Halloween Costume ideas 2015
loading...

Peringatan DPRA untuk Abu Doto

AMP - Banmus DPR Aceh bersepakat menunda Sidang Paripurna Khusus LKPJ Gubernur Aceh tahun anggaran 2015. Karena dewan menganggap dr. H. Zaini Abdullah sering tak menghargai DPRA.

Pertemuan Badan Musyawarah (Banmus) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), dipandu langsung Ketua Tengku H. Muharuddin, Sos.I, di Ruang Banmus, Jalan Tengku Daud Beureueh, Banda Aceh, Jumat, 22 April 2016.

Rapat hari itu membicarakan beberapa kegiatan pada April ini. Ihwalnya, Banmus DPR Aceh menyepakati finalisasi rencana kerja tahunan (RKT) DPRA tahun 2016. Selanjutnya, dewan membahas penyampaian rancangan peraturan tentang tata tertib, kode etik dan tata cara beracara DPRA. Sedangkan pembicaraan terakhir  tim Banmus adalah, soal sidang paripurna khusus terkait laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) Tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2015 yang telah direalisasikan eksekutif.

Untuk pembahasan LKPJ Gubernur Aceh ini, mayoritas anggota tim Banmus bersepakat menunda. Misal, Ketua Fraksi Partai Aceh (PA) Kautsar dan Ketua Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) Aminuddin. Maka, untuk mengisi jadwal paripurna khusus tersebut, DPR Aceh bersepakat memasukan pembacaan rekomendasi rencana pemekaran calon kabupaten baru, yaitu Aceh Raya, yang telah ditelaah Komisi I DPRA.

Disepakatinya penundaan LKPJ Gubernur Aceh dr. H. Zaini Abdullah bukan tanpa sebab. Ini karena, DPR Aceh sudah kadung kecewa dengan sikap Gubernur Aceh dr. H. Zaini Abdullah. Karena, dr. Zaini Abdullah sering mengabaikan berbagai kepentingan DPRA. Perilaku Abu Doto itu membuat DPR Aceh kesal. Alasannya, DPRA sering tak dihargai oleh orang nomor satu Aceh tersebut.

Ketua DPR Aceh Tengku Muharuddin, Sos. I merunut berbagai contoh sikap gubernur dan eksekutif yang tak melakukan komunikasi secara baik dengan DPRA. Misal, jadwal yang diminta tim panitia khusus (pansus) penyelesaian Qanun Bendera Aceh. Saat dewan mengundang dr. H. Zaini Abdullah untuk klarifikasi sejak Maret 2016 lalu, Gubernur Aceh diakui Tengku Muharuddin, Sos.I tak pernah member jawaban pasti.

“Sudah kita sampaikan dengan lisan dan surat resmi, kita minta waktu beliau juga tidak disahuti,” kata kader Partai Aceh itu di ruang kerjanya, Jumat pekan lalu.

Tak hanya itu, jadwal rapat sinkronisasi pasca anggota DPR Aceh reses dengan hasil musrembang tahun anggaran 2017, juga dianggap oleh DPR Aceh tak ditanggapi secara serius oleh eksekutif. Itu dibuktikan, pertemuan Banggar DPR Aceh dengan Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA), hanya dihadiri sekretaris dinas dan kepala bidang.

Itu sebabnya, rapat sinkronisasi Senin, 18 April 2016 lalu dibatalkan Banggar DPRA. Karena dianggap, pihak TAPA yang hadir bukan pejabat yang berkompeten dalam mengambil kebijakan. Padahal, rapat sinkronisasi itu diakui DPRA sangat perlu, karena selama ini ada aspirasi masyarakat yang disampaikan pada anggota DPRA untuk diusulkan, sehingga tidak dianggap sebagai program masuk tengah jalan.

“Agenda sinkronisasi hasil reses DPRA dengan Pemerintah Aceh, lagi-lagi harus kita tunda karena tim TAPA tidak bisa hadir, yang hadir hanya eselon III,” kata Tengku Muharuddin, kesal.

Pada kesempatan lain, eksekutif kembali berulah. Ini terkait pertemuan badan legislasi (Banleg) DPRA dangan agenda pembahasan Rancangan Qanun (Raqan) tentang Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati dan Walikota yang diusul dr. H. Zaini Abdullah sendiri atas Perubahan Qanun Nomor 5 Tahun 2012. Ini pun dinilai DPRA bahwa eksekutif tak menghargai dan menghormati dewan. Sebab, pertemuan Selasa, 19 April 2016 lalu, pihak eksekutif tidak datang.

Celakanya, eksekutif juga tak memberi tahu alasan secara resmi, kenapa Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) bersangkutan tidak menghadiri pembahasan perubahan qanun tersebut. “Rapat lanjutan terkait pembahasan rancangan qanun pilkada. Lagi-lagi eksekutif tidak bisa menghadirkan para kepala SKPA,” ujar Ketua DPR Aceh ini.

Syahdan, sikap Gubernur Aceh dr. Zaini Abdullah yang membuat anggota dewan berang, karena tidak memenuhi panggilan Komisi I DPRA, guna minta klarifikasi terkait dugaan dr. H. Zaini Abdullah melibatkan SKPA, dalam agenda politiknya di Kutacane, Kabupaten Aceh Tenggara.

Bahkan, dr. H. Zaini Abdullah sudah dua kali diminta hadir oleh DPRA. Tapi, tidak memberi alasan resmi kenapa tak hadir. Padahal, klarifikasi itu dianggap sangat penting, karena pegawai negeri sipil (PNS) dilarang untuk ikut serta dalam kegiatan politik.

Selain masalah dugaan keterlibatan PNS dalam agenda politik dr. H. Zaini Abdullah, Komisi I DPR Aceh juga menunggu penjelasan Gubernur Aceh yang selama ini sudah menggunakan fasilitas negara (pendopo) untuk kegiatan penerimaan kartu tanda penduduk (KTP). Aktifitas seperti itu, dianggap Wakil Ketua Komisi I DPRA Azhari Cage, tidak pantas dilakukan karena pendopo aset negara. Sedangkan dr. H. Zaini Abdullah sudah menyatakan maju sebagai calon Gubernur Aceh pada Pilkada 2017 mendatang, menggunakan KTP masyarakat Aceh (jalur independen). “Jika mau berpolitik, dirikan posko dan terima di sana,” kritik Azhari, pekan lalu.

Dari sederet masalah tadi, tentu bukan sikap pertama yang ditunjukkan dr. H. Zaini Abdullah pada DPR Aceh. Menurut Ketua DPRA Tengku Muharuddin, sejak pembahasan APBA-Perubahan 2015 lalu, Zaini Abdullah juga melakukan sikap politik yang sama. Dan, juga berlanjut dalam pembahasan APBA 2016 lalu.

“Dinamika ini sudah terjadi tahun 2015, baik dari pembahasan anggaran, proses pembahasan R-APBA  yang sangat sakral, tetapi diwakili oleh Sekda. Karena itu, kami nilai ini pelecehan terhadap lembaga dewan,” tegas Muharuddin, Jumat pekan lalu.

Itu sebabnya, sikap yang menilai Gubernur Aceh tidak begitu penting dengan DPRA. Kata Tengku Muharuddin, DPR Aceh juga punya kekuatan dalam menganulir agenda Gubernur Aceh. “Cara pandang Gubernur Aceh terhadap DPRA kesannya tidak begitu perlu dan penting, dianggap sepele. Pelecehan yang dilakukan Gubernur Aceh Zaini Abdullah sudah berulang kali terjadi. Hari ini DPRA ingin membuktikan bahwa DPRA punya kekuatan menganulirkan agenda Gubernur,” katanya. Ironisnya, eksekutif terkesan menganggap enteng atas sikap yang diambil DPRA, karena itu menunda sidang paripurna khusus LKPJ Gubernur Aceh itu.

Kepala Biro Humas Setda Aceh, Frans Delian, menilai. “Yang jelas dari pihak Pemerintah Aceh sudah menyiapkan bahan LKPJ. Sudah nanti kita tunggu saja,” kata Frans Delian, melalui sambungan telepon, Jumat pekan lalu.

Soal ada pengakuan bahwa Gubernur Aceh Zaini Abdullah banyak mengabaikan pertemuan dengan DPRA, Frans Delian membantahnya. Misal, konsultasi Qanun Bendera sudah berjalan, tapi masih ada pembahasan lanjutan. “Kita minta ditunda dengan surat resmi, karena ada pembahasan-pembahasan lain yang tidak bisa ditinggalkan,” kata Frans Delian.

Terkait pemanggilan Komisi I DPR Aceh terhadap persoalan di Aceh Tenggara, yang diduga Gubernur Aceh melibatkan PNS dalam acara politiknya, SKPA diakui sudah datang. Sedangkan Gubernur Aceh dr. H. Zaini Abdullah tidak datang karena tidak ada di tempat.

Nah, bila ada pendapat yang mengatakan eksekutif mengganggap DPRA sepele, Frans Delian membatahnya. “Enggak, itu pendapat yang salah,” katanya.*** 
 
Sumber: moduaceh.com

loading...
Labels:

Post a Comment

loading...

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget