AMP - Jumlah orang yang tewas akibat ditembak mati di jalanan kota-kota Filipina terus bertambah. Namun menurut kepolisian, tidak semua korban penembakan terlibat narkotika.
Menurut Kepala Polisi Nasional Filipina Ronaldo dela Rosa dalam rapat dengar dengan Senat, Selasa (22/8), sudah ada sekitar 1.900 orang yang tewas ditembak sejak Presiden Rodrigo Duterte menjabat Juli lalu.
Padahal Senin kemarin, Dela Rosa baru mengumumkan korban tewas sekitar 1.800, naik 100 orang dalam sehari.
Jika perhitungan ini benar, artinya rata-rata 35 orang terbunuh setiap harinya di Filipina sejak Duterte memimpin.
Dela Rosa mengatakan sekitar 750 orang diduga bandar narkotika tewas dalam operasi polisi. Berarti, kematian sisanya tidak jelas dilakukan oleh siapa. Ditambah lagi, ada 40 orang dari korban tewas yang diketahui sama sekali tidak terkait jaringan narkotika.
"Tidak semua kematian yang diselidiki terkait narkotika," kata Dela Rosa.
Duterte yang mendapatkan julukan "the Punisher" memang bersumpah akan memberantas narkotika, bahkan dengan kekerasan sekali pun.
Sumpah Duterte ini menuai kecaman dari anggota parlemen yang mengatakan presiden telah mendorong main hakim sendiri di antara warga. Kecaman juga datang dari berbagai lembaga HAM, termasuk dari PBB.
Namun Duterte malah memperingatkan agar jangan mencampuri cara dia menegakkan hukum. Duterte bahkan mengatakan anggota dewan bisa terbunuh jika mengganggu dan mengancam akan keluar dari PBB
Dela Rosa mengatakan, sudah hampir 700 ribu pengguna narkotika dan bandar menyerahkan diri karena takut ditembak mati.
Amerika Serikat, sekutu dekat Filipina juga telah menyampaikan "keprihatinan" terkait laporan banyaknya pembunuhan. Kementerian Luar Negeri Filipina mendesak pemerintah Duterte mematuhi norma-norma HAM.
Lembaga Human Right Watch mendesak PBB dan Uni Eropa segera turun tangan menghentikan pembunuhan di Filipina.
"AS dan UE harus menegaskan kepada Duterte bahwa mendorong kekerasan tidak bisa diterima dan akan merusak diplomasi dan merugikan perekonomian," ujar pernyataan HRW.
"Atau dengan kata lain, sulit melihat kapan pembunuhan ini akan berakhir," lanjut HRW. (CNN)
Menurut Kepala Polisi Nasional Filipina Ronaldo dela Rosa dalam rapat dengar dengan Senat, Selasa (22/8), sudah ada sekitar 1.900 orang yang tewas ditembak sejak Presiden Rodrigo Duterte menjabat Juli lalu.
Padahal Senin kemarin, Dela Rosa baru mengumumkan korban tewas sekitar 1.800, naik 100 orang dalam sehari.
Jika perhitungan ini benar, artinya rata-rata 35 orang terbunuh setiap harinya di Filipina sejak Duterte memimpin.
Dela Rosa mengatakan sekitar 750 orang diduga bandar narkotika tewas dalam operasi polisi. Berarti, kematian sisanya tidak jelas dilakukan oleh siapa. Ditambah lagi, ada 40 orang dari korban tewas yang diketahui sama sekali tidak terkait jaringan narkotika.
"Tidak semua kematian yang diselidiki terkait narkotika," kata Dela Rosa.
Duterte yang mendapatkan julukan "the Punisher" memang bersumpah akan memberantas narkotika, bahkan dengan kekerasan sekali pun.
Sumpah Duterte ini menuai kecaman dari anggota parlemen yang mengatakan presiden telah mendorong main hakim sendiri di antara warga. Kecaman juga datang dari berbagai lembaga HAM, termasuk dari PBB.
Namun Duterte malah memperingatkan agar jangan mencampuri cara dia menegakkan hukum. Duterte bahkan mengatakan anggota dewan bisa terbunuh jika mengganggu dan mengancam akan keluar dari PBB
Dela Rosa mengatakan, sudah hampir 700 ribu pengguna narkotika dan bandar menyerahkan diri karena takut ditembak mati.
Amerika Serikat, sekutu dekat Filipina juga telah menyampaikan "keprihatinan" terkait laporan banyaknya pembunuhan. Kementerian Luar Negeri Filipina mendesak pemerintah Duterte mematuhi norma-norma HAM.
Lembaga Human Right Watch mendesak PBB dan Uni Eropa segera turun tangan menghentikan pembunuhan di Filipina.
"AS dan UE harus menegaskan kepada Duterte bahwa mendorong kekerasan tidak bisa diterima dan akan merusak diplomasi dan merugikan perekonomian," ujar pernyataan HRW.
"Atau dengan kata lain, sulit melihat kapan pembunuhan ini akan berakhir," lanjut HRW. (CNN)
loading...
Post a Comment