Halloween Costume ideas 2015
loading...

Indonesia Di Tepi Jurang; Negara Terpuruk, Hutang Menumpuk, Aset Terkeruk

AMP - Indonesia memang telah merdeka dari penjajahan fisik negara-negara asing. Meskipun demikian, proses intervensi dan dominasi asing dalam berbagai aspek di negeri ini baik dalam aspek politik, ekonomi, hukum dan sosial justru makin kuat. Kerugian dan kerusakannya juga jauh lebih parah dibandingkan dengan penjajahan fisik masa lalu. Ironis, banyak pihak termasuk pemimpin negeri ini, sadar atau tidak, telah menjadi bagian yang membantu proses penjajahan tersebut. Utang luar negeri melonjak sementara kesejahteraan masyarakat masih jauh dari harapan. Ironis!, dari waktu ke waktu kekuatan bangsa ini terus merosot karena perekonomian dikuasai kekuatan asing.

Ketika negara sudah tidak lagi independen dan berjalan sesuai dengan arahan asing, inilah wujud nyata penjajahan atau imperialisme. Melalui penjajahan gaya baru atau neoimperialisme inilah, Barat mencengkeram negara Dunia Ketiga, termasuk Indonesia. 

Seperti dilansir situs resmi bank Indonesia (www.bi.go.id), Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Mei 2016 tercatat sebesar USD314,3 miliar atau melambat 3,7%. Berdasarkan jangka waktu asal, utang luar negeri berjangka panjang menyusut, dan utang luar negeri berjangka pendek masih mengalami penurunan.

Menurut Analis Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Dani Setiawan mengungkapkan, bahwa keinginan pemerintah yang melakukan penambahan utang sebesar Rp 605,3 triliun pada tahun awal tahun 2016 hanya akan menambah sulit perekonomian dan menambah beban bagi rakyat Indonesia. “Negara yang bergantung pada utang sudah pasti perekonomiannya tidak sehat,” ungkapnya di Jakarta, Sabtu (2/1/2016).

Bank Indonesia (BI) melaporkan utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir kuartal I-2016 sebesar 316 miliar dollar AS, atau tumbuh 5,7 persen secara tahunan. Jika dihitung dengan kurs Rp. 13.278,-/dolar, maka hutang tersebut telah setara dengan 4.195 triliun rupiah lebih.

Berdasarkan rincian tenor, ULN jangka panjang tercatat meningkat, sementara ULN jangka pendek menurun. Jika ditilik kelompok peminjam, ULN sektor publik tercatat meningkat, sementara ULN sektor swasta menurun. Rasio ULN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir kuartal I-2016 tercatat sebesar 36,5 persen, meningkat dari 36 persen pada akhir kuartal IV 2015. ULN jangka panjang pada akhir kuartal I-2016 nilainya mencapai 277,9 miliar dollar AS (87,9 persen dari total ULN) atau naik 7,9 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Untuk ULN berjangka pendek pada akhir kuartal I-2016 tercatat sebesar 38,1 miliar dollar AS atau turun 8,4 persen (kompas.com, 17/05/16).

Hutang negara membludak, statistik membuktikan bahwa aset pengelolaan sumber daya alam (SDA) di Indonesia di kendalikan oleh 80 persen perusahaan negara luar. Perusahaan pertambangan emas, perak, dan tembaga milik Freeport Mc Moran asal Amerika sudah bercokol hampir 32 tahun. Mengeruk sedalam-dalamnya hasil bumi yang bisa dikeruk yang kemudian meninggalkan ratusan kawah dan tanah tandus. Ironis!


Sehingga tekanan utang dan dominasi asing dalam ekonomi itu membuat rakyat banyak tidak sejahtera. Bagaimana tidak, hasil mineral dan tambang, banyak diekspor, padahal di dalam negeri, mineral dan tambang itu sangat dibutuhkan.

Kapitalisme: Bahaya Nyata!

