AMP - "Saya tak heran bila Pak Kivlan Zein punya peran dalam pembebasan sandera pelaut Indonesia di Filipina itu. Dia memang hebat. Negosiator hebat. Saya sudah lihat peran dia langsung sekitar 20 tahun silam!’’
Pernyataan itu ditegaskan mantan wartawan senior Republika, Teguh Setiawan, yang kini tengah melanglang buana. Dia menceritakan pengalamannya 20 tahun silam saat ditugaskan beberapa kali ke Filipina, terutama meliput peristiwa konflik di kepulauan Filipina bagian selatan yang dikenal dengan sebutan wilayah bangsa Moro.
"Seluruh elemen bersenjata di wilayah kepulauan Filipina semua mengenal Kivlan. Dia begitu dihormati di sana. Saya tahu berbagai orang penting di wilayah itu, seperti Sultan Sulu hingga Nur Misuari yang menawari Kivlan menikah dengan salah satu putrinya, tapi Kivlan menolak. Padahal, adanya tawaran itu menandakan begitu tinggi atau terhormatnya posisi seorang Kivlan Zein yang saat itu memimpin pasukan perdamaian Organisasi Konferensi Islam yang bertugas di Filipina Selatan,’’ kata Teguh ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (2/5).
Teguh kemudian menceritakan bahwa dia bersama putranya yang juga seorang wartawan sempat menelepon Kivlan semalam. Saat itu, Kivlan tengah berada di kediaman Gubernur Sulu. Teguh hanya mendengarkan perbincangan Kivlan dengan putranya.
"Serulah omongan itu. Di sela pembicaraan itu sempat terhenti sesaat ketika terdengar tembakan. Anak saya bertanya, apakah itu tembakan senapan serbu AK-47? Dan itu dijawab Kivlan dengan tertawa, 'Iya, memang kenapa?'’’ katanya.
Dari perbincangan yang didengar bersama anaknya dengan Kivlan, diketahui tak ada uang tebusan yang diberikan. Padahal, Kivlan selaku wakil dari pihak perusahaan itu sudah membawa uang yang mereka minta.
"Rupanya, ketika bertemu, ada beberapa petinggi pasukan Abu Sayyaf yang mengenal Kivlan. Nah, kemudian tak jadi uang tebusan diberikan karena mereka tak mau terima setelah tahu Pak Kivlan yang datang untuk berunding,’’ ujarnya.
Mengetahui fakta seperti itu, Teguh sekali lagi mengatakan tak terlalu heran. Sebab, Kivlan memang punya kualifikasi yang tinggi sebagai seorang juru runding militer.
Pernyataan itu ditegaskan mantan wartawan senior Republika, Teguh Setiawan, yang kini tengah melanglang buana. Dia menceritakan pengalamannya 20 tahun silam saat ditugaskan beberapa kali ke Filipina, terutama meliput peristiwa konflik di kepulauan Filipina bagian selatan yang dikenal dengan sebutan wilayah bangsa Moro.
"Seluruh elemen bersenjata di wilayah kepulauan Filipina semua mengenal Kivlan. Dia begitu dihormati di sana. Saya tahu berbagai orang penting di wilayah itu, seperti Sultan Sulu hingga Nur Misuari yang menawari Kivlan menikah dengan salah satu putrinya, tapi Kivlan menolak. Padahal, adanya tawaran itu menandakan begitu tinggi atau terhormatnya posisi seorang Kivlan Zein yang saat itu memimpin pasukan perdamaian Organisasi Konferensi Islam yang bertugas di Filipina Selatan,’’ kata Teguh ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (2/5).
Teguh kemudian menceritakan bahwa dia bersama putranya yang juga seorang wartawan sempat menelepon Kivlan semalam. Saat itu, Kivlan tengah berada di kediaman Gubernur Sulu. Teguh hanya mendengarkan perbincangan Kivlan dengan putranya.
"Serulah omongan itu. Di sela pembicaraan itu sempat terhenti sesaat ketika terdengar tembakan. Anak saya bertanya, apakah itu tembakan senapan serbu AK-47? Dan itu dijawab Kivlan dengan tertawa, 'Iya, memang kenapa?'’’ katanya.
Dari perbincangan yang didengar bersama anaknya dengan Kivlan, diketahui tak ada uang tebusan yang diberikan. Padahal, Kivlan selaku wakil dari pihak perusahaan itu sudah membawa uang yang mereka minta.
"Rupanya, ketika bertemu, ada beberapa petinggi pasukan Abu Sayyaf yang mengenal Kivlan. Nah, kemudian tak jadi uang tebusan diberikan karena mereka tak mau terima setelah tahu Pak Kivlan yang datang untuk berunding,’’ ujarnya.
Mengetahui fakta seperti itu, Teguh sekali lagi mengatakan tak terlalu heran. Sebab, Kivlan memang punya kualifikasi yang tinggi sebagai seorang juru runding militer.
''Dan, di lapangan, yakni di wilayah konflik itu, saya lihat sendiri betapa Kivlan begitu dihormati, baik sebagai seorang tentara komando, pemimpin pasukan perdamaian, maupun juru runding militer andal,'' ujarnya.
Ketika ditanya soal adanya elite politik partai yang sibuk mengklaim jasa atas pembebasan sandera itu, Teguh hanya mengeluh dan bicara kecut.
"Sudahlah, itu pasti Pak Kivlan punya peran penting. Yang pasti bukan peran sebuah petinggi partai yang saat ini sibuk klaim ini-itu. Emangnya siapa dia? Tak ada anggota pasukan Abu Sayyaf yang kenal dia,’’ kata Teguh sembari tertawa ngakak ketika disebut ada petinggi sebuah partai sibuk mengklaim bahwa dirinya berperan besar dalam pembebasan sandera.
