AMP - Pernyataan calon Wakil Gubernur Aceh nomor urut 5, TA Khalid saat berkampanye di Aceh Tamiang belum lama ini dinilai suatu sikap yang menunjukkan akan takutnya dari kekalahan pada pilkada 15 Februari mendatang.
Pengamat politik dan keamanan Aceh, Aryos Nivada mengatakan, pernyataan yang dilontarkan TA. Khalid kepada warga yang hadir itu sebuah sikap ketakutan dari Muzakir Manaf dan T. A. Khalid yang takut kalah di Pilkada.
Seharusnya, kata dia, paslon tersebut mengajarkan kepada masyarakat Aceh berpolitik dengan etika serta mengedepankan semangat menjaga perdamaian.
“Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa dirinya memiliki perspektif konflik yang seharusnya dalam kondisi sekarang ini, pernyataan intimidasi verbal tidak boleh dilakukan,” kata Aryos saat diminta tanggapan oleh kanalaceh.com terkait persoalan itu, Jumat (10/2).
Menurutnya, dalam kondisi sekarang ini, pernyataan intimidasi verbal tidak boleh dilakukan. “Ini bukan semakin menggiring suara, namun memperlemah sekaligus membuat jelek citra Partai Aceh dan Gerindra di mata masyarakat,” ujarnya.
Jika dilihat dari dalam kacamata strategi politik, intimidasi dan kekerasan juga tidak menambah nilai dukungan secara signifikan, karena masyarakat Aceh sudah semakin pintar dalam melihat dan menyikapi keadaan. ”Di sisi lain, diharapkan bagi Panwaslih, harus bisa menegur TA Khalid tersebut, atas pernyataan yang dilontarkannya ke publik. Jika tidak dilakukan, berarti Panwaslih tidak menjalankan fungsi dan perannya,” kata Direktur Peneliti Jaringan Survey Inisiatif ini.
Sebelumnya, TA Khalid dinilai kembali mengeluarkan pernyataan bernada ancaman saat berorasi dalam kampanye akbar salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati Aceh Tamiang, di Lapangan Tanah Terban, Kecamatan Karang Baru, Aceh Tamiang, Selasa (7/2) lalu.
Dalam pidatonya, jika pasangan yang diusung Partai Aceh, yakni Muzakir Manaf (Mualem) dan TA Khalid tidak menang dalam hajatan pilkada 2017, dipastikan Aceh kembali gergejolak. “Jika PA tidak menang, jangan salahkan kami jika kembali terjadi pertumpahan darah di Aceh,” ujarnya dalam orasi tersebut, mengutip pemberitaan di salah satu media.
Menurutnya Ketua Partai Gerindra provinsi Aceh tersebut, hanya Partai Aceh yang mampu menagih janji pemerintah pusat terkait MoU Helsinki, sehingga terealisasi kepada masyarakat Aceh.
Ia berpendapat, meski TA Khalid mengeluarkan statement seperti itu, ia belum melihat adanya unsur makar.
Pengamat politik dan keamanan Aceh, Aryos Nivada mengatakan, pernyataan yang dilontarkan TA. Khalid kepada warga yang hadir itu sebuah sikap ketakutan dari Muzakir Manaf dan T. A. Khalid yang takut kalah di Pilkada.
Seharusnya, kata dia, paslon tersebut mengajarkan kepada masyarakat Aceh berpolitik dengan etika serta mengedepankan semangat menjaga perdamaian.
“Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa dirinya memiliki perspektif konflik yang seharusnya dalam kondisi sekarang ini, pernyataan intimidasi verbal tidak boleh dilakukan,” kata Aryos saat diminta tanggapan oleh kanalaceh.com terkait persoalan itu, Jumat (10/2).
Menurutnya, dalam kondisi sekarang ini, pernyataan intimidasi verbal tidak boleh dilakukan. “Ini bukan semakin menggiring suara, namun memperlemah sekaligus membuat jelek citra Partai Aceh dan Gerindra di mata masyarakat,” ujarnya.
Jika dilihat dari dalam kacamata strategi politik, intimidasi dan kekerasan juga tidak menambah nilai dukungan secara signifikan, karena masyarakat Aceh sudah semakin pintar dalam melihat dan menyikapi keadaan. ”Di sisi lain, diharapkan bagi Panwaslih, harus bisa menegur TA Khalid tersebut, atas pernyataan yang dilontarkannya ke publik. Jika tidak dilakukan, berarti Panwaslih tidak menjalankan fungsi dan perannya,” kata Direktur Peneliti Jaringan Survey Inisiatif ini.
Sebelumnya, TA Khalid dinilai kembali mengeluarkan pernyataan bernada ancaman saat berorasi dalam kampanye akbar salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati Aceh Tamiang, di Lapangan Tanah Terban, Kecamatan Karang Baru, Aceh Tamiang, Selasa (7/2) lalu.
Dalam pidatonya, jika pasangan yang diusung Partai Aceh, yakni Muzakir Manaf (Mualem) dan TA Khalid tidak menang dalam hajatan pilkada 2017, dipastikan Aceh kembali gergejolak. “Jika PA tidak menang, jangan salahkan kami jika kembali terjadi pertumpahan darah di Aceh,” ujarnya dalam orasi tersebut, mengutip pemberitaan di salah satu media.
Menurutnya Ketua Partai Gerindra provinsi Aceh tersebut, hanya Partai Aceh yang mampu menagih janji pemerintah pusat terkait MoU Helsinki, sehingga terealisasi kepada masyarakat Aceh.
Ia berpendapat, meski TA Khalid mengeluarkan statement seperti itu, ia belum melihat adanya unsur makar.
Humas Polri
Penembakan dua warga Desa Peunaron Baru, Kecamatan Peunaron, Aceh Timur, Juman (51) dan Misno (35) diduga memiliki latar belakang politis.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan, salah satu pelaku, GR alias A (31) merupakan tim sukses salah satu pasangan calon kepala daerah setempat.
"Penembakan dilakukan GR yang merupakan salah satu tim sukses sebuah partai yang ada di sana, kemudian kecewa karena hasil pemilu kalah," ujar Boy di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Senin (20/3/2017).
Sementara itu, diketahui Juman juga merupakan simpatisan salah satu kandidat Bupati Aceh Timur dalam Pilkada serentak 2017.
Boy mengatakan, GR yang menggerakkan pelaku lainnya untuk melakukan penyerangan terhadap Juman.
"Yang bersangkutan merupakan pihak yang memerintahkan untuk melakukan eksekusi penembakan ini, bersama MJ dan satu orang yang masih DPO," kata Boy.
Dalam kejadian ini diperkirakan ada empat pelaku. Dua di antaranya masih dalam pencarian polisi.
Sebelumnya, Kapolres Aceh Timur AKBP Rudi Purwiyanto mengatakan, insiden itu berawal saat Yatimen, istri Juman terbangun dari tidur ketika melihat teras depan rumahnya mengeluarkan asap.
Ia kemudian membangunkan Juman dan membuka pintu. Setelah itu, orang tidak dikenal memberondong tembakan ke rumah Juman dengan total 11 tembakan. Salah satunya mengenai leher Juman.
Misno yang mengintip dari jendela pun ikut jadi sasaran. Sebuah peluru bersarang di perutnya. Kemudian para pelaku melarikan diri ke arah kebun sawit.
Dari lokasi kejadian, polisi menemukan sepuluh selongsong peluru dan dua amunisi yang diduga amunisi senjata laras panjang M16.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan, salah satu pelaku, GR alias A (31) merupakan tim sukses salah satu pasangan calon kepala daerah setempat.
"Penembakan dilakukan GR yang merupakan salah satu tim sukses sebuah partai yang ada di sana, kemudian kecewa karena hasil pemilu kalah," ujar Boy di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Senin (20/3/2017).
Sementara itu, diketahui Juman juga merupakan simpatisan salah satu kandidat Bupati Aceh Timur dalam Pilkada serentak 2017.
Boy mengatakan, GR yang menggerakkan pelaku lainnya untuk melakukan penyerangan terhadap Juman.
"Yang bersangkutan merupakan pihak yang memerintahkan untuk melakukan eksekusi penembakan ini, bersama MJ dan satu orang yang masih DPO," kata Boy.
Dalam kejadian ini diperkirakan ada empat pelaku. Dua di antaranya masih dalam pencarian polisi.
Sebelumnya, Kapolres Aceh Timur AKBP Rudi Purwiyanto mengatakan, insiden itu berawal saat Yatimen, istri Juman terbangun dari tidur ketika melihat teras depan rumahnya mengeluarkan asap.
Ia kemudian membangunkan Juman dan membuka pintu. Setelah itu, orang tidak dikenal memberondong tembakan ke rumah Juman dengan total 11 tembakan. Salah satunya mengenai leher Juman.
Misno yang mengintip dari jendela pun ikut jadi sasaran. Sebuah peluru bersarang di perutnya. Kemudian para pelaku melarikan diri ke arah kebun sawit.
Dari lokasi kejadian, polisi menemukan sepuluh selongsong peluru dan dua amunisi yang diduga amunisi senjata laras panjang M16.
