Halloween Costume ideas 2015
loading...

Pilgub Aceh 2017, Antara Calon Independen dan Partai Politik

Foto Desainer surat kabar Pikiran Merdeka
AMP - Ada pergeseran karakter pemilih Aceh usai ditandatanganinya Perjanjian Damai Helsinki pada tahun 2005. Pada pemilihan gubernur 2007, kehendak rakyat memilih calon indenden begitu kuat.

Penilaian itu disampaikan Pendiri Gerak Aceh, Akhiruddin Mahjuddin melihat fenomena pemilihan kepala daerah untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota di Nangroe Aceh Darussalam yang akan diselenggarakan, berbarengan serentak dengan daerah-daerah lain di Indonesia, pada Februari 2017 mendatang.

“Jauh dari wajah elok politik Aceh pasca-perdamaian Helsinki, ketika kehendak rakyat untuk memilih pemimpin independen sangat kuat,” kata Akhiruddin dalam keterangan persnya, Rabu (10/8).

Secara resmi Komite Independen Pemilihan (KIP) Aceh telah menabuh bedug sebagai penanda dimulainya tahapan pilkada di Aceh, Selasa (2/8).

Besoknya, Rabu (3/8) pasangan Zakaria Saman dan Teuku Alaidinsyah mendatangi kantor KIP dengan membawa truk untuk mengangkut 94 kardus fotokopi KTP dukungan.

Zakaria yang akrab dipanggil Apa Karya memilih jalur independen dengan dukungan 154.736 lembar salinan KTP. Dua hari kemudian, Jumat (5/8) pasangan Abdullah Puteh dan Sayed Mustafa Usab memimpin pawai becak motor ke KIP, menyerahkan 188.459 dukungan KTP.

Pasangan calon terakhir dari jalur independen Zaini Abdullah dan Nasaruddin mendaftarkan diri pada Minggu (7/8) dengan dukungan KTP terbanyak, mencapai 201.150 lembar.

Untuk mengangkut KTP sebanyak itu pendukung pasangan dengan singkatan AZAN mengerahkan sebuah truk trado atau trailer. Jumlah tersebut jauh melampaui batas minimal persyaratan yang ditetapkan KIP, yaitu 3 persen atau 153.045 lembar fotokopi KTP.

Sejumlah kandidat gubernur Aceh lainnya memilih menggunakan kendaraan partai politik. Mereka antara lain pasangan Irwandi Yusuf dan Nova Iriansyah yang didukung Demokrat, PKB, Partai Nasional Aceh (PNA) dan Partai Damai Aceh (PDA).

Dua lainnya adalah pasangan Muzakir Manaf (Mualem) dan TA Khalid yang didukung Gerindra dan PKS, serta Tarmizi Karim dan Zaini Djalil yang diusung oleh Nasdem.

Skema perkawinan antara partai lokal dengan partai nasional tampaknya hendak meniru Pilkada 2012 lalu.

Waktu itu pasangan Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf yang didukung Partai Aceh dan Gerindra dengan telak mengalahkan calon independen Irwandi Yusuf.

Sebelumnya pada Pilkada 2006, pertama kali setelah disahkannya Undang-Undang Pemerintahan Aceh, Irwandi menang mutlak dari jalur independen.

Apakah skema perkawinan politik semacam itu masih relevan dalam konteks Pilkada Aceh 2017?

Akhiruddin menjelaskan, mesin partai politik dianggap memiliki sumber dana dan sumber daya untuk dapat menang dengan mudah. Akibatnya, para calon gubernur ini bertindak layaknya kaki tangan partai-partai.

“Lebih-lebih mereka pun memilih jalan aman dengan mengemis dukungan dari partai nasional. Tapi itu sudah jauh dari wajah elok politik,” pungkasnya. (jawapos)
loading...
Labels:

Post a Comment

loading...

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget