AMP - DI era demokrasi, setiap lembaga dituntut untuk bekerja ekstra untuk menghadirkan perubahan. Tidak terkecuali bagi organisasi intelijen. Lembaga ini dituntut untuk mampu beradaptasi dan bahkan memicu perubahan-perubahan dalam masyarakat.
Di negara ini, ada sejumlah lembaga yang bisa menjalankan fungsi intelijen. Seperti Badan Intelijen Negara, Badan Intelejen Strategis TNI, intelejen Kepolisian Republik Indonesia, intelijen Kejaksaan dan intelijen kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.
Mereka bekerja dengan output berbeda. Saling melengkapi kerja Badan Intelijen Negara meski bekerja dari sel yang berbeda karena setiap langkah bermuara kepada satu pejabat tertinggi di negara ini: presiden.
Undang-undang memberikan peran kepada intelijen untuk mendeteksi dan memberikan peringatan dini terhadap sejumlah aksi yang dikategorikan sebagai ancaman terhadap negara. Karenanya, di Aceh, Papua dan Maluku, tugas intelijen menjadi sangat vital.
Namun tidak seperti masa lalu, yang membuat lembaga intelijen menjadi sangat menakutkan, saat ini lembaga intelijen dituntut untuk bekerja cerdas mengantisipasi separatisme dan terorisme dengan tetap menghargai dan mengutamakan hak-hak masyarakat sipil.
Tahun ini sendiri tidak bisa dikatakan sebagai tahun membanggakan bagi dunia intelijen. Saat menikmati manisnya keberhasilan Kepala BIN Sutiyoso membujuk Nurdin Ismail alias Din Minimi turun gunung, di Jakarta meledak aksi teror yang mengakibatkan korban nyawa. Aksi itu berlangsung cepat dan leluasa. Para peneror tak ragu bertindak seperti paham bahwa aksi mereka tak akan terendus oleh penciuman petugas intelijen.
Tak lama kemudian, beredar foto surat pengangkatan Banyu Biru sebagai salah satu anggota BIN. Alih-alih bersikap sebagai intelijen, yang penuh misteri dan rahasia, Banyu malah dengan bangga memamerkan surat itu. Bahkan Sutiyoso, dipaksa mengaku salah merekrut dan akan mengevaluasi keberadaan Banyu sebagai intel di lembaganya.
Deretan kekacauan ini juga menjalar ke sejumlah daerah, termasuk Aceh. Beberapa waktu lalu, intelijen gagal mendeteksi pergerakan sejumlah anggota dewan yang mengibarkan bendera Bulan Bintang di ruang sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Aceh.
Memang intelijen bukan lembaga yang diisi orang-orang super yang bisa menebak niat dan isi kepala setiap warga negara. Namun intelijen harus mampu melakukan langkah persuasif yang mendorong setiap orang untuk tidak memprovokasi, apalagi mengibarkan bendera yang jelas-jelas mendapat penolakan dari elemen masyarakat dan pemerintah.
Atau mungkin, intelijen mulai mengibarkan bendera sendiri. Sebuah bendera berwarna putih. (JPNN)
Di negara ini, ada sejumlah lembaga yang bisa menjalankan fungsi intelijen. Seperti Badan Intelijen Negara, Badan Intelejen Strategis TNI, intelejen Kepolisian Republik Indonesia, intelijen Kejaksaan dan intelijen kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.
Mereka bekerja dengan output berbeda. Saling melengkapi kerja Badan Intelijen Negara meski bekerja dari sel yang berbeda karena setiap langkah bermuara kepada satu pejabat tertinggi di negara ini: presiden.
Undang-undang memberikan peran kepada intelijen untuk mendeteksi dan memberikan peringatan dini terhadap sejumlah aksi yang dikategorikan sebagai ancaman terhadap negara. Karenanya, di Aceh, Papua dan Maluku, tugas intelijen menjadi sangat vital.
Namun tidak seperti masa lalu, yang membuat lembaga intelijen menjadi sangat menakutkan, saat ini lembaga intelijen dituntut untuk bekerja cerdas mengantisipasi separatisme dan terorisme dengan tetap menghargai dan mengutamakan hak-hak masyarakat sipil.
Tahun ini sendiri tidak bisa dikatakan sebagai tahun membanggakan bagi dunia intelijen. Saat menikmati manisnya keberhasilan Kepala BIN Sutiyoso membujuk Nurdin Ismail alias Din Minimi turun gunung, di Jakarta meledak aksi teror yang mengakibatkan korban nyawa. Aksi itu berlangsung cepat dan leluasa. Para peneror tak ragu bertindak seperti paham bahwa aksi mereka tak akan terendus oleh penciuman petugas intelijen.
Tak lama kemudian, beredar foto surat pengangkatan Banyu Biru sebagai salah satu anggota BIN. Alih-alih bersikap sebagai intelijen, yang penuh misteri dan rahasia, Banyu malah dengan bangga memamerkan surat itu. Bahkan Sutiyoso, dipaksa mengaku salah merekrut dan akan mengevaluasi keberadaan Banyu sebagai intel di lembaganya.
Deretan kekacauan ini juga menjalar ke sejumlah daerah, termasuk Aceh. Beberapa waktu lalu, intelijen gagal mendeteksi pergerakan sejumlah anggota dewan yang mengibarkan bendera Bulan Bintang di ruang sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Aceh.
Memang intelijen bukan lembaga yang diisi orang-orang super yang bisa menebak niat dan isi kepala setiap warga negara. Namun intelijen harus mampu melakukan langkah persuasif yang mendorong setiap orang untuk tidak memprovokasi, apalagi mengibarkan bendera yang jelas-jelas mendapat penolakan dari elemen masyarakat dan pemerintah.
Atau mungkin, intelijen mulai mengibarkan bendera sendiri. Sebuah bendera berwarna putih. (JPNN)
loading...
Post a Comment