Halloween Costume ideas 2015
April 2016

April 30, 2016 ,
AMP - Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Wilayah Pase, Zulkarnaini Hamzah atau lebih dikenal Tengku Ni diduga telah menghina Presiden RI Jokowi saat menyampaikan pidato pada acara memperingati Maulid Nabi Muhammad saw., di kantor PA/KPA di Aceh Utara, beberapa waktu lalu.

Ini Rekaman Asli Penghinaan Tengku Ni Kepada Presiden Jokowi:

Empat sandera Abu Sayyaf asal Malaysia terancam dieksekusi penggal hari ini. | (The Star)
AMP - Empat sandera asal Malaysia diancam dieksekusi penggal oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina, setelah tenggat untuk menebus mereka berakhir hari ini (30/4/2016).

Keluarga dari empat warga Malaysia kini berdoa untuk keselamatan mereka. Pihak keluarga menyebut uang tebusan yang dituntut kelompok Abu Sayyaf sebesar 30 juta Ringgit Malaysia atau sekitar Rp101 miliar.

Wong Chi Ming, ayah dari dua bersaudara yang disandera Abu Sayyaf mengatakan bahwa semua yang mereka bisa lakukan sekarang adalah berdoa supaya empat sandera tidak akan dirugikan oleh orang-orang bersenjata.

Keempat sandera asal Malaysia itu adalah dua bersaudara; Wong Teck Pang, 31, dan Wong Teck Chi, 29. Kemudian sepupu mereka; Johnny Lau Jung Hien, 21, dan Wong Hung Sing, 34 (bukan kerabat).

Mereka diculik dari kapal tunda mereka oleh orang-orang bersenjata Filipina di dekat Pulau Ligitan, pada 1 April 2016.

Kelompok penculik telah mengancam akan memenggal kepala mereka jika uang tebusan 30 juta Ringgit Malaysia tidak dibayar hari ini.

Wong mengatakan bahwa dia telah menunggu waktu yang menyedihkan bagi anaknya untuk menghubunginya kembali setelah kontak terakhir mereka sepekan lalu.

”Percakapan terakhir kami pada tanggal 23 April,” kata Wong, seperti dikutip The Star.

”Dia bilang dia akan menelepon kembali dalam dua sampai tiga hari ke depan. Tapi sekarang sudah enam hari dan kita masih menunggu teleponnya,” ujar Wong.

Ditanya berapa banyak uang yang sudah terkumpul dari masyarakat untuk menebus anaknya, Wong mengatakan dia tidak tahu karena jumlahnya belum dihitung.

”Banyak orang menyumbangkan uang untuk membantu menyelamatkan empat sandera. Kami mengambil kesempatan ini untuk berterima kasih kepada mereka semua,” ucap Wong.

Keluarga Wong mengaku telah membuka rekening bank untuk menerima sumbangan. Rekening itu sempat dibekukan oleh Bank Negara awal pekan ini karena ada kelainan, namun rekening sekarang dicairkan kembali.

Pemerintah negara bagian Sarawak, Malaysia, sebelumnya telah mengumumkan bahwa mereka akan membantu keluarga untuk bisa membebaskan empat sandera itu dari Abu Sayyaf.

Wong Soon Koh, politikus Partai Barisan Nasional telah mengunjungi rumah Wong pada Rabu malam. Dia mengutarakan niatnya untuk membantu para sandera terbebas dari kelompok bersenjata Filipina itu.

Sebanyak 14 warga negara Indonesia (WNI) juga disandera kelompok penculik bersenjata di Filipina yang diyakini dari faksi Abu Sayyaf. Pemerintah Indonesia terus berkoordinasi dengan Pemerintah Filipina untuk menyelamatkan 14 WNI. (Sindo)

April 30, 2016 ,
AMP - Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Wilayah Pase, Zulkarnaini Hamzah atau lebih dikenal Tengku Ni diduga telah menghina Presiden RI Jokowi saat menyampaikan pidato pada acara memperingati Maulid Nabi Muhammad saw., di kantor PA/KPA di Aceh Utara, beberapa waktu lalu.

Dihubungi portalsatu.com, Sabtu, 30 April 2016, Tengku Ni membantah bahwa dirinya telah secara sengaja menghina presiden. Ia mengatakan, kalimat tersebut terucap begitu saja tanpa ada niat atau rencana untuk menghina presiden sebagai kepala negara.

"Lon hana niat untuk menghina gob nyan. Tanyoe ta peugah haba lam maulid, pane na konsep, dan memang lon hana niat dan rencana untuk menghina presiden," ucap Tengku Ni.

Ia menyebut bahwa kalimat-kalimat spontan itu muncul akibat kekesalannya kepada pemerintah yang hingga kini dinilai tak kunjung merealisasikan butir-butir MoU Helsinki secara menyeluruh.

"Mungkin kalimat nyan muncul akibat lon ka kesal that gara-gara MoU hana terealisasi. Ka padip goe gantoe presiden manteng lage-lage set," ucap Tengku Ni.

Tengku Ni memohon maaf atas ucapannya yang tidak disengaja atau keluar secara spontan saat berorasi pada acara tersebut.

"Lon hireun, kejadian nyan that trep ka, tapi pakon jinoe yang karu. Nyan hal yang hana lon saja, jadi meunye na yang teupeh hatee tulong peu meuah," ucap Tengku Ni.[Sumber: portalsatu.com]

AMP - Video yang diunggah ReXtor Tv di situs berbagi video YouTube mengegerkan netizen.

Seperti diketahui, beberapa waktu lalu militer Filipina dengan kelompok Abu Sayyaf terlibat baku tembak selama sembilan jam di kawasan Basilan, Filipina Selatan, Sabtu (9/4/2016).

Dalam baku tembak tersebut, 18 prajurit Filipina tewas, empat di antaranya dalam kondisi terpenggal.

Dalam video berjudul “ Pasukan Khusus Angkatan Darat Filipina disergap Abu Sayyaf dipenggal kepalanya di Lantawan” itu terlihat beberapa tentara Filipina yang tewas dikumpulkan pada satu tempat dan ditutupi daun pisang.

Diantara jenazah-jenazah itu ada yang mayatnya tidak utuh dimana, kepalanya seperti dipenggal.

AMP - Kasus pemukulan terhadap Nurdin alias Din Minimi adalah bukti kekecewaan dan ketidakadilan yang dirasakan korban terhadap buruknya penegakan hukum. Aksi serupa diprediksi terulang jika pemerintah mengabaikan mekanisme hukum dalam menyelesaikan berbagai aksi DM saat masih memanggul senjata.
“Ini kekecewaan korban DM terhadap hukum dan tidak menutup kemungkinan terulang jika mekanisme hukum diabaikan pemerintah,” kata pengamat hukum dan politik Aceh, Aryos Nivada, Jumat (29/4).
Aryos mengatakan pemerintah harus menyelesaikan berbagai kasus yang menimpa korban atas tindakan Din Minimi melalui mekanisme hukum. Hal itu untuk memberi rasa keadilan terhadap para korban dan mengembalikan kepercayaan atas hukum.

“Dampak yang kita khawatirkan adalah korban Din Minimi mencari cara sendiri untuk menyelesaikan dendamnya. Untuk itu kasus yang menimpa korban harus diselesaikan dengan mekanisme hukum,” kata Aryos.

Tak hanya memenuhi hak hak atas korban, ucapnya, pengusutan berbagai tindakan yang dilakukan DM juga akan mengembalikan tegaknya supremasi hukum di tengah masyarakat. Pemerintah, lanjutnya, berkewajiban melaksanakan perintah undang-undang dan konstitusi tersebut melalui aparat penegak hukum.

“Kita berharap jangan karena kepentingan politik lantas penegakkan hukum diabaikan. Kasus pemukulan terhadap DM ini merupakan sinyal ketidakpuasan korban. Untuk itu penegak hukum kita harap tidak mempetieskan laporan terhadap DM,” kata dia.[AJNN]

Ilustrasi
AMP - Seorang pria berinisial HD (28) yang diduga memperkosa teman kantor berinisial LN (20) di toilet salah satu perusahaan pada 24 April 2016, diringkus petugas Polsek Kelapa Gading, Jakarta Utara

"Pelaku diduga telah lama memendam perasaan kepada korban," kata Kapolsek Kelapa Gading, Komisaris Polisi Argowiyono di Jakarta, Jumat (29/4/2016).

Argowiyono menjelaskan, kejadian berawal saat korban bertugas membersihkan lantai toilet kantor kemudian pelaku masuk. Pelaku yang mendadak masuk toilet langsung mengunci pintu dari dalam dan memaksa mencumbu korban LN.

Saat itu, kata Argowiyono, LN sempat berteriak meminta tolong namun tidak ada seorang pun yang mendengar.

Diungkapkan perwira menengah kepolisian itu, korban sempat mengigit bibir, dada bagian kiri dan lengan kiri tersangka. Karena kalah tenaga, pelaku mencekik leher dan membuka celana korban hingga terjadi pemerkosaan.

Usai diperlakukan tidak senonoh, korban melaporkan kejadian itu ke petugas keamanan kantor tersebut dilanjutkan laporan kepada anggota Polsek Kelapa Gading yang meringkus HD.

Polisi juga menyita barang bukti berupa satu celana dalam, dua celana panjang warna hitam dan cokelat, serta kaos warna biru.

Tersangka HD dijerat Pasal 285 KUHP tentang perzinahan dan Pasal 289 KUHP tentang perbuatan cabul dengan kekerasan ancaman hukuman penjara sembilan tahun.(Rima)

AMP - Kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) mengancam akan membakar Tiom, ibu kota Kabupaten Lanny Jaya. Mereka kesal kepada pemerintah setempat yang mengerahkan tentara untuk mengejar mereka.

"Kami akan bakar Lanny Jaya. Kami punya senjata. Berani-beraninya Sekda (Sekretaris Daerah Kabupaten Lanny Jaya) atas nama pemerintah Lanny Jaya mengontrak tentara untuk mengejar kami," ujar Enden Wanimbo, seorang petinggi OPM yang bermarkas di Lanny Jaya, melalui sambungan telepon pada Jumat, 29 April.

Enden mengaku geram dengan tindakan Sekda Christian Sohilait, yang mengerahkan tentara untuk mengejar kelompoknya. "Dia gunakan tentara kejar kami dengan mobilnya, bahkan kami sempat baku tembak Senin lalu," kata Enden.

Ia mendesak sebaiknya Sekda segera diganti. Milisi OPM pimpinannya tak segan menyerang balik jika Pemerintah Kabupaten Lanny Jaya masih terus memburu mereka. “Kalau dia (Sekda) masih kerahkan tentara kejar kami, jelas kami tidak tinggal diam.”

Sebelumnya dikabarkan bahwa aparat TNI baku tembak dengan kelompok OPM Lanny Jaya pimpinan Puron Wenda dan Enden Wanimbo. Tidak ada korban dalam insiden itu. Namun kelompok separatis terdesak dan kabur ke hutan.(Viva)

Jakarta - Sejumlah pemimpin negara Pasifik terbang ke London, Inggris, untuk menghadiri pertemuan Parlemen Internasional untuk Papua (International Parliamentarians for West Papua/IPWP) di Westminster.

Seperti dilansir Radionz.co.nz, 29 April 2016, pertemuan yang berlangsung selama dua hari pada pekan depan itu akan dihadiri perwakilan Gerakan Pembebasan Papua Barat Bersatu (United Liberation Movement for West Papua/ULMWP) dan sejumlah kepala pemerintahan, termasuk Perdana Menteri Tonga Akilisi Pohiva. Adapun Vanuatu akan diwakili Menteri Pertanahan yang juga anggota parlemen Port Vila, Ralph Regenvanu.

IPWP merupakan organisasi jaringan politikus lintas partai yang mendukung rakyat Papua Barat untuk menentukan nasibnya sendiri. Rakyat Papua Barat merupakan masyarakat adat yang tinggal di Indonesia.

Regenvanu mengatakan pertemuan itu akan diisi sejumlah diskusi seputar iklim politik di Papua yang telah berubah signifikan setahun terakhir.

Menurut Regenvanu, dukungan internasional yang semakin banyak sebagai refleksi untuk merealisasi aspirasi Papua bagi sebuah proses penentuan nasib sendiri.

Pertemuan di London akan mendiskusikan strategi untuk menjaring perhatian internasional guna melakukan pemungutan suara di Papua pada akhir dekade ini, meski warga Papua belum sepenuhnya sepakat tentang upaya referendum.

Di Vanuatu, masyarakat melakukan aksi jalan kaki mendukung kemerdekaan Papua pagi ini. Aksi jalan kaki mengitari Kota Vanuatu diselenggarakan Asosiasi Vanuatu untuk Kemerdekaan Papua Barat.

Terkait dengan dukungan kemerdekaan Papua di Pasifik, Papua Nugini dan Fiji memberikan dukungan penuh kepada kedaulatan Indonesia atas Papua.

Selain pertemuan parlemen internasional di Westminster, akan digelar konferensi di Oxford sehari sebelumnya. Konferensi bertajuk The Day of Betrayal itu akan membahas Peraturan tentang Merdeka Memilih dari perspektif akademik, legal, dan hak asasi manusia.

Ketentuan Merdeka Memilih diajukan Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan melakukan referendum di Papua, sehingga Papua resmi bergabung dengan Indonesia pada 1969 sekalipun pemungutan suara saat referendum secara luas dipandang telah direkayasa.(Tempo.co)

April 29, 2016 ,
Presiden Jokowi
Banda Aceh - Kepolisian Daerah Aceh sedang menyelidiki kasus dugaan penghinaan terhadap Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi). Penghinaan itu diduga dilakukan oknum petinggi KPA saat berlangsung acara di lokasi kantor KPA wilayah Pase, beberapa waktu lalu.

Hal itu disampaikan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Aceh Kombes Pol. Nurfallah kepada portalsatu.com, Jumat, 29 April 2016. Menurut dia, pihak kepolisian membuat laporan model A, karena saat kejadian tersebut (dugaan penghinaan terhadap Presiden Jokowi) ada enam anggota polisi yang berjaga-jaga di sekitar kantor KPA, tempat berlangsungnya acara KPA.

“Kasus ini ditindaklanjuti dengan memanggil beberapa saksi yang diduga melakukan penghinaan terhadap presiden. Dan jika terbukti maka penghina presiden ini akan dikenakan pasal 108 KUHP dan pasal 160 tentang penghinaan terhadap kepala negara,” ujar Nurfallah.

