Rachid Nekkaz bersama wanita berniqab di Prancis (c) 2016 Merdeka.com/Alchetron |
AMP - Rachid Nekkaz menggelar kampanye unik memprotes kebijakan pelarangan hijab terhadap perempuan muslim. Pengusaha asal Aljazair itu sengaja membayari denda yang diterima para wanita di Eropa hanya karena menjalankan perintah agama.
Huffington Post melaporkan, Sabtu (27/8), Nekkaz mengaku bersedia membayar denda untuk setiap perempuan dilarang mengenakan burkini. "Prancis telah menjadi negara diktator bagi perempuan muslim," ujarnya.
Saat merespon larangan memakai burkini, Nekkaz langsung mengirim surat kepada 26 wali kota di seantero Prancis yang menerapkan kebijakan diskriminatif itu. Dia minta tagihan denda dikirim padanya agar bisa langsung dibayar. Tawaran Nekkaz belum direspon sampai sekarang.
Kendati begitu, pengusaha 44 tahun ini mengaku sudah ada lima kasus larangan burkini yang dia bayari dendanya secara swadaya.
Perjuangan Nekkaz mendukung hak muslimah mengenakan hijab sudah dimulai sejak 2011. Pada tahun itu, Pengadilan Tinggi Prancis mulai melarang perempuan muslim memakai niqab di ruang publik. Dia kemudian menggelar kampanye penggalangan dana senilai 1 juta Euro.
Berbekal dana itu, Nekkaz membayar 1.165 denda perempuan berhijab di Prancis saja. Sisa uangnya masih cukup membayar denda untuk 268 perempuan muslim di Belgia, dua di Belanda, dan satu di Swiss.
Nekkaz mengaku sudah menghabiskan 245 ribu Euro (setara Rp 3,6 miliar) untuk membayar denda-denda tersebut. "Melarang perempuan muslim memakai baju sesuai keyakinannya tidak berhubungan dengan integrasi mereka ke masyarakat Eropa. Ini sepenuhnya kebijakan Islamofobik," kata Nekkaz.
Uniknya, Nekkaz menyebut dirinya muslim liberal. Dia menolak perempuan mengenakan baju kurung seperti burqa atau niqab. Dulunya Nekkaz adalah warga negara Prancis. Namun sejak 10 tahun terakhir dia melepas kewarganegaraannya kemudian hijrah ke Aljazair.
"Yang saya bela adalah hak asasi manusia," ujarnya.(MDK)
Huffington Post melaporkan, Sabtu (27/8), Nekkaz mengaku bersedia membayar denda untuk setiap perempuan dilarang mengenakan burkini. "Prancis telah menjadi negara diktator bagi perempuan muslim," ujarnya.
Saat merespon larangan memakai burkini, Nekkaz langsung mengirim surat kepada 26 wali kota di seantero Prancis yang menerapkan kebijakan diskriminatif itu. Dia minta tagihan denda dikirim padanya agar bisa langsung dibayar. Tawaran Nekkaz belum direspon sampai sekarang.
Kendati begitu, pengusaha 44 tahun ini mengaku sudah ada lima kasus larangan burkini yang dia bayari dendanya secara swadaya.
Perjuangan Nekkaz mendukung hak muslimah mengenakan hijab sudah dimulai sejak 2011. Pada tahun itu, Pengadilan Tinggi Prancis mulai melarang perempuan muslim memakai niqab di ruang publik. Dia kemudian menggelar kampanye penggalangan dana senilai 1 juta Euro.
Berbekal dana itu, Nekkaz membayar 1.165 denda perempuan berhijab di Prancis saja. Sisa uangnya masih cukup membayar denda untuk 268 perempuan muslim di Belgia, dua di Belanda, dan satu di Swiss.
Nekkaz mengaku sudah menghabiskan 245 ribu Euro (setara Rp 3,6 miliar) untuk membayar denda-denda tersebut. "Melarang perempuan muslim memakai baju sesuai keyakinannya tidak berhubungan dengan integrasi mereka ke masyarakat Eropa. Ini sepenuhnya kebijakan Islamofobik," kata Nekkaz.
Uniknya, Nekkaz menyebut dirinya muslim liberal. Dia menolak perempuan mengenakan baju kurung seperti burqa atau niqab. Dulunya Nekkaz adalah warga negara Prancis. Namun sejak 10 tahun terakhir dia melepas kewarganegaraannya kemudian hijrah ke Aljazair.
"Yang saya bela adalah hak asasi manusia," ujarnya.(MDK)
loading...
Post a Comment