Irwandi Yusuf bersama kerabat dekatnya Ahmad Dani saat mendarat di bandara Malikussaleh |
Oleh: Irwandi Yusuf
AMP - Bermula dengan keluarnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Mendagri dan Menag RI tentang Kerukunan Umat Beragama. Dalam SKB itu diatur juga tentang prosedur pendirian rumah ibadah umat minoritas. Kakanwil Depag melihat ada beberapa kelemahan dalam SKB itu jika diterapkan Aceh, lalu mengusulkan beberapa pengetatan klausul dan usulannya tersebut saya terima, sehingga terbitlah Pergub No. 25/2007.
Dalam SKB Dua Menteri tersebut antara lain mensyaratkan apabila ada usulan pendirian rumah ibadah minoritas maka wajib ditandatangani oleh 90 KK pengusul dan disetujui oleh 60 KK masyarakat mayoritas disamping harus mendapat rekom dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Saya mengubah syarat2 itu karena saya anggap mudah dicapai, menjadi: - pengusul diubah dari 90 KK menjadi 150 KK.
Tidak kampung di Aceh yg mempunyai penduduk minoritas sampai 150 KK. - penyetuju diubah dari 60 KK menjadi 120 KK. - ada tambahan syarat extra dari saya, yaitu harus ada IZIN dari KUA KECAMATAN. Pada tahun 2009 Partai Aceh baru mau ikut Pemilu, dan saya adalah salah satu tulang punggung PA. Menjelang Pemilu 2009, Kodam IM dibawah kepemimpinan Mayjen Soenarko, menginstruksikan jajarannya utk mencegah kemenangan PA. Bermacam cara dilakukan, dan ada catatannya pada media massa.
Menjelang Pemilu 2009, Dandim Aceh Utara, Letkol Yoseph dan beberapa Dandim lainnya, memanggil Abu2 dan Teungku2, terutama yang tergabung dalam Partai Daulat Aceh serta para santrinya ke Makodim. Kepada Abu2 dan Teungku2 serta para santri, Letkol Yoseph membeberkan sebagian saja isi Pergub itu tanpa menyinggung tentang isi SKB.
Dia mengatakan Gubernur Aceh sudah membuat peraturan yang mengizinkan pendirian gereja di Aceh. FITNAH KUBRA sudah dimulai. Mendengar itu, Abu-Abu, Teungku-Teungku dan santri-santri yang hadir kontan tersulut emosinya dan sudah mulai menganggap Gubernur Aceh dan PA sebagai antek-antek kafir.
Keesokan harinya dan hari-hari berikutnya mulai bermunculan tanggapan Abu-Abu dan Teungku-Teungku di media masa, dalam ceramah-ceramah, bahkan dalam khutbah jumat, bahwa Gubernur Aceh dan PA sudah kafir. Tak kurang dari Alm Abu Panton dan Abu Daud Lueng Angen yang menulis di koran. Teungku-Teungku lain pun tak ketinggalan.
Melihat seriusnya masalah, saya membuat rapat dengan MPU, MAA, Ulama Kharismatik, yaitu Abu Tu Min Blang Blahdeh, Abu di Kuta Krueng, Alm. Abuya Professor Muhibuddin Waly dan beberapa orang ulama lagi. Kepada mereka saya beberkan semuanya. Semua yang hadir kemudian memutuskan MEMPERTAHANKAN Pergub No 25/2007 dengan cara melakukan sosialisasi dan meng-konter fitnah-fitnah yang sudah merebak.
Tim Penerangan PA juga berjibaku membersihkan fitnah yg merugikan PA, yg bersumber dari Dandim Letkol Yoseph atas perintah atasan. Anehnya, pada musim pilkada 2012, isu Pergub No. 25/2007 itu justeru digunakan oleh PA untuk menghantam saya yang mencalonkan diri secara independen karena tidak dicalonkan oleh PA. Lucunya lagi, Pak Soenarko kali ini bergabung dengan PA untuk memenangkan ZIKIR.
Lebih aneh lagi dan sangat munafikun, pada saat muncul kehebohan berdirinya gereja-gereja baru di Singkil pada akhir tahun 2012/awal 2013, Zaini Abdullah justru menggunakan Pergub No. 25/2007 sebagai senjata untuk menutup gereja-gereja baru ini. Sementara itu, anak-anak buahnya dari PA masih tetap memaki-maki saya dengan mengatakan banyak sekali gereja yang sudah saya dirikan di Aceh.
Tiiada maaf bagi pemfitnah ini, kecuali dia datang kepada saya untuk minta maaf.[red]
loading...
Post a Comment