Sebagaimana diketahui bahwa dalam sistem negara kapitalisme-sekularistik, sumber pembiayaan negara yang paling utama berasal dari pajak. Pajak adalah pungutan yang ditetapkan oleh negara dan ditarik dari rakyat tanpa pandang bulu. Dari dana-dana pajak inilah negara membiayai seluruh komponen belanja negara, membiayai pembangunan termasuk untuk membayar cicilan hutang. Jadi, hakekatnya rakyatlah yang berkewajiban membayar utang negara. Meskipun, seringkali hutang-hutang yang dibuat Pemerintah lebih menguntungkan pihak-pihak tertentu, termasuk memberikan untung besar pada negara pemberi hutang. Dengan demikian, dapat dipastikan beban tanggungan atas hutang-hutan yang terus ditumpuk pemerintahan Jokowi-JK ini akan dipanggulkan pada pundak rakyat. Padahal, sekedar untuk memenuhi hajat asasinya sendiri, rakyat sudah terseok dan hampir jatuh ditekan berbagai himpitan kebutuhan dan kesulitan ekonomi. Akibat beban dan kewajiban utang, SDM dan SDA Indonesia akan dieksploitasi untuk mendapatkan Devisa guna melakukan pembayaran utang.

Ketika negara sudah tidak lagi independen dan berjalan sesuai dengan arahan asing, inilah wujud nyata penjajahan atau imperialisme. Melalui penjajahan gaya baru atau neoimperialisme inilah, Barat mencengkeram negara Dunia Ketiga, termasuk Indonesia. Amerika dan Barat kemudian mengeruk kekayaan alam Indonesia dengan legitimasi perundang-undangan hasil karya wakil-wakil rakyat yang dipilih secara demokratis oleh rakyat.

Karena itu jangan heran jika rezim menganut paham neoliberalisme dalam mengatur negeri ini. Paham ini menghendaki pengurangan peran negara di bidang ekonomi. Dalam pandangan neoliberalisme, negara dianggap sebagai penghambat utama penguasaan ekonomi oleh individu/korporat. Pengurangan peran negara dilakukan dengan privatisasi sektor public seperti migas, listrik, jalan tol dan lainnya; pencabutan subsidi komoditas strategis seperti migas, listrik, pupuk dan lainnya; penghilangan hak-hak istimewa BUMN melalui berbagai ketentuan dan perundang-undangan yang menyetarakan BUMN dengan usaha swasta.

Neoliberalisme dan neoimperialisme tentu saja berdampak sangat dampak buruk buat kita semua. Di antaranya, tingginya angka kemiskinan dan kesenjangan ekonomi, kerusakan moral, korupsi yang makin menjadi-jadi, dan kriminalitas yang kian merajalela. Banyaknya pejabat dan anggota legislatif yang menjadi tersangka korupsi menjadi bukti sangat nyata perilaku mereka yang menghalalkan segala cara guna mengembalikan investasi politiknya. Eksploitasi SDA di negeri ini secara brutal juga menunjukkan bagaimana para pemimpin negeri ini telah gelap mata dalam memperdagangkan kewenangannya sehingga membiarkan kekayaan alam yang semestinya untuk kesejahteraan rakyat itu dihisap oleh korporasi domestik maupun asing. Kenyataan buruk itu makin diperparah oleh kebijakan-kebijakan politik seperti kenaikan harga BBM, elpiji, tarif listrik, dan lain-lain.

Jadi, neoliberalisme sesungguhnya merupakan upaya pelumpuhan negara, selangkah menuju corporate state (korporatokrasi). Ketika itu terjadi, negara dikendalikan oleh persekutuan jahat antara politikus dan pengusaha. Konsekuensinya, keputusan-keputusan politik tidak dibuat untuk kepentingan rakyat, tetapi untuk kepentingan korporat baik domestik maupun asing. Maka, sistem Kapitalisme-Sekularistik merupakan bahaya besar yang dihadapi Indonesia. Ini bukan sekadar teori atau ancaman, tetapi sudah menjadi kenyataan di depan mata.

Oleh karena itu, jelas negeri ini harus segera diselamatkan. Tak ada pilihan lain kecuali dengan Islam. Jadi, selamatkan Indonesia dengan Syariah dan Khilafah.[]

Sumber: sholihah.web.id
loading...

Post a Comment

loading...

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget