AMP - Publik di Aceh lagi ribut. Pohon “Kohler” atau “Kohlerboom” yang tumbuh di Mesjid Raya Baiturrahman sudah ditebang. Payung elektrik kabarnya akan menggantikan pohon Kohler. Ragam kecamanpun muncul. Salah satunya rezim yang memimpin Aceh saat ini dituding tidak menghargai sejarah.
Ardiansyah, tokoh muda dari Nagan Raya, menulis khusus di halaman facebooknya: Alasan menghilangkan tanda di mana Jendral Kohler tewas adalah alasan tehnis semata, nanti juga karena alasan tehnis kerkhoff tempat bersemanyamnya para serdadu marsose belanda juga akan di bongkar demi alasan tata ruang yang harus di atur ulang. Bagi saya selain alasan kemanusiaan maka saya tak setuju jika nantinya kuburan para serdadu ini juga turut di bongkar atau di pindahkan.
selain soal kemanusiaan saya pikir kuburan para serdadu ini patut di pertahankan sebab ini membuktikan ada perang hebat dulu kala terjadi di Aceh. Namun jika tujuannya menghapus sejarah tentang dasyatnya usaha penaklukan belanda yang gagal dengan mesiu yang mengakibatkan belanda harus menggali kubur untuk serdadu yang tewas itu lain cerita. Sebab terkadang sejarah kelam memang tak perlu di tulis apalagi di ingat.
Apakah saya? Anda? menjadi tukang sapu sejarah kelam bangsa lain? Ataukan memang saya? Anda ? sudah tidak mengenal diri lagi sebagai sebuah bangsa. !!!
Menghargai satu sama lain itu penting, namun menghilangkan jati diri demi merasa agar lebih di hargai itu tak penting !!!
Bukan hanya Ardiansyah, sebahagian publik lainnya juga berkeyakinan bahwa pohon geuleumpang yang ditanam ulang semasa Ibrahim Hasan itu menjadi jejak sejarah bahwa di sinilah, di halaman mesjid raya ini, Jenderal J. H. R. Kohler, komandan 3000-an tentara kolonial Belanda ditembak mati oleh sniper Aceh berusia belia pada 14 April 1873.
Kohler yang sempat dimakamkan di Kebon Jahe Kober, yang saat ini disebut Museum Taman Prasasti, Jakarta lalu dipindah lagi ke Aceh. Sisa tulang belulang Kohler digali dan dipindahkan ke Aceh. Kohler akhirnya dimakamkan kembali dengan upacara militer pada 19 Mei 1978 di Kerkof Peutjut dengan makam berbentuk monumen yang sama persis dengan makamnya di Kebon Jahe Kober, hanya tinggi dan ukurannya lebih kecil.
Meski begitu, ada juga publik yang tidak menyoal lagi penebangan pohon Kohler. Alasannya, jejak sejarah tewasnya Kohler bisa dikenang dengan berbagai cara. Tapi, pembangunan mesjid raya untuk menghadapi masa depan juga penting. Pembangunan terkadang tidak bisa menghindari beberapa hal, termasuk soal keterpaksaan menghilangkan jejak sejarah.
Tapi, siapa Kohler yang memiliki prasasti di Kerkof Aceh dan Kerkof Jakarta itu? Mengapa ada banyak yang marah dan menyesali tindakan penebangan pohon Kohler untuk keperluan pembenahan Mesjid Raya Baiturrahman? Adakah karena hubungan darah, sejarah, atau semata karena sikap kesal terhadap rezim yang tidak kreatif dalam membangun sehingga tidak mampu menjaga jejak-jejak sejarah yang sudah diukir anak negeri di masa silam.
Dari banyak catatan sejarah tercatat bahwa Mayor Jenderal Johan Harmen Rudolf Kohler adalah pimpinan tentara kerajaan Belanda membawa 3000-an serdadu menapakkan kakinya di bumi Serambi Mekkah pada 6 April 1873 untuk merebut Aceh. Satu langkah yang dilakukan oleh Belanda setelah Perjanjian London yang disepakati bersama Inggris pada 1871; yang salah satu poinnya berbunyi Inggris memberikan kekuasaan kepada Belanda untuk mengambil tindakan di Aceh.
Pada 26 Maret 1873 Belanda menyatakan perang terhadap Aceh dan mengirimkan pasukan ekspedisi dibawah komando Kohler ke Aceh. Tragis, belum sebulan berada di Aceh, nyawanya melayang tertembus peluru sniper muda belia Aceh.
Kohler dan Yahudi
Bagi yang sudah melihat jejak Kohler melalui nisan dan prasastinya akan segera paham bahwa Kohler adalah sosok Yahudi Belanda.
Dari ulasan situs online eramuslim tercatat bahwa di atas prasasti Kohler terdapat simbol Hexagram atau Bintang David di tiap sisinya, di tiap-tiap rusuk prasasti secara vertikal terdapat obor yang terbalik di mana apinya yang menyala terletak di bawah, lalu di tiap sisi terdapat simbol-simbol dan tulisan yang berbeda, di antaranya simbol The Iron Cross atau juga dikenal sebagai Salib Templar, dan simbol ular melingkar dengan mulut yang menggigit ujung ekornya, atau dalam dunia simbol disebut sebagai Ouroboros Symbol (A Snake Bitting is Tail) .
Masih menurut eramuslim, hanya orang Yahudi yang dimakamkan dengan Simbol Bintang David di prasastinya. Dengan demikian jelas, penyerangan Belanda atas Banda Aceh dipimpin oleh seorang perwira Yahudi-Belanda.
Dan tentang simbol Salib Templar, hal ini memperkuat jika Kohler bukanlah ‘Yahudi biasa” melainkan seorang Yahudi yang sedikit banyak bersinggungan dengan kelompok-kelompok rahasia Luciferian seperti halnya Templar, Freemasonry (Vrijmetselarij), Rosikrusian, dan sebagainya. Apalagi dengan adanya simbol Ular, Ouroboros.
Dalam kamus simbol dunia, Ouroboros yang termasuk ke dalam ‘Satanic Symbols’ ini memiliki arti sebagai keabadian, kesemestaan, yang juga mewakili kekuatan Lucifer itu sendiri.
***
Lambang Bintang David terukir jelas pada beberapa nisan di kompleks Kherkhoff, Banda Aceh. Salah satunya pada sebuah nisan yang terletak di bawah pohon trembesi kompleks makam. Nisan yang berkontruksi semen ini tertulis “Hermann Werebeitschik, Geb. Te Grogng, Ausland, Oug 56 Jaar diketahui meninggal di Koetaradja, 23 Oktober 1931 lalu.
Begitu juga dengan logo ular melingkar di nisan Jenderal Kohler Ridder yang dikenal dengan istilah Ouborus, tulisan Ibrani di nisan Salomon Mozez, Juda Joseph, Rachel Emmanuel, L. Bipkenfeld, Catharina Daniels, Evelline Goldenberg , Meir Bolchover dan Deborah Bolchover.
Perlu diketahui, Kerkof atau Kherkheff merupakan pemakaman militer tempat disemanyamkan sekitar 2.200 tentara Belanda yang sampai saat ini menjadi tanda pengenal sejarah heroik pejuang Aceh melawan kolonialis Belanda.
Makam ini juga sekaligus menandakan kenangan pahit tentara Belanda menerima kekalahan telak, baik dari segi materil maupun nyawa sekaligus. Saat pengunjung memasuki areal kompleks, para pengunjung akan melewati sebuah pintu gerbang yang dinamakan “Gerbang Kehormatan Peutjoet” yang dibangun pada tahun 1896.
Di pucuk gerbang itu pengunjung dapat membaca tulisan dalam bahasa Belanda, Melayu dan Jawa yang berbunyi “Aan onze kameraden, gevallen op het van eer ( = Untuk sahabat kita, yang gugur di medan perang)”. Selanjutnya, di dinding gerbang tertera nama-nama tentara Belanda yang dimakamkan di areal kompleks.
Nah, Berbicara tentang jejak Yahudi di Aceh, itu lepas peran masa kolonialis Belanda yang mulai melakukan ekspansi ke bumi Tanah Rencong pada 26 Maret 1873.
Menurut penuturan Amri, penjaga kuburan Kherkhoff, setidaknya ada sekitar 24 nisan milik Belanda keturunan Yahudi yang tersisa pasca musibah tsunami menerjang kompleks pemakaman.
“Sebelum tsunami, ada beberapa nisan lainnya yang menunjukkan ciri khas Yahudi seperti logo Bintang David dan tulisan Ibrani yang terletak di sudut barat makam,” ujar Amri kepada ACEHTREND, Sabtu, 21 November 2015.
Adakah orang-orang Yahudi di Aceh? Sampai saat ini belum ada narasumber yang bisa menjelaskannya. Tapi ungkapan “meuyahudi” ada. [] (Dari berbagai sumber/acehtrend.co)
Ardiansyah, tokoh muda dari Nagan Raya, menulis khusus di halaman facebooknya: Alasan menghilangkan tanda di mana Jendral Kohler tewas adalah alasan tehnis semata, nanti juga karena alasan tehnis kerkhoff tempat bersemanyamnya para serdadu marsose belanda juga akan di bongkar demi alasan tata ruang yang harus di atur ulang. Bagi saya selain alasan kemanusiaan maka saya tak setuju jika nantinya kuburan para serdadu ini juga turut di bongkar atau di pindahkan.
selain soal kemanusiaan saya pikir kuburan para serdadu ini patut di pertahankan sebab ini membuktikan ada perang hebat dulu kala terjadi di Aceh. Namun jika tujuannya menghapus sejarah tentang dasyatnya usaha penaklukan belanda yang gagal dengan mesiu yang mengakibatkan belanda harus menggali kubur untuk serdadu yang tewas itu lain cerita. Sebab terkadang sejarah kelam memang tak perlu di tulis apalagi di ingat.
Apakah saya? Anda? menjadi tukang sapu sejarah kelam bangsa lain? Ataukan memang saya? Anda ? sudah tidak mengenal diri lagi sebagai sebuah bangsa. !!!
Menghargai satu sama lain itu penting, namun menghilangkan jati diri demi merasa agar lebih di hargai itu tak penting !!!
Bukan hanya Ardiansyah, sebahagian publik lainnya juga berkeyakinan bahwa pohon geuleumpang yang ditanam ulang semasa Ibrahim Hasan itu menjadi jejak sejarah bahwa di sinilah, di halaman mesjid raya ini, Jenderal J. H. R. Kohler, komandan 3000-an tentara kolonial Belanda ditembak mati oleh sniper Aceh berusia belia pada 14 April 1873.
Kohler yang sempat dimakamkan di Kebon Jahe Kober, yang saat ini disebut Museum Taman Prasasti, Jakarta lalu dipindah lagi ke Aceh. Sisa tulang belulang Kohler digali dan dipindahkan ke Aceh. Kohler akhirnya dimakamkan kembali dengan upacara militer pada 19 Mei 1978 di Kerkof Peutjut dengan makam berbentuk monumen yang sama persis dengan makamnya di Kebon Jahe Kober, hanya tinggi dan ukurannya lebih kecil.
Meski begitu, ada juga publik yang tidak menyoal lagi penebangan pohon Kohler. Alasannya, jejak sejarah tewasnya Kohler bisa dikenang dengan berbagai cara. Tapi, pembangunan mesjid raya untuk menghadapi masa depan juga penting. Pembangunan terkadang tidak bisa menghindari beberapa hal, termasuk soal keterpaksaan menghilangkan jejak sejarah.
Tapi, siapa Kohler yang memiliki prasasti di Kerkof Aceh dan Kerkof Jakarta itu? Mengapa ada banyak yang marah dan menyesali tindakan penebangan pohon Kohler untuk keperluan pembenahan Mesjid Raya Baiturrahman? Adakah karena hubungan darah, sejarah, atau semata karena sikap kesal terhadap rezim yang tidak kreatif dalam membangun sehingga tidak mampu menjaga jejak-jejak sejarah yang sudah diukir anak negeri di masa silam.
Dari banyak catatan sejarah tercatat bahwa Mayor Jenderal Johan Harmen Rudolf Kohler adalah pimpinan tentara kerajaan Belanda membawa 3000-an serdadu menapakkan kakinya di bumi Serambi Mekkah pada 6 April 1873 untuk merebut Aceh. Satu langkah yang dilakukan oleh Belanda setelah Perjanjian London yang disepakati bersama Inggris pada 1871; yang salah satu poinnya berbunyi Inggris memberikan kekuasaan kepada Belanda untuk mengambil tindakan di Aceh.
Pada 26 Maret 1873 Belanda menyatakan perang terhadap Aceh dan mengirimkan pasukan ekspedisi dibawah komando Kohler ke Aceh. Tragis, belum sebulan berada di Aceh, nyawanya melayang tertembus peluru sniper muda belia Aceh.
Kohler dan Yahudi
Bagi yang sudah melihat jejak Kohler melalui nisan dan prasastinya akan segera paham bahwa Kohler adalah sosok Yahudi Belanda.
Dari ulasan situs online eramuslim tercatat bahwa di atas prasasti Kohler terdapat simbol Hexagram atau Bintang David di tiap sisinya, di tiap-tiap rusuk prasasti secara vertikal terdapat obor yang terbalik di mana apinya yang menyala terletak di bawah, lalu di tiap sisi terdapat simbol-simbol dan tulisan yang berbeda, di antaranya simbol The Iron Cross atau juga dikenal sebagai Salib Templar, dan simbol ular melingkar dengan mulut yang menggigit ujung ekornya, atau dalam dunia simbol disebut sebagai Ouroboros Symbol (A Snake Bitting is Tail) .
Masih menurut eramuslim, hanya orang Yahudi yang dimakamkan dengan Simbol Bintang David di prasastinya. Dengan demikian jelas, penyerangan Belanda atas Banda Aceh dipimpin oleh seorang perwira Yahudi-Belanda.
Dan tentang simbol Salib Templar, hal ini memperkuat jika Kohler bukanlah ‘Yahudi biasa” melainkan seorang Yahudi yang sedikit banyak bersinggungan dengan kelompok-kelompok rahasia Luciferian seperti halnya Templar, Freemasonry (Vrijmetselarij), Rosikrusian, dan sebagainya. Apalagi dengan adanya simbol Ular, Ouroboros.
Dalam kamus simbol dunia, Ouroboros yang termasuk ke dalam ‘Satanic Symbols’ ini memiliki arti sebagai keabadian, kesemestaan, yang juga mewakili kekuatan Lucifer itu sendiri.
***
Lambang Bintang David terukir jelas pada beberapa nisan di kompleks Kherkhoff, Banda Aceh. Salah satunya pada sebuah nisan yang terletak di bawah pohon trembesi kompleks makam. Nisan yang berkontruksi semen ini tertulis “Hermann Werebeitschik, Geb. Te Grogng, Ausland, Oug 56 Jaar diketahui meninggal di Koetaradja, 23 Oktober 1931 lalu.
Begitu juga dengan logo ular melingkar di nisan Jenderal Kohler Ridder yang dikenal dengan istilah Ouborus, tulisan Ibrani di nisan Salomon Mozez, Juda Joseph, Rachel Emmanuel, L. Bipkenfeld, Catharina Daniels, Evelline Goldenberg , Meir Bolchover dan Deborah Bolchover.
Perlu diketahui, Kerkof atau Kherkheff merupakan pemakaman militer tempat disemanyamkan sekitar 2.200 tentara Belanda yang sampai saat ini menjadi tanda pengenal sejarah heroik pejuang Aceh melawan kolonialis Belanda.
Makam ini juga sekaligus menandakan kenangan pahit tentara Belanda menerima kekalahan telak, baik dari segi materil maupun nyawa sekaligus. Saat pengunjung memasuki areal kompleks, para pengunjung akan melewati sebuah pintu gerbang yang dinamakan “Gerbang Kehormatan Peutjoet” yang dibangun pada tahun 1896.
Di pucuk gerbang itu pengunjung dapat membaca tulisan dalam bahasa Belanda, Melayu dan Jawa yang berbunyi “Aan onze kameraden, gevallen op het van eer ( = Untuk sahabat kita, yang gugur di medan perang)”. Selanjutnya, di dinding gerbang tertera nama-nama tentara Belanda yang dimakamkan di areal kompleks.
Nah, Berbicara tentang jejak Yahudi di Aceh, itu lepas peran masa kolonialis Belanda yang mulai melakukan ekspansi ke bumi Tanah Rencong pada 26 Maret 1873.
Menurut penuturan Amri, penjaga kuburan Kherkhoff, setidaknya ada sekitar 24 nisan milik Belanda keturunan Yahudi yang tersisa pasca musibah tsunami menerjang kompleks pemakaman.
“Sebelum tsunami, ada beberapa nisan lainnya yang menunjukkan ciri khas Yahudi seperti logo Bintang David dan tulisan Ibrani yang terletak di sudut barat makam,” ujar Amri kepada ACEHTREND, Sabtu, 21 November 2015.
Adakah orang-orang Yahudi di Aceh? Sampai saat ini belum ada narasumber yang bisa menjelaskannya. Tapi ungkapan “meuyahudi” ada. [] (Dari berbagai sumber/acehtrend.co)
loading...
Post a Comment