Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur dan bupati/ wali Kota, menguatnya rencana Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) tentang memperketat aturan calon Independen untuk ikut berpartisipasi dalam Pilkada 2017 membuat suasana politik Aceh kian menjadi gaduh (instabilitas).

Pengusulan ide untuk memperkuat sistem pilkada Aceh patut di apresiasi, dalam hal ini DPRA melahirkan ide-ide baru untuk menjamin kepastian hukum kepada bakal calon independen dalam pesta demokrasi di Aceh 2017 yang akan datang, di sini publik bisa melihat ada itikat baik dari legistalif Aceh dalam membenahi sistem pilkada di Aceh.

Itikat baik ini harus diiringi dengan sikap yang tenang dan tidak gegabah dalam membuat aturan hukum, tidak membuat suasana politik aceh menjadi tidak stabil. Karena setiap kali pelaksanaan pilkada Aceh selalu diwarnai dengan kekerasan dan membuat publik resah, atas dasar pengalaman tersebut hendaknya DPRA dan stact holder lainya bisa lebih bersikap dewasa dalam membuat produk hukum.

Pertanyaannya sekarang adalah, apakah Legeslatif Aceh benar-benar membuat regulasi untuk menjamin tidak adanya manipulasi data atau adanya ketakutan partai-partai politik di parlemen aceh terhadap calon-calon independen yang memiliki dukungan masa yang besar seperti dr. Zaini Abdullah, Karya Saman dan Ir. Tarmizi A Karim yang digadang-gadang bakal maju melalui jalur idependen..?. Publik berharap produk hukum yang di buat oleh DPRA benar-benar untuk menjamin kepastian hukum dan menghindari adanya manipulasi data, sehingga pilkada 2017 mendatang bebar-benar bersih, jujur dan adil. Sehingga bisa menjadi pilkada paling demokratis yang pernah ada di Indonesia.

Rancangan untuk bakal calon independen mengumpulkan identitas (KTP) sebagai salah satu syarat maju dalam pilkada mendatang dengan menggunakan materai dan surat pernyataan memiliki kelebihan dan kekurangan, di satu sisi, menjamin adanya kepastian hukum dan meminimalisir angka manipulasi data penduduk oleh oknum-oknum pengumpul identitas warga, di sisi lainnya, memberatkan bakal calon idependen harus mengeluarkan biaya (cost) politik yang jauh lebih tinggi hal ini tentu mencederai semangat demokrasi.

Biaya (cost) politik yang dikeluarkan bakal calon perseorangan dalam mengumpulkan KTP menggunakan materai menjadi lebih mahal, hal ini dikarenakan biaya untuk sebuah materai dan surat pernyataan menjadi lebih tinggi, sehingga cost politik kian meningkat. Semangat demokrasi dengan menjamin perseorangan untuk maju dalam pilkada menjadi meredup jika tingginya cost politik. Selain itu jalur perseorangan yang diyakini lebih efisien dan dengan biaya murah menjadi dipertanyakan.

Aceh sebagai daerah pelopor pilkada melalui jalur perseorangan semestinya harus mencerminkan daerah dengan model yang lebih demokratis dan dinamis, sehingga menjadi panutan bagi daerah-daerah lainnya dalam setiap pemilihan, baik pemilihan legeslatif maupun eksekutif.

System Berbasis Website Bisa Menjadi Solusi Yang Efektif

Selain menggunakan materai dan surat pernyataan, masih banyak cara lain yang lebih murah dan efektif dalam membangun system pilkada di Aceh. Dalam hal ini penulis yang mewakili Forum Intelektual Muda Kajian Politik (FaMKaP) menawarkan sistem berbasis website kepada DPRA dan KIP untuk calon perseorangan dalam mengumpulkan dukungan (KTP) dari berbagai daerah di Aceh, sehingga cost politik yang dikeluarkan lebih murah, transparan dan akuntabel.

Setiap bakal calon independen diwajibkan menggunakan akun resmi atau website dalam menggalang dukungan dari berbagai daerah, dalam website tersebut menyediakan tombol (tool) dukungan mulai dari tinggkat Gampong hingga kabupaten/kota, sehingga masyarakat yang ingin mengakses apakah KTP ia ada digunakan untuk mengusung salah satu kandidat dari perseorangan atau tidak, dalam hal ini admin bisa meng-upload ke situs resmi bakal calon. Untuk mempermudah publik, bakal calon bisa menggunakan nama lengkapnya sebagai akun resmi.

Selain publik bisa mengakses galalangan dukungan, akun resmi tersebut bisa memuat Visi dan Misi dari kandidat, hingga dana penerimaan dan pengeluaran yang digunakan selama proses penggalangan dukungan hingga kampanye nantinya, sehingga transparansi dan akuntabilitas publik bisa terjamin, sehingga meminimalisir angka manipulasi data dan tindakan kecurangan laiinya

Sistem yang berbasis website jauh lebih mudah di akses oleh publik, biaya murah dan memiliki akuntabilitas publik yang baik, hal ini sejalan dangan cita-cita perwujudan good and clean governance. Menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih harus dimulai dari pemilihan yang baik dan bersih pula, sehingga mampu meminimalisir KKN.

Perkembangan teknologi yang demikian pesat, harus mampu dimanfaatkan oleh berbagai pihak dalam konteks ini DPRA dan KIP Aceh dalam membangun sistem yang lebih murah, efektif, transparan dan akuntabel, sehingga publik lebih leluasa mengawal pilkada di Aceh yang akan datang. Sudah saatnya kita (aceh) berbenah menjadi daerah yang lebih transparan dan akuntabel dalam membangun sistem yang efisien dan efektif.[]

  Forum Intelektual Muda Kajian Politik (FaMKaP)
loading...
Labels:

Post a Comment

loading...

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget