AMP - Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menyetujui penjualan lebih dari 130 tank tempur Abrams, 20 kendaraan lapis baja, dan alat lainnya senilai US$1,15 miliar atau setara Rp15 triliun ke Arab Saudi.
"Penjualan ini akan meningkatkan interoperabilitas Pasukan Darat Kerajaan Saudi [RSLF] dengan pasukan AS dan menunjukkan komitmen AS terhadap keamanan Arab Saudi dan modernisasi pasukan bersenjata," demikian pernyataan resmi Kementerian Pertahanan AS seperti dikutip Reuters.
Badan Kerja Sama Keamanan Pertahanan AS mengatakan bahwa kontraktor utama dari penjualan ini sudah ditetapkan, yaitu General Dynamics. Namun, pembuat kebijakan masih dapat membatalkan penjualan ini dalam kurun waktu 30 hari, meskipun langkah tersebut sangat jarang diambil.
Persetujuan ini diumumkan bertepatan dengan kembali ramainya berita mengenai serangan koalisi udara Arab Saudi terhadap kelompok pemberontak Houthi di Yaman demi membantu pasukan pemerintah Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi yang kian terdesak sejak awal tahun lalu.
Berbagai kelompok pemerhati hak asasi manusia mengkritik serangan udara itu. Pasalnya, serangan itu tak hanya menewaskan pasukan Houthi, tapi juga warga sipil.
Serangan memang sempat reda sejak adanya perundingan damai. Namun, setelah perundingan itu gagal pada akhir pekan lalu, koalisi Saudi kembali melakukan serangan udara di ibu kota Yaman, Sanaa, untuk pertama kalinya sejak lima bulan pada Selasa (9/8).
Petugas medis mengatakan, hingga saat ini tercatat 9 warga sipil tewas dalam serangan di sebuah pabrik keripik kentang di distrik Nahda, Sanaa.
Seorang peneliti dari Human Rights Watch, Kristine Beckerle, pun menyayangkan penjualan senjata oleh AS ini.
"Kampanye koalisi pimppinan Saudi di Yaman sangat merugikan warga sipil dan AS seharusnya menghentikan penjualan senjata ke Arab Saudi, jangan terima lagi," katanya. (CNN)
"Penjualan ini akan meningkatkan interoperabilitas Pasukan Darat Kerajaan Saudi [RSLF] dengan pasukan AS dan menunjukkan komitmen AS terhadap keamanan Arab Saudi dan modernisasi pasukan bersenjata," demikian pernyataan resmi Kementerian Pertahanan AS seperti dikutip Reuters.
Badan Kerja Sama Keamanan Pertahanan AS mengatakan bahwa kontraktor utama dari penjualan ini sudah ditetapkan, yaitu General Dynamics. Namun, pembuat kebijakan masih dapat membatalkan penjualan ini dalam kurun waktu 30 hari, meskipun langkah tersebut sangat jarang diambil.
Persetujuan ini diumumkan bertepatan dengan kembali ramainya berita mengenai serangan koalisi udara Arab Saudi terhadap kelompok pemberontak Houthi di Yaman demi membantu pasukan pemerintah Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi yang kian terdesak sejak awal tahun lalu.
Berbagai kelompok pemerhati hak asasi manusia mengkritik serangan udara itu. Pasalnya, serangan itu tak hanya menewaskan pasukan Houthi, tapi juga warga sipil.
Serangan memang sempat reda sejak adanya perundingan damai. Namun, setelah perundingan itu gagal pada akhir pekan lalu, koalisi Saudi kembali melakukan serangan udara di ibu kota Yaman, Sanaa, untuk pertama kalinya sejak lima bulan pada Selasa (9/8).
Petugas medis mengatakan, hingga saat ini tercatat 9 warga sipil tewas dalam serangan di sebuah pabrik keripik kentang di distrik Nahda, Sanaa.
Seorang peneliti dari Human Rights Watch, Kristine Beckerle, pun menyayangkan penjualan senjata oleh AS ini.
"Kampanye koalisi pimppinan Saudi di Yaman sangat merugikan warga sipil dan AS seharusnya menghentikan penjualan senjata ke Arab Saudi, jangan terima lagi," katanya. (CNN)
loading...
Post a Comment