Rupanya, tak cukup diwawancarai, Teguh pun menulis kenangannya bersama Kivlan ketika sepekan berada di Filipina Selatan. Dengan gaya bertutur tenang dan kadang bercanda, Teguh menuliskan pengalamannya sebagai berikut.
Saya merasa tidak aneh mendengar kabar Kivlan Zen terlibat dalam perundingan pembebasan 10 WNI yang disandera Abu Sayyaf.
Tahun 1996, usai penandatanganan perjanjian damai Moro National Islamic Liberation Front (MNLF) dan Pemerintah Filipina di Istana Malacanang, saya dan wartawan Indonesia lainnya berkunjung ke Mindanao.
Pesawat TNI AU mendarat d General Santos City. Kami berjalan menuju Cotabato, dilanjutkan dengan terbang ke Zamboanga.
Tapi keberangkatan saya sempat saat itu tertunda karena harus memberikan kursi kepada satu petinggi MNLF. Saya pun berangkat keesokan harinya.
Setelah bermalam di sebuah hotel di Cotabato, saya melanjutkan perjalanan dengan pesawat kecil; berpenumpang dua orang, ke Zamboanga. Di kota ini saya bertemu Kivlan Zen, yang saat itu menjabat komandan pasukan perdamaian IOC--yang bertugas memantau gencatan senjata.
Di situ saya lihat secara langsung kemampuan Pak Kivlan dalam memimpin negosiasi. Dia mengenal hampir semua petinggi MNLF, keluarga Nur Misuari, dan punya jalur komunikasi dengan kelompok-kelompok lainnya. Ia piawai berunding dengan siapa pun.
Pak Kivlan pula yang mengantar Nur Misuari ke Jolo, ibu kota Provinsi Sulu, untuk mengikuti pemilihan gubernur Autonomous Region of Muslim Mindanao (ARMM). Perjalanan dimulai dari Zamboanga menuju Basilan.
Seusai shalat Jumat dan makan siang di Basilan, perjalanan dilanjutkan ke Jolo (baca: holo). Di kota ini, Nur Misuari menemui pendukungnya dan berkampanye.
Satu hal yang tak pernah saya lupakan dari Pak Kivlan adalah ketika dia mengeluh karena dimintai Nur Misuari menikahi salah satu anak orang nomor satu MNLF itu.
"Saya pusing. Kelamaan di sini, saya disuruh menikah dengan anak Nur Misuari," katanya kepada saya dan wartawan lain. [Republika]
Ketika ditanya soal adanya elite politik partai yang sibuk mengklaim jasa atas pembebasan sandera itu, Teguh hanya mengeluh dan bicara kecut.
"Sudahlah, itu pasti Pak Kivlan punya peran penting. Yang pasti bukan peran sebuah petinggi partai yang saat ini sibuk klaim ini-itu. Emangnya siapa dia? Tak ada anggota pasukan Abu Sayyaf yang kenal dia,’’ kata Teguh sembari tertawa ngakak ketika disebut ada petinggi sebuah partai sibuk mengklaim bahwa dirinya berperan besar dalam pembebasan sandera.
Rupanya, tak cukup diwawancarai, Teguh pun menulis kenangannya bersama Kivlan ketika sepekan berada di Filipina Selatan. Dengan gaya bertutur tenang dan kadang bercanda, Teguh menuliskan pengalamannya sebagai berikut.
Saya merasa tidak aneh mendengar kabar Kivlan Zen terlibat dalam perundingan pembebasan 10 WNI yang disandera Abu Sayyaf.
Tahun 1996, usai penandatanganan perjanjian damai Moro National Islamic Liberation Front (MNLF) dan Pemerintah Filipina di Istana Malacanang, saya dan wartawan Indonesia lainnya berkunjung ke Mindanao.
Pesawat TNI AU mendarat d General Santos City. Kami berjalan menuju Cotabato, dilanjutkan dengan terbang ke Zamboanga.
Tapi keberangkatan saya sempat saat itu tertunda karena harus memberikan kursi kepada satu petinggi MNLF. Saya pun berangkat keesokan harinya.
Setelah bermalam di sebuah hotel di Cotabato, saya melanjutkan perjalanan dengan pesawat kecil; berpenumpang dua orang, ke Zamboanga. Di kota ini saya bertemu Kivlan Zen, yang saat itu menjabat komandan pasukan perdamaian IOC--yang bertugas memantau gencatan senjata.
Di situ saya lihat secara langsung kemampuan Pak Kivlan dalam memimpin negosiasi. Dia mengenal hampir semua petinggi MNLF, keluarga Nur Misuari, dan punya jalur komunikasi dengan kelompok-kelompok lainnya. Ia piawai berunding dengan siapa pun.
Pak Kivlan pula yang mengantar Nur Misuari ke Jolo, ibu kota Provinsi Sulu, untuk mengikuti pemilihan gubernur Autonomous Region of Muslim Mindanao (ARMM). Perjalanan dimulai dari Zamboanga menuju Basilan.
Seusai shalat Jumat dan makan siang di Basilan, perjalanan dilanjutkan ke Jolo (baca: holo). Di kota ini, Nur Misuari menemui pendukungnya dan berkampanye.
Satu hal yang tak pernah saya lupakan dari Pak Kivlan adalah ketika dia mengeluh karena dimintai Nur Misuari menikahi salah satu anak orang nomor satu MNLF itu.
"Saya pusing. Kelamaan di sini, saya disuruh menikah dengan anak Nur Misuari," katanya kepada saya dan wartawan lain. [Republika]
loading...
Post a Comment