Halloween Costume ideas 2015
loading...

Gugatan Pemuas Penonton

AMP - Memanfaatkan ruang yang disediakan negara, perjuangan kubu Mualem/TA Khalid mencari keadilan di MK diduga sekedar memuaskan ‘penonton’. 

Setelah pencoblosan 15 Februari lalu, beberapa tahapan Pilkada 2017 masih berlangsung. Meski KIP Aceh telah memplenokan rekapitulasi perhitungan suara di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, masih saja ada pihak yang menolak hasil Pilkada.

Usai membacakan hasil 25 Februari 2017, Ketua KIP Aceh Ridwan Hadi menanyakan kepada saksi dan Panwaslih Aceh menerima atau tidak hasil rekapitulasi? Lima saksi pasangan calon dan Panwaslih menerima hasil tersebut

Namun tidak demikian dengan pasangan calon nomor urut lima, Muzakir Manaf-TA Khalid. Selain memprotes, saksi pasangan ini, Adi Laweung dan Marzuki AR, juga memilih walk out dari sidang pleno dengan mengisi formulir keberatan. Sore harinya, sebuah konferensi pers digelar di Rumah Pemenangan Mualem-TA Khalid di kawasan Lampriet, Banda Aceh.

Hadir di antaranya Ketua Tim Pemenangan, Abu Razak dan Juru Bicara Tim Pemenangan Partai Aceh, Nasir Djamil. “Kami menginginkan pemungutan suara ulang atau perhitungan ulang. Tapi yang kami inginkan terjadinya pemungutan suara ulang,” ujar Nasir kala itu.

Tidak sampai di situ, dimotori Partai Gerindra dan PKS, kubu Paslon nomor lima ini akhirnya menggugat KIP Aceh ke MK. Gugatan tersebut  diwakili tim kuasa hukum yang diketuai T Kamaruzzaman, didampingi Kamaruddin, Muchlis Mukhtar, dan Aidit Fajri.

Nasir Djamil menyebutkan, sengketa Pilkada yang didaftarkan pihaknya sebagai upaya mencari keadilan. Menurut dia, MK adalah corong keadilan yang harus mengakomodir laporan pihaknya atas kecurangan secara terstruktur, masif, dan sistematis dalam Pilkada Aceh.

Anggota Komisi III DRR ini menjelaskan, materi laporan pihaknya berupa kecurangan yang pernah diungkapkannya dalam konferensi pers tempo hari. Misalnya ada sebuah gampong dengan 1.200 pemilih memiliki empat Tempat Pemungutan Suara atau TPS. “Seharusnya hanya boleh dua TPS. Hal ini diduga sengaja dilakukan untuk memudahkan terjadinya kecurangan saat pemungutan suara di TPS,” ujar Nasir Djamil, Sabtu 4 Maret 2017.

Digeskannya, hal itu bertentangan dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 8 Tahun 2016. “Pada pasal 9 ayat 2 tentang penyusunan data pemilih, setiap TPS paling banyak 800 orang,” katanya.

Selain itu, tambah Nasir, mereka menemukan banyak warga tak bisa menggunakan hak pilih karena tidak memiliki KTP elektronik. “Padahal, Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016 tentang Pilkada memungkinkan warga memilih dengan menggunakan kartu keluarga,” katanya.

Faktanya, lanjut dia, penyelenggara Pilkada menerapkan aturan pemilihan hanya dapat dilakukan dengan undangan form C6 KWK dan e-KTP. “Akibat dari pelanggaran ini, 25 hingga 30 persen pemilih tak bisa menggunakan hak pilih. Sejatinya, memilih merupakan hak konstitusional warga negara yang tidak dapat dikurangi dengan alasan dan cara apapun,” ujar Nasir.

Meski ada batas minimal selisih perhitungan suara sebagai syarat pengajuan sengketa ke MK, namun Nasir meminta MK bertindak bijak. Ia berharap, MK tidak menolak perkara yang masuk tapi tetap menindaklanjuti laporan tersebut. “Sebenarnya, 1 suara pun kalah kalau kita merasa ada kecurangan, kelalaian maupun pelanggaran oleh penyelenggara Pemilu, Maka paslon yang dirugikan bisa menggugatnya.”

“MK (harusnya) bukan corong undang-undang, tapi corong keadilan. Artinya, jika MK hanya mengacu pada batas ambang selisih suara, berarti mereka bukan corong keadilan tapi corong undang-undang,” tambah politis PKS ini.

Dia kembali menegaskan, langkah yang ditempuh pihaknya hanya untuk mencari keadilan konstitusional kepada warga negara. “Maka, nantinya hakim MK harus melakukan pertimbangan. Mereka jangan hanya melihat aturan undang-undang, namun tak boleh mengabaikan keadilan konstitusional,” tegasnya.

“Yang kita gugat adalah KIP Aceh, bukan Ridwan Hadi secara personal, Hendra Fauzi ataupun komisioner lainnya. Kita gugat penyelenggara, KIP Aceh secara intitusi.”

Menurut Nasir, tim advokasi sedang menyiapkan bukti-bukti, mana tahu gugatan itu diterima sehingga nantinya benar-benar valid data dan bukti yang diajukan pasangan Mualem-TA Khalid.

Aidit Fajri, salah satu kuasa hukum Mualem-TA mengamini pernyataan Nasir. Kata dia, gugatan mereka sudah diterima oleh MK. Namun, dari 48 laporan yang masuk, pihaknya belum mendapatkan jadwal sidang dari MK. “Senin (6/3) panitera akan mengecek kelengkapan berkas kami,” sebut Aidit Fajri, Sabtu pekan lalu.

Fajri menambahkan, perkara sengketa di MK akan disidangkan pada 13 Maret mendatang. “Tapi kami belum menerima informasi jadwal kapan persidangan perkara yang kami daftarkan,” katanya.

Setelah sidang pertama digelar, jelas dia, dengan mempertimbangkan bukti dan syarat materil, maka hakim baru dapat memutuskan apakah menerima atau menolak perkara ini.

Menurut Fajri, laporan mereka tak hanya terkait soal PHPkada, namun juga menyangkut kecucarangan oleh penyelenggara yang mengesampingkan ketentuan Pilkada sebagaimana diatur dalam pasal 65-74 Undang-undang Pemerintahan Aceh. “Pengbaian ini telah menghilangkan hak pilih penduduk Aceh karena tak memiliki e-KTP dan tidak mendapatkan undangan untuk melakukan pencoblosan,” katanya.

Padahal, lanjut dia, bila merujuk UUPA, pemilih yang tak mempunyai e-KTP masih bisa melakukan pencoblosan dengan cara menunjukkan kartu keluarga, paspor maupun surat keterangan lain. “Harusnya Pilkada Aceh merujuk ke qanun dan UUPA tahun 2006,” tegas dia.

Informasi yang diperoleh Pikiran Merdeka, materi gugatan kubu Mualem-Khalid juga ikut mepersoalkan dukungan PNA kepada Irwandi-Nova. Menurut mereka, dukungan PNA tidak sah karena sedang berkonflik internal, di mana Sekjend PNA Muharam tengah menggugat partai tersebut setelah dipecat.

Namun, Fajri menolak berkomentar soal itu. Ia mengatakan materi gugatan akan dibuka di persidangan. “Tidak etis saya sampaikan di sini. Biarkanlah nanti kita sampaikan di persidangan,” katanya.

Sementara Nasir Djamil mengaku materi tersebut tak termasuk dalam gugatan. Jika dimasukkan, hal itu tanpa sepengetahuannya. “Saya tak tahu menahu, coba tanyakan saja ke mereka (kuasa hukum) karena itu bukannya ranah MK, tapi MA.”

Di lain pihak, Ketua Sekber Tim Pemenangan Irwandi-Nova, Samsul Bahri bin Amiren mengatakan pihaknya sudah mengetahui adanya laporan tersebut. Namun, ia menilai aneh jika benar yang dipersoalkan legalitas dukungan ke PNA kepada Irwandi.

“Persoalan pemecatan Muharram ditangani di PTUN, dan pada saat itu sudah ada keputusan PTUN. Jadi sudah ada keputusan tetap meskipun kemudian ada banding. Yang diakui SK Sekjen PNA hingga penetapan PTUN,” katanya.

Meski begitu, pria yang akrab disapa Tiyong ini tetap menghargai keputusan kubu Mualem-Khalid membawa sengeketa Pilakda ke MK. Menurut dia, itu merupakan hak demokrasi yang tak bisa dihalang-halangi. “Irwandi sangat mengahargai upaya ini. Meski sebelumnya sudah bertemu dengan Mualem, namun hal ini tak mengurangi niat Irwandi untuk tetap merangkul semua elemen dalam kepemimpinannya periode mendatang,” urai anggota DPR Aceh ini.

Meski bukan pihak tergugat, kata Tiyong, Tim Irwandi-Nova siap mendapingi KIP dalam menghadapi gugatan di MK. “Tentunya jika dibutuhkan sebagai pihak yang berkepentingan,” katanya.

Terkait tudingan kecurangan yang disampaikan kubu Mualem-TA Khalid, menurut Tiyong sesuatu yang mustahil bisa dilakukan dalam Pilkada kali ini. “Negara benar-benar hadir dalam Pilkada kali ini untuk menjamin kebebasan warga negara menyalurkan hak konstitusinya sesuai hati nurani dalam memilih pemimpin Aceh ke depan,” katanya.

“Tudingan penggelembungan suara di Aceh Tengah, misalnya, ternyata tidak terbukti.”

Selain itu, dalam proses rekapitulasi suara dari tingkat kecamatan hingga kabupatenjuga  diikuti oleh seluruh saksi Paslon, KIP dan Panwaslih. “Di sana, semuanya menerima hasil Pilkada, termasuk saksi Paslon nomor 5. Jadi kecurangan mana yang mereka maksud?” ujar Tiyong dengan nada bertanya.

Sementara itu, Ketua KIP Aceh Ridwan Hadi mengatakan kubu yang menyatakan keberatan terhadap hasil pleno KIP telah melengkapi persyaratan untuk mengajukan gugatannya ke Mahkamah Konstitusi. “Sudah selesai urusannya sesuai mekanisme,” ujar Ridwan.

Mengenai penolakan kubu Mualem-TA Khalid, kata Ridwan, pihaknya tengah menyiapkan semua bahan untuk menghadapi gugatan. ”Kita hadapi saja dengan menyiapkan segala bukti. Ini sudah sesuai dengan ketentuan undang-undang,” tandasnya.

Meski banyak gugatan yang didaftarkan, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat memastikan pihaknya tidak akan kewalahan menangani gugatan sengketa Pilkada. Pasalnya, sebuah gugatan sengketa Pilkada dapat dilayangkan jika selisih suara antara pemohon dengan calon lain maksimal 0,5 hingga 2 persen.

Aturan itu tertuang dalam Pasal 158 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. “Aturan itu menjadi saringan kami. Jadi, perkara di luar itu tidak bisa masuk MK. Akan di-dismiss MK. Jadi tidak akan kebanjiran (gugatan),” ujar Arief Hidayat, Selasa (7/2) seperti dikutip dari kompas.com

Ia mencontohkan, dalam Pilkada Serentak 2015 terdapat 269 daerah yang mmelaksakan Pilkada. Namun, MK menerima hanya 151 permohonan gugatan. “Dan, hanya permohonan yang memenuhi syarat yang ditindaklanjuti MK,” tandas Arief.[Sumber: pikiranmerdeka.co]
loading...
Labels:

Post a Comment

loading...

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget