AMP - Setelah pertemuan Irwandi Yusuf dan Muzakir Manaf yang sempat mengagetkan pendukung kedua kandidat, tensi politik Aceh turun perlahan. Pertemuan keduanya diapresiasi berbagai kalangan.
Dalam pertemuan itu, Irwandi mengaku dirinya dan Muzakir Manaf berasal dari kelompok yang sama. Pertemuan tersebut merupakan keputusan keduanya untuk menyatukan dua kelompok yang awalnya bersatu. Namun, karena perbedaan haluan politik, keduanya terpecah.
“Dulu kita satu kelompok, satu perjuangan. Ini (pertemuan) keputusan kami berdua. Menyatukan mereka yang selama ini terpecah karena politik,” aku Irwandi, Rabu dua pekan lalu.
Sementara Mualem menyatakan komitmennya untuk menghargai keputusan KIP Aceh. “Kita berkomitmen, apa yang diputuskan KIP nanti, itu hasil yang harus kita hormati bersama. Jika ada gejolak di lapangan, kita sama-sama redamkan. Mungkin agak sukar, tapi kita bicarakan setelah ini,” tegas Mualem.
Namun, setelah Pleno KIP usai, nyatanya kubu Paslon yang didukung Partai Aceh, Gerindra, PKS, PAN, Hanura dan PKPI ini tetap tak bisa menerima keputusan tersebut. Akhirnya, melalui kuasa hukumnya, kubu Mualem-TA Khalid memasukkan laporan gugatan ke MK.
Selepas laporan itu, muncul desas-desus bahwa gugatan itu dilayangkan karena adanya desakan dari kubu Gerindra. Meski selisih perhitungan suara antara Muzakir Manaf dan Irwandi terpaut jauh, hal ini tak menyurutkan semangat pasangan ini untuk mencari keadilan di MK.
Selain Gerindra, PKS juga seolah ngotot menyarankan pasangan nomor urut lima untuk membawa hasil Pilkada ke MK. Namun, partai lainnya seperti PAN, Hanura dan PKPI tak terlihat bersuara setelah Pilakda usai. Bahkan, mereka tidak terlihat dalam konferensi pers pada Sabtu, 25 Februari lalu, di rumah pemenangan Mualem-Khalid. Padahal, sebelumnya dalam konferensi pers pada 15 Februari lalu, seluruh partai pendukung ikut hadir dalam acara tersebut.
Sumber Pikiran Merdeka menyebutkan, sebenarnya PA sudah mengakui kemenangan Irwandi yang berjarak 130 ribu lebih tersebut. Selisih 6 persen lebih juga menjadi pertimbangan mereka untuk tidak membawa ke MK. Namun, Gerindra dan PKS kemudian ngtotot agar sengketa hasil penetapan suara dibawa ke MK.
“Gerindra dan PKS sebenarnya yang paling ngotot untuk menggugat. Motifnya mereka berusaha menggaet simpati dan dukungan eks kombatan yang bakal diperlukan di Pileg 2019 Paling tidak, suara untuk DPR RI,” ujar sumber internal PA yang menolak dituliskan namanya.
“Faktanya saja, Mualem saat ini sedang berada di Singapura. Dia sudah menerima keputusan KIP, hanya saja ia tak bisa melarang keinginan para pihak yang masih ingin menggugat ke MK,” sebutnya lagi.
Sementara Ketua Gerindra Aceh TA Khalid tak berhasil dikonfirmasi Pikiran Merdeka. Berulangkali nomor ponsel dan WhatsApp TA Khalid yang dihubungi pada Sabtu pekan lalu tak menjawab panggilan masuk. Sementara itu, Nasir Djamil hanya mengatakan dasar laporan Paslon nomor lima untuk memperjuangkan keadilan. “Sebagaimana diatur dalam UU Pilkada, semua yang merasa dicurangi berhak mendapat keadilan konstitusional melalui MK,” katanya.
Pengamat Politik Teuku Kemal Fasya menyebutkan, seharusnya PA tak ikut kompromi dengan Gerindra dengan PKS untuk menghabiskan waktu dan tenaga menggugat ke MK. Pasalnya, ia yakin benar bahkan pengacara mereka sekalipun tahu bahwa tak punya peluang menang di MK.
“Ini malah memperlihatkan mereka tak memiliki jiwa besar dalam berpolitik. Mereka dinilai rakyat tak siap kalah,” tutur Kemal, Sabtu pekan lalu.
Ia menyarankan kubu Mualem-Khalid tak perlu lagi menggugat ke MK, mengingat secara persyaratan sudah tak mungkin untuk membawa perkara ini menjadi sengketa PHPKada di MK. Menurutnya, tindakan tersebut hanya akan menguras tenaga dan biaya lebih banyak, namun hasilnya sudah diketahui bakal gagal.
Ia menilai, seharusnya kubu Paslon nomor lima bersikap gentlemen dan mengakui kemenangan Paslon nomor enam. Selain itu, koalisi pendukung Muzakir Manaf–TA Khalid yang dimotori oleh PA, Gerindra, PKS, PKPI, Hanura dan PBB sebaiknya mengawal pemerintahan Irwandi-Nova agar berjalan sesuai yang telah dijanjikan saat kampanye dulu.
Akademisi Universitas Malikussaleh ini juga menyoroti statmen Nasir Djamil yang tak mengakui kekalahan Mualem-Khalid, sehingga menimbulkan berbagai mind negatif dari netizen di media sosial.
Menurut Kemal, tudingan yang disampaikan Nasir Djamil mewakili Paslon nomor lima semakin tak berdasar jika melihat Pilkada Aceh yang berjalan demokratis. Menurut dia, Pilakda 2017 lebih demokratis dibandingkan Pilakda 2006 dan 2012 lalu. “(Pilkada) kali ini jauh lebih demokratis dari sebelumnya,” tegas Kemal.
Partai Aceh disarankan untuk segera berbenah dan tak perlu membuang waktu untuk menggugat ke MK. Menurut dia, lebih baik PA mulai mengevaluasi kelemahannya di Pilkada dan berbenah menghadapi Pileg 2019. “Dua tahun lagi kan ada Pileg, mestinya itu yang harus mereka persiapkan dari sekarang,” tutup Kemal.[Sumber: pikiranmerdeka.co]
Dalam pertemuan itu, Irwandi mengaku dirinya dan Muzakir Manaf berasal dari kelompok yang sama. Pertemuan tersebut merupakan keputusan keduanya untuk menyatukan dua kelompok yang awalnya bersatu. Namun, karena perbedaan haluan politik, keduanya terpecah.
“Dulu kita satu kelompok, satu perjuangan. Ini (pertemuan) keputusan kami berdua. Menyatukan mereka yang selama ini terpecah karena politik,” aku Irwandi, Rabu dua pekan lalu.
Sementara Mualem menyatakan komitmennya untuk menghargai keputusan KIP Aceh. “Kita berkomitmen, apa yang diputuskan KIP nanti, itu hasil yang harus kita hormati bersama. Jika ada gejolak di lapangan, kita sama-sama redamkan. Mungkin agak sukar, tapi kita bicarakan setelah ini,” tegas Mualem.
Namun, setelah Pleno KIP usai, nyatanya kubu Paslon yang didukung Partai Aceh, Gerindra, PKS, PAN, Hanura dan PKPI ini tetap tak bisa menerima keputusan tersebut. Akhirnya, melalui kuasa hukumnya, kubu Mualem-TA Khalid memasukkan laporan gugatan ke MK.
Selepas laporan itu, muncul desas-desus bahwa gugatan itu dilayangkan karena adanya desakan dari kubu Gerindra. Meski selisih perhitungan suara antara Muzakir Manaf dan Irwandi terpaut jauh, hal ini tak menyurutkan semangat pasangan ini untuk mencari keadilan di MK.
Selain Gerindra, PKS juga seolah ngotot menyarankan pasangan nomor urut lima untuk membawa hasil Pilkada ke MK. Namun, partai lainnya seperti PAN, Hanura dan PKPI tak terlihat bersuara setelah Pilakda usai. Bahkan, mereka tidak terlihat dalam konferensi pers pada Sabtu, 25 Februari lalu, di rumah pemenangan Mualem-Khalid. Padahal, sebelumnya dalam konferensi pers pada 15 Februari lalu, seluruh partai pendukung ikut hadir dalam acara tersebut.
Sumber Pikiran Merdeka menyebutkan, sebenarnya PA sudah mengakui kemenangan Irwandi yang berjarak 130 ribu lebih tersebut. Selisih 6 persen lebih juga menjadi pertimbangan mereka untuk tidak membawa ke MK. Namun, Gerindra dan PKS kemudian ngtotot agar sengketa hasil penetapan suara dibawa ke MK.
“Gerindra dan PKS sebenarnya yang paling ngotot untuk menggugat. Motifnya mereka berusaha menggaet simpati dan dukungan eks kombatan yang bakal diperlukan di Pileg 2019 Paling tidak, suara untuk DPR RI,” ujar sumber internal PA yang menolak dituliskan namanya.
“Faktanya saja, Mualem saat ini sedang berada di Singapura. Dia sudah menerima keputusan KIP, hanya saja ia tak bisa melarang keinginan para pihak yang masih ingin menggugat ke MK,” sebutnya lagi.
Sementara Ketua Gerindra Aceh TA Khalid tak berhasil dikonfirmasi Pikiran Merdeka. Berulangkali nomor ponsel dan WhatsApp TA Khalid yang dihubungi pada Sabtu pekan lalu tak menjawab panggilan masuk. Sementara itu, Nasir Djamil hanya mengatakan dasar laporan Paslon nomor lima untuk memperjuangkan keadilan. “Sebagaimana diatur dalam UU Pilkada, semua yang merasa dicurangi berhak mendapat keadilan konstitusional melalui MK,” katanya.
Pengamat Politik Teuku Kemal Fasya menyebutkan, seharusnya PA tak ikut kompromi dengan Gerindra dengan PKS untuk menghabiskan waktu dan tenaga menggugat ke MK. Pasalnya, ia yakin benar bahkan pengacara mereka sekalipun tahu bahwa tak punya peluang menang di MK.
“Ini malah memperlihatkan mereka tak memiliki jiwa besar dalam berpolitik. Mereka dinilai rakyat tak siap kalah,” tutur Kemal, Sabtu pekan lalu.
Ia menyarankan kubu Mualem-Khalid tak perlu lagi menggugat ke MK, mengingat secara persyaratan sudah tak mungkin untuk membawa perkara ini menjadi sengketa PHPKada di MK. Menurutnya, tindakan tersebut hanya akan menguras tenaga dan biaya lebih banyak, namun hasilnya sudah diketahui bakal gagal.
Ia menilai, seharusnya kubu Paslon nomor lima bersikap gentlemen dan mengakui kemenangan Paslon nomor enam. Selain itu, koalisi pendukung Muzakir Manaf–TA Khalid yang dimotori oleh PA, Gerindra, PKS, PKPI, Hanura dan PBB sebaiknya mengawal pemerintahan Irwandi-Nova agar berjalan sesuai yang telah dijanjikan saat kampanye dulu.
Akademisi Universitas Malikussaleh ini juga menyoroti statmen Nasir Djamil yang tak mengakui kekalahan Mualem-Khalid, sehingga menimbulkan berbagai mind negatif dari netizen di media sosial.
Menurut Kemal, tudingan yang disampaikan Nasir Djamil mewakili Paslon nomor lima semakin tak berdasar jika melihat Pilkada Aceh yang berjalan demokratis. Menurut dia, Pilakda 2017 lebih demokratis dibandingkan Pilakda 2006 dan 2012 lalu. “(Pilkada) kali ini jauh lebih demokratis dari sebelumnya,” tegas Kemal.
Partai Aceh disarankan untuk segera berbenah dan tak perlu membuang waktu untuk menggugat ke MK. Menurut dia, lebih baik PA mulai mengevaluasi kelemahannya di Pilkada dan berbenah menghadapi Pileg 2019. “Dua tahun lagi kan ada Pileg, mestinya itu yang harus mereka persiapkan dari sekarang,” tutup Kemal.[Sumber: pikiranmerdeka.co]
loading...
Post a Comment