Oleh: Umar Syarifudin (praktisi politik)
“Kita butuh pemimpin yang pro rakyat
bukan pemimpin pro kapitalis, bukan pemimpin yang memperlakukan orang
miskin dengan menginjak-injak” KH. Anwar Iskandar dalam Pengajian Akbar
yang dihadiri sekitar 3000 warga dilaksanakan 22/7/16 di Halaman Masjid
al Ikhlas Ngadiluwih dengan slogan “Berbeda madzhab bersatu dalam
politik” menyikapi bahaya laten komunisme yang menghadirkan dua
pembicara lainnya yakni Aminudin Kasdi, M. Si dan Prof. dr. Thohir Luth,
MA. Sedangkan Maujend TNI Purn. H. Kivlan Zein, S. IP yang juga
diundang sebagai pembicara belum bisa hadir.
Kesejahteraan yang merata akan terus
menjadi mimpi dalam sistem ekonomi Kapitalisme. Pasalnya, Kapitalisme
dibangun di atas asumsi dasar, bahwa persoalan utama ekonomi adalah
kelangkaan barang dan jasa. Solusinya adalah produksi, bukan distribusi.
Konsekuensinya, yang menjadi fokusnya adalah pertumbuhan ekonomi, bukan
pemerataan ekonomi. Kesejahteraan juga terus menjadi mimpi jika
berusaha diwujudkan melalui ideologi dan sistem ekonomi Sosialisme yang
dibangun di atas ide dasar pemberangusan kepemilikan individu.
Dalam negara demokrasi, legislasi UU,
Hukum dan peraturan merupakan salah satu nafas kehidupannya. Proses
legislasi di negeri ini – juga layaknya di negara demokrasi lainnya di
seluruh dunia – dilakukan secara bersama-sama antara pemerintah dan
DPR/Parlemen. Sebuah UU lahir setelah melalui pembahasan antara
Pemerintah dan DPR. Inisiatif pengajuan RUU bisa berasal dari
Pemerintah (eksekutif) dan bisa juga berasal dari DPR. Dengan begitu,
UU yang dibuat menampakkan wajah Pemerintah dan DPR sekaligus, meski
pada persepsi masyarakat wajah DPR dalam penetapan sebuah UU lebih
menonjol, sebab sebuah RUU menjadi UU prosesnya lebih banyak ditentukan
di DPR.
Legislasi yang terjadi itu sekaligus memberikan deskripsi tentang proses-proses politik, kekuasaan, tawar menawar, bargaining,
bahkan tak jarang juga menggambarkan transaksi politik, kekuasaan dan
kepentingan pemilik modal. Legislasi itu juga bisa menggambarkan potret
kehidupan masyarakat ke depan. Sebab legislasi itu menggambarkan
bagaimana kehidupan dan interaksi yang ada di masyarakat ke depan
diatur. Proses legislasi UU tahun ini tidak banyak berubah dari
tahun-tahun sebelumnya yang terkesan kejar setoran dan tidak melalui
kajian yang matang, menampung aspirasi masyarakat dan tak jarang
terkesan manipulatif.
UU semestinya melindungi hak-hak rakyat,
mengedepankan kepentingan rakyat, menghilangkan kedzaliman terhadap
rakyat dan merealisasi rasa keadilan. Legislasi dilakukan dengan banyak
mengabaikan kepentingan dan aspirasi masyarakat, sering tanpa melalui
proses dan kajian yang mendalam, lebih mengedepankan kepentingan
kapitalis dan memundurkan kepentingan rakyat. Dis amping itu, juga
kental spirit liberalisasi, kadang mengusung spirit represif dan memberi
peluang UU dijadikan alat demi kepentingan tertentu dan kekuasaan.
Political will Pemerintah dan
DPR yang kapitalis dan neoliberal saat ini merupakan hasil sistem
demokrasi kapitalis. Sistem ini masih tegak sebenarnya juga karena political umat atau rakyat masih mendukung baik secara sadar maupun karena dibodohi oleh para elite politiknya.
Jika pemerintah ingin mewujudkan politik
dan ekonomi yang berdaulat dan mandiri meniscayakan penghentian campur
tangan asing. Sebaliknya, hal itu mustahil bisa diwujudkan dalam sistem
Kapitalisme sekarang. Pasalnya, sebagian besar sumberdaya alam—yang
menjadi sumber utama pemasukan negara untuk membiayai semua kebutuhan
rakyat—sering malah dijual kepada pihak asing atas nama privatisasi yang
telah diamanatkan undang-undang. Itulah yang terjadi di Indonesia saat
ini.
Selama sistem yang dipakai adalah
Kapitalisme, kemandirian ekonomi dan kesejahteraan rakyat akan terus
menjadi mimpi. Ekonomi yang berdaulat/mandiri dan pro-rakyat jelas hanya
akan bisa diwujudkan dengan sistem Islam. Caranya adalah dengan
penerapan sistem ekonomi Islam yang dijalankan dalam bangunan hukum dan
sistem politik Islam secara konsisten.
Kesimpulannya, ada dua faktor utama di balik berbagai persoalan yang timbul : sistem yang bobrok (yakni sistem Kapitalisme-sekular, termasuk demokrasi di dalamnya) dan pemimpin (penguasa/wakil rakyat) yang tak amanah. Karena itu, bila kita ingin sungguh-sungguh lepas dari berbagai persoalan di atas, kita harus memilih sistem yang baik dan pemimpin yang amanah.
Sistem yang baik hanya datang dari Zat Yang Mahabaik, Allah SWT. Itulah
syariah Islam yang diterapkan dalam sistem Khilafah. Adapun pemimpin
yang amanah adalah yang mau sungguh-sungguh menjalankan sistem yang baik
itu itu.
Sekiranya penduduk negeri beriman
dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu,
maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya (QS al-A’raf [7]: 96).
Karena itu, kita wajib mewujudkan sistem
ekonomi Islam yang diterapkan dalam bangunan sistem politik Islam,
yaitu Khilafah Rasyidah. Itulah salah satu wujud ketakwaan kita. Dengan
itulah harapan semua orang selama ini akan bisa terwujud.[voaislam]
loading...
Post a Comment