AMP - Tokoh ulama dermawan asal Aceh Habib Bugak Al-Asyi dinilai layak menjadi teladan bagi generasi masa kini.
"Jadi sekitar 200 tahun lalu beliau melaksanakan ibadah haji, dan beliau tidak kembali. Dulu ke sini melaksanakan ibadah haji, belajar di Masjidil Haram," terang Kepala Dinas Syariat Aceh Prof Syahrizal Abbas di sela pembagian wakaf uang Habib Bugak di pemondokan 605, Syisyah, Makkah, Senin (29/08/2016).
Dalam perspektif Syahrizal, kisah hidup sang habib layak diteliti. Lantaran menarik dari sisi antropologi maupun budaya.
Syahrizal pun menceritakan kilas balik kehidupan Habib Bugak. Alkisah, sang habib dahulu dikenal dengan nama Abdurrahman Bugak. Bugak diambil dari sebuah desa bernama Bugak, di Aceh Utara. Nama Al Asyi diambil untuk menunjukkan asalnya di Aceh. Sekira tahun 1200 Hijriah, Bugak berangkat haji dan tak pernah kembali.
Sembari belajar ilmu agama, Habib Bugak juga berdagang. Berkat keuletannya, ia memiliki aset yang cukup berlimpah. Sejak itulah, dia rajin membantu masyarakat Aceh di Makkah dalam segi akomodasi dan lainnya.
Saat wafat, Bugak berpesan dalam wasiatnya agar aset-asetnya dimanfaatkan untuk kepentingan jamaah asal Aceh. Bersama donatur lain, akhirnya terbentuklah badan wakaf tersebut. Sampai kini, harta Bugak terus bermanfaat bagi orang banyak, termasuk masyarakat Aceh.
Kecintaan Habib Bugak terhadap tanah kelahirannya diakui oleh sepasang suami istri, Mustafa Ali dan Arnimawati dari kloter 08 Aceh.
"Senang, mudah-mudahan yang memberikan dapat pahala yang besar. Saya berharap ini bisa berlanjut, terutama bagi rakyat dan anak-anak Aceh seterusnya," kata Mustafa.
"Karena saya seorang guru. Mudah-mudahan anak murid saya bisa jadi haji mabrur, dapat sekolah ke sini, dapat biaya seperti ini dan membimbing orang-orang dari Aceh," tambah Arnimawati. (OKZ)
"Jadi sekitar 200 tahun lalu beliau melaksanakan ibadah haji, dan beliau tidak kembali. Dulu ke sini melaksanakan ibadah haji, belajar di Masjidil Haram," terang Kepala Dinas Syariat Aceh Prof Syahrizal Abbas di sela pembagian wakaf uang Habib Bugak di pemondokan 605, Syisyah, Makkah, Senin (29/08/2016).
Dalam perspektif Syahrizal, kisah hidup sang habib layak diteliti. Lantaran menarik dari sisi antropologi maupun budaya.
Syahrizal pun menceritakan kilas balik kehidupan Habib Bugak. Alkisah, sang habib dahulu dikenal dengan nama Abdurrahman Bugak. Bugak diambil dari sebuah desa bernama Bugak, di Aceh Utara. Nama Al Asyi diambil untuk menunjukkan asalnya di Aceh. Sekira tahun 1200 Hijriah, Bugak berangkat haji dan tak pernah kembali.
Sembari belajar ilmu agama, Habib Bugak juga berdagang. Berkat keuletannya, ia memiliki aset yang cukup berlimpah. Sejak itulah, dia rajin membantu masyarakat Aceh di Makkah dalam segi akomodasi dan lainnya.
Saat wafat, Bugak berpesan dalam wasiatnya agar aset-asetnya dimanfaatkan untuk kepentingan jamaah asal Aceh. Bersama donatur lain, akhirnya terbentuklah badan wakaf tersebut. Sampai kini, harta Bugak terus bermanfaat bagi orang banyak, termasuk masyarakat Aceh.
Kecintaan Habib Bugak terhadap tanah kelahirannya diakui oleh sepasang suami istri, Mustafa Ali dan Arnimawati dari kloter 08 Aceh.
"Senang, mudah-mudahan yang memberikan dapat pahala yang besar. Saya berharap ini bisa berlanjut, terutama bagi rakyat dan anak-anak Aceh seterusnya," kata Mustafa.
"Karena saya seorang guru. Mudah-mudahan anak murid saya bisa jadi haji mabrur, dapat sekolah ke sini, dapat biaya seperti ini dan membimbing orang-orang dari Aceh," tambah Arnimawati. (OKZ)
loading...
Post a Comment