Humas Polda Aceh
Polres Aceh Timur bersama Reskrimum Polda Aceh berhasil menangkap 2 dari 4 pelaku penembakan terhadap Ketua Bapilu PNA Kecamatan Peunaron, Jumadi dan tetangganya Misno, yang terjadi pada Minggu, 5 Maret 2017 lalu, di Dusun Simpang Tiga, Desa Peunarun Baru, Kecamatan Peunarun, Kabupaten Aceh Timur. Penangkapan tersebut dilakukan pada Minggu, (19/3/2017).
Kabid Humas Polda Aceh Kombes Goenawan mengatakan, kedua pelaku tersebut adalah Agusti Randa (31) warga Desa Kabu, Kecamatan Perlak Barat, Kabupaten Aceh Timur yang berperan sebagai perencana dan pengatur peristiwa penembakan.
Satu lainnya adalah Muhammad Jais (30) warga Beurandang, Kecamatan Ranto Peurlak, Kabupaten Aceh Timur yang berperan sebagai penunjuk jalan melarikan diri.
"Agusti Randa adalah Panglima Sagoe Wilayah Peunarun. Dia merasa sakit hati terhadap korban Jumadi yang mengejeknya dengan cara menari di depannya dan menertawakan dirinya setelah rekapitulasi di TPS yang menyatakan paslon nomor urut 1 menang di wilayah Kecamatan Peunarun," kata Goenawan, Senin, (20/3/2017)
Karena kesal diejek, kata Goenawan, Agusti Randa melakukan perencanaan penembakan terhadap korban Jumadi.
"Perencanaan dilakukan di Pasir Putih Peureulak yang dihadiri M Jais, Cangou dan Zulkifli alias Nato," katanya.
Selanjutnya, kata Goenawan, pada Minggu 5 Maret 2017, Cangou dan Nato bersama M Jais melakukan aksi penembakan terhadap korban Jumaidi sekitar pukul 02.30 WIB.
Dari Peureulak, katanya, pelaku pergi ke rumah korban menggunakan kendaraan Avanza BK 1191 IC warna putih yang dirental oleh Agusti Randa.
Sementara itu Muhammad Jais, kata Goenawan, mengakui ikut rapat perencanaan penembakan terhadap korban Jumaidi.
Setelah melakukan penembakan, M Jais mendapat perintah untuk keluar dari Wilayah Aceh Timur.
"M Jais belum mengakui keterlibatan di TKP dalam peristiwa penembakan terhadap korban Jumadi," kata Goenawan.
Sementara untuk tersangka Zulkifli alias Nato dan Cangou masih dalam pengejaran Tim Gabungan Polres Aceh Timur, Ditreskrimum Polda Aceh dan Densus 88 AT.
Goenawan juga memaparkan analisa sementara terhadap kasus tersebut.
"Peristiwa penembakan itu bertujuan untuk membalas dendam terhadap korban Jumadi dengam menggunakan senjata api," katanya.
Dan ini, katanya, adalah peristiwa penembakan yang direncanakan oleh tersangka Agusti Randa, bersama M Jais, Zulkifli alias Nato dan Cangou.
Sementara pelaku penembakan terhadap korban Jumadi dilaksanakan oleh Zulkifli alias Nato dan Cangou dibantu oleh M Jais
"Akibat perbuatan tersangka tersebut, korban Jumaidi mengalami luka tembak dibagian leher dan korban Misno mengalami luka tembak dibagian perut," katanya.
Para tersangka diancam dengan pasal berlapis yaitu, Pasal 340 Jo Pasal 53 KUHP jo Pasal 1 UU darurat tahun 1951 tentang percobaan pembunuhan yang direncanakan dan menggunakan senjata api.
Kemudian, kata Goenawan, para tersangka akan dijerat dengan Pasal 338 Jo Pasal 53 KUHP jo Pasal 1 UU Darurat 1951 tentang percobaan pembunuhan dengan menggunakan senpi.
Kemudian Pasal 351 ayat 2 KUHP jo Pasal 1 UU Darurat tahun 1951 tentang penganiayaan dengan menggunakan senpi.
"Dan Pasal 1 UU Darurat tahum 1951 tentang membawa dan menggunakan senpi secara illegal, " katanya.
Goenawan juga mengungkapkan hambatan yang dialami saat penyidikan yaitu belum dapat dilakukan pemeriksaan terhadap korban Jumaidi karena luka tembak, dan mengeluarkan darah pasca operasi.
Selain itu, katanya, saksi-saksi juga merasa takut dengan alasan keluarga mereka berdomisili di Desa Penaron sewaktu waktu dapat menjadi sasaran kelompok pelaku yang notabene kombatan GAM dan tergabung dalam Partai Aceh.
"Kami akan terus melakukan pengejaran dan penangkapan terhadap Zulkifli als Nato dan Cangou selaku penembak, " katanya. (BK/Srb)
Kabid Humas Polda Aceh Kombes Goenawan mengatakan, kedua pelaku tersebut adalah Agusti Randa (31) warga Desa Kabu, Kecamatan Perlak Barat, Kabupaten Aceh Timur yang berperan sebagai perencana dan pengatur peristiwa penembakan.
Satu lainnya adalah Muhammad Jais (30) warga Beurandang, Kecamatan Ranto Peurlak, Kabupaten Aceh Timur yang berperan sebagai penunjuk jalan melarikan diri.
"Agusti Randa adalah Panglima Sagoe Wilayah Peunarun. Dia merasa sakit hati terhadap korban Jumadi yang mengejeknya dengan cara menari di depannya dan menertawakan dirinya setelah rekapitulasi di TPS yang menyatakan paslon nomor urut 1 menang di wilayah Kecamatan Peunarun," kata Goenawan, Senin, (20/3/2017)
Karena kesal diejek, kata Goenawan, Agusti Randa melakukan perencanaan penembakan terhadap korban Jumadi.
"Perencanaan dilakukan di Pasir Putih Peureulak yang dihadiri M Jais, Cangou dan Zulkifli alias Nato," katanya.
Selanjutnya, kata Goenawan, pada Minggu 5 Maret 2017, Cangou dan Nato bersama M Jais melakukan aksi penembakan terhadap korban Jumaidi sekitar pukul 02.30 WIB.
Dari Peureulak, katanya, pelaku pergi ke rumah korban menggunakan kendaraan Avanza BK 1191 IC warna putih yang dirental oleh Agusti Randa.
Sementara itu Muhammad Jais, kata Goenawan, mengakui ikut rapat perencanaan penembakan terhadap korban Jumaidi.
Setelah melakukan penembakan, M Jais mendapat perintah untuk keluar dari Wilayah Aceh Timur.
"M Jais belum mengakui keterlibatan di TKP dalam peristiwa penembakan terhadap korban Jumadi," kata Goenawan.
Sementara untuk tersangka Zulkifli alias Nato dan Cangou masih dalam pengejaran Tim Gabungan Polres Aceh Timur, Ditreskrimum Polda Aceh dan Densus 88 AT.
Goenawan juga memaparkan analisa sementara terhadap kasus tersebut.
"Peristiwa penembakan itu bertujuan untuk membalas dendam terhadap korban Jumadi dengam menggunakan senjata api," katanya.
Dan ini, katanya, adalah peristiwa penembakan yang direncanakan oleh tersangka Agusti Randa, bersama M Jais, Zulkifli alias Nato dan Cangou.
Sementara pelaku penembakan terhadap korban Jumadi dilaksanakan oleh Zulkifli alias Nato dan Cangou dibantu oleh M Jais
"Akibat perbuatan tersangka tersebut, korban Jumaidi mengalami luka tembak dibagian leher dan korban Misno mengalami luka tembak dibagian perut," katanya.
Para tersangka diancam dengan pasal berlapis yaitu, Pasal 340 Jo Pasal 53 KUHP jo Pasal 1 UU darurat tahun 1951 tentang percobaan pembunuhan yang direncanakan dan menggunakan senjata api.
Kemudian, kata Goenawan, para tersangka akan dijerat dengan Pasal 338 Jo Pasal 53 KUHP jo Pasal 1 UU Darurat 1951 tentang percobaan pembunuhan dengan menggunakan senpi.
Kemudian Pasal 351 ayat 2 KUHP jo Pasal 1 UU Darurat tahun 1951 tentang penganiayaan dengan menggunakan senpi.
"Dan Pasal 1 UU Darurat tahum 1951 tentang membawa dan menggunakan senpi secara illegal, " katanya.
Goenawan juga mengungkapkan hambatan yang dialami saat penyidikan yaitu belum dapat dilakukan pemeriksaan terhadap korban Jumaidi karena luka tembak, dan mengeluarkan darah pasca operasi.
Selain itu, katanya, saksi-saksi juga merasa takut dengan alasan keluarga mereka berdomisili di Desa Penaron sewaktu waktu dapat menjadi sasaran kelompok pelaku yang notabene kombatan GAM dan tergabung dalam Partai Aceh.
"Kami akan terus melakukan pengejaran dan penangkapan terhadap Zulkifli als Nato dan Cangou selaku penembak, " katanya. (BK/Srb)
loading...
Post a Comment