Nurfallah menyebut pihaknya sudah memanggil empat petinggi KPA Wilayah Pase sebagai saksi untuk diperiksa terkait kasus tersebut, salah satunya berinisial Z alias N. Akan tetapi, kata Nurfallah, hanya seorang saksi yang memenuhi panggilan yaitu MD.

Menurut Nurfallah, ke depan Polda Aceh akan melayangkan panggilan kedua terhadap saksi-saksi yang mangkir dari panggilan pertama. Jika pada panggilan kedua nantinya saksi-saksi itu masih mangkir, kata dia, maka akan dilakukan penjemputan paksa.

“Jadi kepada saksi-saksi ini diharapkan untuk datang atas pemanggilan tersebut,” kata Nurfallah.[portalsatu.com]

Keluarga menunjukkan foto Maram Taha (24) bersama dua orang putrinya. Foto: Chron
AMP - Penembakan dua bersaudara Palestina—yang membawa pisau, kata tentara Israel—hingga tewas di dekat pos pemeriksaan di Tepi Barat mendapat kecaman keras dari sejumlah pihak.

Orang tua, saksi mata dan kelompok HAM Israel, Kamis (28/04/2016), mengatakan tindakan itu berlebihan dan sebenarnya tidak perlu dilakukan karena tentara Israel masih bisa menggunakan cara yang manusiawi.

Penembakan terhadap Maram Taha (24) dan saudara laki-lakinya Ibrahim yang baru berusia 16 tahun kembali membuat banyak pihak mempertanyakan tindakan keras Israel terhadap warga Palestina yang dituduh membawa pisau dalam beberapa bulan terakhir, kata kelompok HAM B'Tselem.

Polisi Israel berdalih, anggotanya menembak kedua bersaudara tersebut di pos pemeriksaan Qalandiya pada Rabu karena mengabaikan perintah untuk berhenti. Mereka mengklaim bahwa Maram Taha melempar pisau ke arah petugas.

Polisi tidak dapat menjelaskan kenapa tindakan mematikan tetap digunakan meski Maram Taha telah melempar pisaunya dan kenapa Ibrahim ikut ditembak. Dua pisau ditemukan di dekat jasad Ibrahim, klaim polisi.

Tiga saksi mata yang diwawancarai secara terpisah pada Kamis mengatakan bahwa jarak kedua korban dengan polisi cukup jauh, yakni 20-25 meter ketika ditembak mati. Mereka tak bersedia namanya disebut karena takut terhadap pemerintah Israel.

Juru bicara polisi Israel, Luba Samri, mengatakan rekaman CCTV di lokasi kejadian, yang akan mengungkapkan kebenaran, tidak akan dirilis sampai penyelidikan selesai. Namun, tidak jelas kapan penyelidikan ini selesai dan selama ini Israel hampir tidak pernah membuka rekaman semacam itu ke publik.

Di desa Qatana, Tepi Barat, Saleh dan Fatima Taha tengah berduka karena kematian Maram dan Ibrahim, dua dari tujuh anak mereka, di tangan pasukan penjajah Israel. Maram meninggalkan dua anaknya yang masih kecil.

Saleh Taha (61) mengatakan, meski barang yang dilempar anaknya benar sebuah pisau, tentara tidak harus sampai membunuhnya.

"Dan kenapa mereka membunuh saudaranya (Ibrahim)? Apakah dia melemparkan sesuatu kepada mereka? Dia tidak melakukannya," ujar Saleh.

Orang tua Maram dan Ibrahim mengatakan bahwa kedua anaknya itu pamit karena ingin checkup di sebuah rumah sakit di Tepi Barat. Mereka baru mengetahui kalau kedua anaknya telah tewas dari tetangga.

Saleh mengaku dipanggil oleh polisi untuk dimintai keterangan pada Rabu dan mengatakan bahwa Israel belum mengembalikan jasad kedua anaknya, demikian sebagaimana dikutip dari Boston Herald.

Israel sering "menculik" jasad korban Palestina, hingga menimbulkan kecurigaan bahwa organ tubuhnya dicuri.(Rima)

Jenazah Iwan saat berada di RSUD dr. Zubir Mahmud
AMP - Salah seorang tersangka kasus ilegal loging bernama Iwan, warga Medan meninggal dunia di dalam sel tahanan Polres Aceh Timur, Jumat (29/4). Saat ini jasad Iwan sedang berada di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zubir Mahmud Idi.

Kapolres Aceh Timur AKBP Hendri Budiman melalui Kasat Reskrim AKP Budi Nasuha Waruwu, mengatakan tahanan yang meninggal merupakan salah seorang pelaku ilegal logging yang ditangkap beberapa waktu yang lalu. "Sebelumnya Iwan pernah mengeluh sakit di ulu hati, kami tidak tutup-tutupi, silahkan tanya ke dokter," kata Budi Nasuha kepada AJNN.

Namun, dr. Rahmat Asri yang menangani jasad tersebut mengaku Iwan diduga meninggal karena terkena serangan jantung. "Iwan diduga meninggal karena serangan jantung," kata Rahmat.

Sampai berita ini di diturunkan, jenazah Iwan masih berada di rumah sakit, dan dalam pengawasan pihak Kepolisian Polres Aceh Timur.

Sebelumnya, Kepolisian Resort Aceh Timur menangkap para pelaku ilegal loging serta mengamankan 50 ton kayu dari berbagai jenis di Desa Rantau Panjang, Kecamatan Simpang Jernih, Aceh Timur, Kamis (21/4).

Kapolres Aceh Timur AKBP Hendri Budiman, melalui Kasat Reskrim AKP Budi Nasuha Waruwu mengatakan, dalam penangkapan tersebut, pihaknya juga mengamankan berbagai macam alat berat yang digunakan untuk menebang hutan. "Sejak, Rabu (20/4) kemarin, kami langsung menggerebek lokasi kegiatan ilegal loging," kata Kasatreskrim.[*]

Sumber; AJNN.Net

AMP - Presiden Filipina Benigno Aquino III alias Noynoy membuktikan omongannya, yakni menggempur kelompok militan Abu Sayyaf, setelah gerombolan teroris itu mengeksekusi sandera asal Kanada, John Ridsdel.

Pemerintah Filipina terus memperbesar skala operasi militer.

Menurut lansiran situs berita Inquirer, korban jiwa kelompok Abu Sayyaf bertambah 14 jiwa, setelah dibombardir artileri yang dilakukan oleh militer di Pulau Jolo.

Operasi tersebut dilakukan dengan tank howitzer dan bantuan serangan udara.

’’Sebagai hasilnya, kami berhasil menduduki kemah penyanderaan sebelumnya. Di sana, kami menemukan bagian tubuh Ridsdel,’’ ujar juru bicara militer Filipina Noel Detoyato.(JPNN)

AMP - Angkatan Bersenjata Filipina dikabarkan saat ini berada di bawah tekanan dalam upaya menyelamatkan lebih dari 20 sandera warga negara asing pasca tragedi pemenggalan kepala John Ridsdel asal Kanada.

Melansir situs The National, Kamis, 28 April 2016, berdasarkan laporan intelijen Filipina, kelompok militan Abu Sayyaf diperkirakan menyandera sekitar 22 warga negara asing, termasuk 14 WNI yang merupakan anak buah kapal (ABK) yang diculik pada akhir Maret dan April ini.

Oleh karena itu, militer Filipina menyiagakan 2.000 personel dengan dukungan helikopter dan persenjataan lengkap untuk dikirim ke Filipina Selatan memburu kelompok itu, termasuk pimpinan Radullan Sahiron.

Pada Senin, Abu Sayyaf memenggal kepala Ridsdel di wilayah selatan Sulu. Hal ini memicu kecaman dan mendorong Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau membantu Filipina dalam mengejar kelompok ekstremis.

Kepala Ridsdel disimpan dalam sebuah kantong plastik dan dibuang di pinggir jalan oleh dua orang anggota militan menggunakan sepeda motor di Jolo, ibukota Provinsi Sulu. Ia dibunuh setelah Abu Sayyaf tak menerima tebusan yang mereka minta pada batas waktu yang telah ditetapkan.

"Pembunuhan lima anggota dan melukai sekitar 16 orang bersenjata Abu Sayyaf dalam serangan militer tiga hari sebelum eksekusi ini mungkin telah membuat marah mereka dan mendorong pemimpin mereka untuk memutuskan melakukan eksekusi sebagai pembalasan," kata seorang pejabat kepolisian Jolo.(VIVA)

April 28, 2016 ,
AMP - Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Idi telah menahan Ketua Kelompok Nelayan Camar Laut yang bernama Ishak Ismail warga Gampong Labuhan Keude, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Aceh Timur, di Rumah Tahanan Negara Klas II.B Banda Aceh, Kamis (28/4).

Menurut informasi yang diperoleh AJNN, Ishak Ismail diserahkan oleh Penyidik Polres Langsa kepada JPU Kejari Idi yang diterima oleh Jaksa Helmi A. Azis, S.H. Kasi Pidsus Kejari Idi di Ruang Pemeriksaan Tipikor Kejati Aceh.

Kepala Kejaksaan Negeri Idi M. Ali Akbar, SH, MH menjelaskan, Ishak Ismail ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polres Langsa. "Ishak telah menyandang status terdakwa terkait kasus penyelewengan dana hibah sebesar Rp 500 juta, yang bersumber dari dana aspirasi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh," kata M. Ali Akbar.

Menurutnya, kelompok nelayan Camar Laut ditetapkan sebagai penerima bantuan hibah Aceh berdasarkan Keputusan Gubernur Aceh No: 523/445/2012 tanggal 20 Juni 2012 tentang pemberian belanja bantuan, belanja hibah dan sosial untuk pembinaan bidang perikanan tahun Anggaran 2012.

Kemudian, tanggal 7 November 2012, dana bantuan hibah aspirasi masuk ke rekening Kelompok Camar Laut Nomor: 043.01.99.610108-4 pada Bank Aceh Cabang pembantu Pereulak sebesar Rp 500 juta. Namun setelah dilakukan penarikan oleh tersangka, dana tersebut digunakan untuk kepentingan pribadinya, salah satunya adalah untuk bisnis jual beli udang yang akan dipasok ke Medan. Sehingga berdasarkan Laporan Hasil Audit BPKP Perwakilan Aceh, telah ditemukan kerugian keuangan negara.

"Perbuatan Ishak Ismail melanggar Pasal 2 Ayat (1) Subsidair Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," jelas M. Ali Akbar.(*) Sumber: AJNN

April 28, 2016 ,
AMP - Ketua KPA wilayah Pasee Zulkarnaini Hamzah alias Teungku Nie membantah telah menghina Presiden RI, Joko Widodo. Hal tersebut disampaikan Tgk Nie terkait dengan pemanggilan sejumlah anggota KPA Wilayah Pasee sebagai saksi dalam kasus dugaan penghinaan presiden oleh Teungku Nie beberapa waktu lalu.

“Saya tidak mengatakannya (hinaan untuk presiden, -red). Saya rasa saya tidak melakukannya,” kata Teungku Nie melalui telepon seluler.

Teungku Nie merasa dugaan penghinaan kepala negara yang dituduhkan kepadanya muncul karena miskomunikasi dalam memaknai pesan yang ia sampaikan.

“Lon rasakan hana (saya merasa tidak melakukannya), kenapa mesti hari ini dipersoalkan,” tambahnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Polda Aceh, Kamis besok, 28 April 2016, dijadwalkan akan memanggil empat saksi terkait kasus dugaan penghinaan kepala negara oleh Teungku Nie. Penghinaan itu diduga disampaikan dalam sebuah pidato pada acara maulid di Aceh Utara pada 7 April lalu. Dalam pidato itu, Teungku Nie dianggap telah mengeluarkan kata-kata yang tak pantas terhadap kepala negara.

Namun demikian, saat dikonfirmasi apakah benar empat anggotanya sudah mendapat pemanggilan dalam kasus tersebut, Tgk Nie mengaku tidak tahu-menahu.

“Tanyeng bak kepolisian manteng (tanyakan ke kepolisian saja),” tandasnya. [klikkabar.com]

Manila – Pemerintah Filipina menyiapkan serangan besar-besaran untuk menghabisi kelompok militan Abu Sayyaf.

Namun, rencana serangan militer tersebut justru menimbulkan kekhawatiran. Pakar terorisme Sidney Jones justru mengaku cemas atas keselamatan para sandera, termasuk 14 warga negara Indonesia (WNI), bila serangan itu benar terealisasi.

Kecemasan tersebut bukan tak beralasan. Sebab, menurut Jones, aksi pemenggalan yang dilakukan terhadap warga Kanada tidak semata disebabkan tak dibayarkannya tebusan.

”Menurut saya bukan itu (tebusan, Red), tapi karena adanya ancaman kepada kelompok ini oleh militer Filipina,” paparnya.

Jones menambahkan, langkah pemerintah Indonesia saat ini sudah benar. Pemerintah terus melakukan negosiasi. Dia pun meminta hal itu tidak dilakukan di depan media, harus secara diam-diam.

”Jangan operasi dulu. Saya kira yang penting negosiasi secara intensif dengan mereka,” tuturnya.

Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) tersebut juga meminta pemerintah mengecek fraksi mana yang menahan WNI di Filipina itu. Pasalnya, ada tujuh fraksi dalam naungan kelompok Abu Sayyaf tersebut.

Meski satu kelompok, kebijakan setiap fraksi itu berbeda-beda dan tidak saling berkaitan. ”Saya percaya mereka disandera fraksi berbeda (dari fraksi yang melakukan pemenggalan terhadap warga Kanada John Ridsdel, red). Ini harus dipastikan,” tegasnya.(JPNN)

April 28, 2016 ,
AMP -  Kapolres Aceh Timur AKBP Hendri Budiman melalui Kasat Reskrim AKP Budi Nasuha Waruwu mengatakan, pihaknya akan memproses kasus pemukulan dialami Nurdin Bin Ismail alias Din Minimi sesuai hukum berlaku.

"Masalah pemukulan tersebut tetap kita proses hukum. Saat ini kita sedang pelajari laporan yang telah masuk dari si korban," ujar AKP Budi menjawab portalsatu.com, Kamis, 28 April 2016.

Budi menyebut pihaknya juga sedang menunggu hasil visum korban pemukulan itu. Kata dia, pihaknya bakal memeriksa para saksi yang melihat kejadian tersebut.

"Kita juga sedang menunggu hasil visum. Kasus  ini nanti juga kita periksa  saksi-saksi yang melihat kejadian pemukulan itu," kata Kasat Reskrim Polres Aceh Timur ini.

Disinggung mengenai laporan pengaduan Ridwan yang pernah masuk ke pihak kepolisian atas perkara  penculikan dirinya pada 2015 lalu oleh kelompok Din Minimi, Budi mengatakan, perkara tersebut sedang dikoordinasikan dengan Polda Aceh.

"Nah, masalah itu, kami sedang koordinasi dengan Polda Aceh, nanti kita tunggu saja bagaimana keputusannya," ujar Budi.

Diberitakan sebelumnya, Ridwan, mantan sandera Din Minimi, memukul Nurdin bin Ismail usai pertandingan sepak bola Turnamen PA/KPA di lapangan Moun Doe, Gampong Tanoh Abe, Kecamatan Idi Rayek, Rabu, 27 April 2016 sore. Banyak warga yang menyaksikan aksi pemukulan tersebut.

Ridwan atau dikenal Nawan, 41 tahun, adalah warga Teupin Nyareng, Kecamatan Idi Rayek. Dia sebelumnya pernah menjadi korban penculikan Din Minimi cs yang terpaksa menyerahkan uang tebusan sebanyak Rp 60 juta pada 2015 lalu.(portalsatu.com)

AMP - Tiongkok ingin Indonesia dapat segera memulangkan empat warga Uyghur, wilayah khusus Xinjiang, yang kini ditahan aparat karena terlibat dalam jaringan teroris pimpinan Santoso alias Abu Wardah di Poso, Sulawesi Tengah. 

Hal tersebut mengemuka dalam dialog kelima bertema Politik, Hukum dan Keamanan Indonesia-Tiongkok, serta rangkaian pertemuan bilateral Menko Polhukam Luhut Pandjaitan dengan anggota Polit Biro Komite Pusat Partai Komunis Tiongkok dan Menteri Keamanan Umum Tiongkok 26-27 April 2016.

Menko Luhut mengatakan, Tiongkok harus menghormati proses hukum di Indonesia.

"Kami juga harus berhati-hati, karena mereka masuk ke Indonesia menggunakan paspor Turki. Ini kan perlu proses yang tidak sebentar, dan mereka melakukan tindakan teror di Indonesia. Proses hukum tetap harus dijalani oleh mereka," katanya.

Luhut menambahkan "jika otoritas Tiongkok ingin meminta keterangan kepada para pelaku yang kini ditahan, maka datang ke Indonesia dan itu dilakukan bersama aparat kita. Jadi tidak serta merta memulangkan atau deportasi begitu saja".

Terkait kerja sama antiterorisme kedua negara terus bersepakat untuk saling bertukar menukar informasi intelijen, meningkatkan komunikasi dan saling bertukar pengalaman melalui pelatihan, kata Menko Polhukam.

"Kerja sama tersebut, terus kami ingin tingkatkan di masa mendatang,"ujarnya menambahkan.

Sementara itu Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Tito Karnavian mengatakan warga Uyghur yang memasuki Indonesia tercatat 11 orang.

"Lima diantaranya telah tewas, lima lainnya telah ditahan dan satu masih menjadi bagian dari kelompok teroris pimpinan Santoso," katanya.

Sebelumnya diberitakan, Satgas Operasi Tinombala menembak mati seorang anggota kelompok Mujahidin Indonesia Timur pimpinan Santoso alias Abu Wardah di Poso, Sulawesi Tengah.

Salah satu korban tewas bernama MF dan merupakan warga negara asing, yaitu dari Uyghur, Tongkok. Dia tewas ketika menyerang Satuan Tugas Operasi Tinombala dengan parang.(Rimanews)

April 27, 2016 ,
AMP - Adalah fakta kalau ada yang bilang orang Jawa gampang diterima di mana pun mereka berada. Bukti nyatanya adalah eksistensi mereka yang ‘meng-Indonesia’. Adat kebiasaan yang sopan, perangai yang halus, serta etos kerja yang tinggi membuat masyarakat Jawa gampang membaur dan akhirnya menjadi satu dengan lingkungan tempat mereka tinggal.

Namun, pada kenyataannya, sebenarnya orang Jawa tidak mutlak disukai oleh semua orang di Indonesia. Aceh, adalah salah satu daerah yang bisa dibilang kurang bisa menerima orang Jawa. Sama seperti selentingan yang bilang wanita Sunda terlarang untuk menikahi orang Jawa, ada pula yang bilang kalau orang Aceh tidak menyukai orang-orang Jawa dari dulu.

Bukan, bukan untuk bermaksud menebarkan kebencian. Hanya saja ketika ditelusuri, ternyata hal tersebut ada penyebabnya. Ya, dulu orang Aceh nyatanya sangat menyayangi Indonesia, Jawa khususnya. Namun, ada beberapa kejadian di masa lalu yang mengubah ini. Lalu apa yang membuat orang Aceh jadi tidak menyukai orang Jawa? Berikut ulasannya.

1. Belanda dan Orang Jawa Menyerang Aceh


Indonesia boleh terjajah, tapi tidak dengan Aceh. Provinsi satu ini bisa dibilang sebagai satu-satunya daerah di Nusantara yang tak pernah mengalami invasi, baik oleh Belanda atau Jepang. Meskipun demikian, bukan berarti tidak ada upaya penjajahan di tanah Aceh. Hal ini pernah dilakukan oleh Belanda di sekitar tahun 1873 sampai 1904.

Pada perang ini Aceh mungkin menyerah, namun Belanda sama sekali tidak berkuasa atas tanahnya. Perlawanan terhadap invasi Belanda terus dilakukan hingga negara ini hengkang ditendang Jepang pada sekitar tahun 1942. Lalu, alasan kenapa orang-orang Aceh benci Jawa adalah fakta kalau pasukan Belanda yang dibawa untuk menyerang Aceh berasal dari KNIL. KNIL sendiri terdiri dari orang-orang Indonesia, dan sebagian besar adalah orang Jawa.

2. Janji Kepada Rakyat Aceh yang Diingkari

Aceh bukanlah daerah yang terjajah, secara logika mereka sebenarnya dulu bisa berdiri sebagai negara sendiri. Tapi, tidak, rakyat Aceh justru memberikan dukungan penuh kepada Indonesia dan kemudian bergabung pula menjadi satu kesatuan. Selain tekad persatuan, latar belakang kenapa rakyat Aceh setuju untuk mendukung Indonesia adalah janji presiden pertama kepada para tokoh penting Aceh di masa lalu.

Presiden mempersilakan kepada Aceh untuk mengatur daerah mereka sendiri dengan sistem hukum memakai syariat Islam. Asal, rakyat Aceh yang dikenal garang ketika berperang itu mau membantu perjuangan kemerdekaan. Percakapan antara presiden pertama dan para tokoh Aceh ketika itu sangatlah dramatis. Sayangnya, ketika Indonesia benar-benar merdeka, janji tersebut seolah tidak pernah diberikan. Bahkan di tahun 1951 Provinsi Aceh dibubarkan dan kemudian disatukan dengan Provinsi Sumatera Utara. Kebetulan sekali presiden pertama adalah orang Jawa, ini juga memengaruhi ketidaksukaan orang-orang Aceh kepada masyarakat Jawa.

3. Aceh Pernah Berjasa Besar Bagi Bangsa

Salah satu alasan kenapa eksistensi kemerdekaan bisa terjaga adalah karena andil rakyat Aceh. Ya, mereka pernah patungan agar perjuangan Indonesia bisa terus digulirkan. Bahkan hanya dari mengumpulkan emas-emas orang-orang Aceh, Indonesia akhirnya punya pesawat pertamanya.

Aceh ibarat lumbung emasnya Indonesia di kala negara masih sangat sulit. Namun, lagi-lagi Aceh sepertinya diperlakukan dengan tidak patut. Misalnya ya janji tadi yang tak pernah terealisasi. Hal tersebut sepertinya menjadi sesuatu yang menyakitkan bagi orang-orang Aceh, dan atas alasan ini pula timbul rasa ketidaksukaan kepada pemerintah, khususnya orang-orang Jawa yang mayoritas adalah pembesar negara.

4. Kisah Daud Beureueh yang Mengenaskan

Daud Beureueh adalah tokoh penting dalam perjalanan sejarah Aceh. Beliau adalah seorang ulama besar sekaligus pejuang hebat yang tekadnya begitu kuat. Eksistensinya tak hanya bikin bangga orang Aceh, tapi juga masyarakat Indonesia.Ya, karena lewat dirinya lah, rakyat Aceh tanpa perlu bertanya-tanya, langsung membantu Indonesia.

Sangat disegani sebagai tokoh pembesar, namun di akhir hidupnya, Daud Beureueh mengalami banyak kenahasan. Pertama adalah dilumpuhkannya ia ketika berupaya mendirikan Negara Islam Indonesia sebagai bentuk protes terhadap janji presiden pertama yang tidak terealisasi. Bagai seperti tidak ingat masa lalu, Daud Beureueh diperlakukan seperti orang biasa yang tidak punya andil apa-apa. Peristiwa ini juga sedikit banyak membuat rakyat Aceh merasa jengah.

5. Aceh Dijadikan DOM oleh Presiden Soeharto

Lepas masa pemerintahan presiden pertama, Indonesia kemudian dipimpin oleh seorang Soeharto. Presiden kedua ini juga dianggap sebagai biang kebencian rakyat Aceh kepada orang Jawa. Pasalnya, Soeharto pernah menjadikan tanah Serambi Mekkah ini sebagai DOM alias Daerah Operasi Militer.

DOM sendiri dilakukan sebagai aksi munculnya GAM (Gerakan Aceh Merdeka) di Aceh. Soeharto pun bertindak represif dengan mengirimkan tentara dalam jumlah yang lumayan besar. Konflik ini berlangsung cukup lama mulai dari tahun 90an dan berakhir di 1998. Korbannya sendiri berkisar sampai ribuan orang dan umumnya justru warga sipil.

Belajar dari sejarah adalah hal penting. Belajar dari kesalahan orang dulu akan membuat kita lebih baik. Antara Aceh dan Jawa, meskipun dulu mungkin sempat bersitegang lantaran kejadian sejarah yang sensitif, kini sepertinya sudah tidak ada lagi. Mudah-mudahan kejadian masa lalu seperti ini tidak terjadi lagi agar bangsa Indonesia bisa benar-benar menjadi satu negara yang solid.(boombastis.com)

AMP - Juru Bicara Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat, Komisaris Besar Frans Barung Mangera, mengatakan sebanyak 1 kompi personel Brigade Mobile akan diberangkatkan menuju Kabupaten Poso dalam operasi Tinombala di Sulawesi Tengah pada Jumat 28 April 2016.

Frans Barung Mangera mengatakan, keberangkatan sekitar 100 personel tersebut merupakan perintah Kapolri Jendral Badrodin Haiti. "Personil Brimob Polda Sulsel diminta untuk menambah kekuatan melaksanakan operasi Tinombala dalam pengejaran kelompok Santoso," kata Barung, Rabu 27 April 2016.

Barung menerangkan personel Brimob tersebut selama ini memang disiapkan untuk pengejaran dan penindakan di hutan dan gunung. Sehingga, kata Barung, personel Brimob dianggap telah memiliki kemampuan mumpuni. "Mereka sudah disiapkan selama 8 bulan sebelumnya," ucap Barung.

Sementara itu, Panglima Kodam VII Wirabuana Mayor Jenderal TNI Agus Surya Bakti mengatakan segera menarik personel anggota TNI yang selama ini dalam operasi tersebut. "Kita melihat ada batas waktu, yang sudah berakhir 8 Mei, tapi kita tetap lakukan pembinaan atau pertahanan teritorial, itu berjalan terus," katanya.

Agus menjelaskan kesulitan menumpas militan Mujahidin Indonesia Timur ini karena medan yang berat. Selain itu, kata dia, militan Santoso cs masih masih mendapat dukungan dari beberapa warga setempat. "Dukungan seperti bantuan makanan, informasi, dan lainnya," jelas Agus.

Polri menjalankan operasi Tinombala mengejar gembong teroris yang dipimpin oleh Santoso di Poso. Operasi Tinombala dimulai pada 10 Januari 2016. Awalnya, operasi ini direncanakan akan selesai pada 9 Maret. Namun, Operasi diperpanjang hingga enam bulan ke depan. Selama operasi Tinobala, terjadi baku tembak antara pasukan gabungan TNI-Polri dengan kelompok teroris, 2 orang diduga teroris kelompok Santoso tewas.(Tempo)

AMP - Seminar tentang Pembantaian 1965 di Indonesia mengemukakan berbagai aspek baru. Tahun 2015 bisa menjadi tahun yang menentukan bagi pengusutan terhadap berbagai kasus pelanggaran HAM berat.

 Mantan Menteri Bantuan Pembangunan Belanda Jan Pronk mengungkapkan, mengapa Belanda lebih banyak memilih diam terkait kasus kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Indonesia tahun 1965. Sebagai negara bekas penjajah, Belanda ingin tampil hati-hati dan menjaga kepentingan bisnis dan investasinya yang cukup besar di wilayah Indonesia.

Ratusan ribu warga Indonesia yang dituduh terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI) ketika itu dibunuh. Pada tahun-tahun selanjutnya, simpatisan dan anggota keluarganya diasingkan dan distigmatisasi. Jumlah korban Peristiwa 1965 tidak diketahui jelas, karena pengusutan tentang itu menjadi hal tabu selama pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Suharto.

Propaganda dan agitasi Orde Baru selama puluhan tahun tentang kekejaman PKI dan organisasi-organisasi yang berafiliasi dengan partai politik itu masih mencekam hingga saat ini. Yayasan IPT1965 ingin menguak tabu dan tabir yang menyelimuti malapetaka kemanusiaan itu dengan serangkaian acara dan publikasi di dalam dan di luar negeri.

Masalah Sensitif


Professor Saskia Wieringa dalam acara hari Jumat 10 April di Den Haag itu mengakui, tema ini adalah isu yang sangat sensitif di Indonesia. Hal itu juga disampaikan Jan Pronk, yang mengatakan, Belanda juga melakukan kejahatan perang di Indonesia.

Gerry van Klinken, peneliti dari Universitas Leiden, menerangkan bahwa peristiwa 1965 bukan hanya suatu "kejahatan militer" atas warga seperti yang selama ini sering digambarkan. "Peristiwa ini adalah indikasi, bahwa ketika itu terjadi perpecahan besar dalam masyarakat," kata Gerry.

Sebab bukan hanya tentara, melainkan juga kelompok-kelompok agama, baik Islam maupun Kristen, terlibat dalam aksi pembunuhan massal.

Pengacara dan pengamat hukum Todung Mulya Lubis mengakui, masih tidak mungkin memulai proses hukum terhadap peristiwa 1965 di Indonesia. Sebab kekuatan-kekuatan Orde Baru masih punya pengaruh sangat besar. "Tapi ini harus menjadi agenda utama pemerintahan Jokowi," kata Todung. Hanya dengan itu, terbuka jalan untuk pengusutan kasus-kasus pelanggaran HAM berat lain, seperti Tanjung Priok, Talangsari, Aceh, Timor Timur, Papua, dan pembunuhan aktivis HAM Munir.

 Belajar dari negara lain

Jan Pronk menyarankan agar Indonesia belajar dari negara-negara lain untuk menuntaskan peristiwa pembantaian 1965, misalnya dari kasus Rwanda. Dia juga mengingatkan, bahwa ketika itu banyak negara-negara blok Barat yang berkepentingan meredam kegiatan komunisme di Indonesia dan menghentikan Soekarno yang mereka anggap cenderung mendukung blok kiri dan sosialis.

Nursyahbani Katjasungkana SH, salah satu koordinator IPT1965, mengakui bahwa tidak mudah mengangkat isu pembantaian 1965 ke publik. Ketika acara rilis situs www.ipt165.org dilangsungkan di Jakarta, panitia mengundang berbagai media untuk meliput. Wartawan-wartawan memang datang ke acara itu, tapi tidak ada berita yang turun, kata dia. Malah detikcom menurunkan berita tentang IPT1965 dari Belanda, bukan dari Jakarta.

 Sejauh ini memang hanya beberapa media saja yang menurunkan berita tentang kegiatan IPT1965, antara lain Deutsche Welle (DW), Detikcom, Tempo Interaktif. Poskota News menurunkan laporan tentang seminar di Den Haag dengan mengutip pemberitaan DW.

Todung Mulya Lubis mengakui, isu 1965 memang bukan isu seksi bagi media seperti isu korupsi. Dia mengaku agak pesimis, situasinya akan bisa berubah dalam jangka pendek.

Sebab Komnas HAM sendiri tahun 2012 sudah merampungkan laporan lengkap dengan data-datanya tentang peristiwa 1965, disertai berbagai rekomendasi. laporan itu adalah hasil kerja penyelidikan selama 4 tahun, sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Tapi sampai sekarang, tidak ada tindak lanjut dari pemerintah. (sumber: dw.com)

Jokowi berjanji akan mengganti pendekatan keamanan dengan pendekatan kesejahteraan. Namun, cita-cita Jokowi ini kelihatan macet di lapangan. Papua tetap "ditutup". Ikuti ulasan Made Supriatma berikut ini.
West Papua Indonesische Soldaten
Akhir Maret yang lalu Menteri koordinator politik, hukum dan keamanan, Luhut Panjaitan berziarah ke makam tokoh nasional Papua Theys Hiyo Eluay. Menteri Luhut meletakkan karangan bunga di atas makam tokoh yang dibunuh lewat operasi intelijen Kopassus tahun 2001.
Luhut Panjaitan, yang adalah juga bekas perwira Kopassus, bermaksud untuk meraih simpati. Selepas itu, dia akan bertolak ke Papua Nugini dan Fiji. Indonesia memiliki kepentingan terhadap Papua Nugini, Fiji dan negara-negara Melanesia karena dukungan mereka terhadap kemerdekaan Papua.

Selain itu, kunjungan ke makam Theys bisa dilihat sebagai sikap (gesture) yang ditujukan kepada rakyat Papua. Hanya saja, ada yang tidak pas. Beberapa saat sebelum kunjungan Luhut, lambang Bintang Kejora besar di atas makam Theys dihapus dan dicat putih. Bagaikan menyiram bensin, para aktivis kemerdekaan Papua langsung bereaksi keras. Mereka marah dengan penghilangan lambang Bintang Kejora itu. Lambang ini sudah dianggap sebagai identitas politik bangsa Papua.

Di pihak Indonesia, tidak banyak yang menyadari bahwa masalah Papua sudah memasuki tahapan penting. Administrasi pemerintahan presiden Jokowi pernah berjanji akan memperbaiki situasi di Papua. Presiden Joko Widodo berjanji akan mengganti pendekatan keamanan dengan pendekatan kesejahteraan.
Para tentara anti huru hara di Jayapura, 30 November 2000 mengantisipasi peringatan 29 tahun Papua Barat .

Namun, kenyataan berbicara sangat berlainan. Cita-cita Presiden Jokowi ini kelihatan macet di lapangan. Ada dua hal yang dilihat dari perspektif Papua yang tidak mungkin diselesaikan dengan ‘pendekatan kesejahteraan.' Keduanya persoalan itu adalah impunitas dan kebebasan serta hak-hak asasi manusia. 

Impunitas
Rakyat Papua tentu tidak bisa melupakan bagaimana Theys dibunuh. Mereka juga masih ingat ucapan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, saat itu Panglima TNI, ketika Theys dibunuh. Ryamizard memuji prajurit dan perwira Kopassus yang membunuh Theys sebagai “pahlawan NKRI.”

Pelanggar HAM diserahi mendidik generasi penerus TNI
Selain itu mereka menyaksikan bagaimana perwira-perwira yang katanya dihukum dan dipecat dari dinas TNI justru terus mendapat kenaikan pangkat. Bekas Komandan Satgas Tribuana X, Letkol Inf. Hartomo (Akmil 1987), misalnya, sekarang berpangkat Mayor Jendral dan menjadi Gubernur Akademi Militer. Tentu sulit dimengerti bahwa perwira yang pernah terlibat dalam pelanggaran HAM berat diserahi mendidik generasi penerus TNI.
Perwira-perwira lain juga terus menerus mendapat promosi. Kapten Inf. Rionardo (Akmil 1994) sekarang sudah berpangkat Letnan Kolonel dan menjabat sebagai komandan Brigif 1 Pam Ibukota/ Jaya Sakti. Sedangkan Mayor Inf. Donny Hutabarat (Akmil 1990) terakhir diketahui juga berpangkat Letnan Kolonel dan menjadi Assisten Intel di Kodam Bukit Barisan. Kapten Inf. Agus Supriyanto (Akmil 1993) juga sudah menjadi Letnan Kolonel dan menjabat sebagai Komandan Kodim 1607 Sumbawa.

Kebebasan dan HAM
Tidak dapat disangkal bahwa setelah kematian Theys Hiyo Eluay gerakan pembebasan Papua telah mengambil bentuk yang sama sekali lain. Jika sebelumnya, gerakan-gerakan pro-kemerdekaan Papua lebih berorientasi elitis sambil tetap memelihara sayap militer dalam berhadapan dengan pemerintah Indonesia, maka saat ini yang muncul adalah kekuatan organisasi massa.

Kita menyaksikan lahirnya aktivis-aktivis Papua dari generasi yang lebih muda. Mereka lebih berdisiplin, memiliki ikatan ke dalam yang jauh lebih kuat, dan lebih terbuka dalam mengadopsi taktik dan strategi baru dalam gerakan.

Itulah yang direpresentasikan oleh Komite Nasional Papua Barat (KNPB). Organisasi ini bergerak di lapisan kaum muda terdidik Papua terutama mahasiswa dan pelajar. KNPB juga sangat mengerti teknologi. Operasi dan jaringan media sosial KNPB, misalnya, cukup maju sehingga mereka bisa mengorganisasi gerakan dengan cepat.

Tidak pelak lagi, KNPB menjadi organisasi Papua yang paling militan. Gerakan aksi massa KNPB tidak saja dijalankan di Papua namun juga di wilayah-wilayah Indonesia lainnya. 

Tampaknya, aparat keamanan Indonesia tidak berdaya dalam mengendalikan KNPB. Jalan pintas diambil oleh aparat keamanan. Kepemimpinan dan anggota KNPB menjadi target pembunuhan oleh aparat-aparat keamanan. Sejak organisasi ini didirikan tahun 2008 hingga 2014 ada 29 anggotanya dibunuh dan puluhan lainnya di penjara. Pada tahun 2012, wakil ketua KNPB, Mako Tabuni dibunuh oleh aparat berpakaian preman.

Tidak ada organisasi di Indonesia yang menjadi korban pembunuhan tepat sasaran (targeted killings) sebesar KNPB. Bahkan organisasi yang dikategorikan sebagai organisasi teroris sekalipun.

Aparat keamanan Indonesia juga melakukan banyak penangkapan terhadap peserta aksi-aksi unjuk rasa yang digelar seakan tidak kenal lelah oleh para aktivis Papua. Pemerintahan presiden Jokowi cukup ‘berprestasi' dalam melakukan penangkapan ini. Organisasi Papua itu Kita mencatat bahwa ada 653 penangkapan terjadi antara April 2013-Desember 2014 dan 479 penahanan aktivis dari 30 April-1 Juni 2015. Tentu, penangkapan-penangkapan itu juga kerap disertai dengan penahanan sewenang-wenang dan penyiksaan.

Pertarungan Internasional
Saat ini tengah terjadi pertarungan antara Indonesia dan pihak pejuang kemerdekaan Papua di Pasifik Selatan. Pihak Papua diwakili oleh United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Organisasi ini selama beberapa tahun belakangan ini dengan gigih melakukan gerilya diplomatik dalam upaya mendapatkan keanggotaan organisasi Melanesian Spearhead Group (MSG), organisasi regional negara-negara Melanesia.

Saat ini, Indonesia adalah associate member dari MSG. Sementara ULMWP diakui stastusnya sebagai pengamat (observer). Indonesia berusaha menjadi anggota penuh MSG. Namun aktivis pro-kemerdekaan Papua gigih berkampanye menentangnya. Seminggu yang lalu, ribuan demonstran Papua turun ke jalan untuk menolak keanggotaan Indonesia dalam MSG dan menuntut pengakuan ULMWP sebagai anggota penuh.

Jalan diplomatik Indonesia tampaknya tidak akan mulus. Sekalipun diplomat-diplomat Indonesia terkesan meremehkan kekuatan kecil ULMWP. Dalam pertarungan diplomatik ini, Indonesia kembali menghadapi sejarahnya sendiri. Persis inilah yang terjadi ketika Indonesia menghadapi gerilya-gerilya diplomatik Timor Leste.

ULMWP agaknya tidak akan berhenti di Pasifik Selatan. Mereka sudah bergerak ke negara-negara yang menjadi kekuatan internasional dunia. Yang terpenting adalah bahwa mereka mampu membangun basis kekuatan di dalam negeri serta kekuatan-kekuatan masyarakat sipil non negara di tingkat internasional.

Membuka Papua
Kenyataan-kenyataan seperti diatas sangat jarang diketahui oleh publik Indonesia. Sekalipun Indonesia sudah menjadi negara demokrasi namun akses warga negaranya terhadap informasi khususnya yang terkait dengan Papua masih sangat terbatas. Wartawan asing tidak diperbolehkan meliput di Papua. Walaupun pemerintahan Jokowi mengatakan sudah mencabut larangan itu, namun di praktiknya, masih sangat sulit perizinannya bagi wartawan asing meliput di sana.

Sementara, wartawan-wartawan Indonesia yang bekerja di sana sebagian besar mendapatkan informasinya justru dari aparat keamanan dan intelijen. Seperti dalam kasus Tolikara, misalnya. Para jurnalis Indonesia hanya meneruskan informasi yang berasal dari pihak kepolisian.

Penulis: Made Supriatma Papua sesungguhnya memiliki wartawan-wartawan lokal yang cukup bagus. Mereka memiliki akses terhadap sumber-sumber berita lokal sehingga lebih mudah melakukan verifikasi berita. Akan tetapi, berita-berita mereka umumnya diterbitkan untuk masyarakat lokal dan sangat jarang dijadikan rujukan media nasional.

Dalam soal Papua, pemerintah Indonesia agaknya tidak hanya ingin menyembunyikan persoalan dari dunia internasional. Pertama-tama, pemerintah Indonesia menutup informasi untuk rakyat Indonesia sendiri. Sebab jika informasi dibiarkan bebas mengalir maka ia akan membuka borok-borok pemerintahan itu sendiri. 

Soal Papua seharusnya menjadi perdebatan di kalangan publik Indonesia sendiri. Jika itu tidak terjadi, kita membiarkan satu daerah diperintah secara otoriter sementara wilayah lainnya menikmati kehidupan demokrasi. Konsekuensinya adalah bahwa kita sesungguhnya tidak mengakuinya sebagai bagian dari bangsa Indonesia.

Made Supriatma peneliti dan jurnalis independen. Tulisan dan laporannya sering muncul di majalah online IndoProgress. Fokus penelitiannya adalah politik militer, konlfik dan kekerasan etnik, serta politik identitas.
@supriatma
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.

Dikutip: dw.com

67 tahun sejak peristiwa pemberontakan PKI Madiun tahun 1948 dan kemudian berulang kembali peristiwa pemberontakan pada G30SPKI Tahun 1965, namun ancaman komunisme di Indonesia seakan sengaja dibiaskan. Bahkan beberapa pihak sempat mewacanakan agar pemerintah Indonesia harus meminta maaf terhadap kader-kader Partai Komunis Indonesia (PKI).

Berikut ini tulisan dari sejarawan bernama Agus Sunyoto yang mengungkapkan fakta sejarah bagaimana kebiadaban PKI dalam upaya melakukan makar dan pemberontakan, ribuan nyawa umat Islam Indonesia telah menjadi kurban, simbol-simbol Islam telah dihancurkan.

    Kebiadaban PKI Madiun 1948 Terhadap Ulama NU
    “Tanggal 18 September 1948 pagi sebelum terbit fajar, sekitar 1500 orang pasukan FDR/PKI – 700 orang diantaranya dari Kesatuan Pesindo pimpinan Mayor Pandjang Djoko Prijono – bergerak ke pusat Kota Madiun. Kesatuan CPM, TNI, Polisi, aparat pemerintahan sipil terkejut ketika diserang mendadak. Terjadi perlawanan singkat di markas TNI, kantor CPM, kantor Polisi. Pasukan Pesindo bergerak cepat menguasai tempat-tempat strategis di Madiun. Saat fajar terbit, Madiun sudah jatuh ke tangan FDR/PKI. Sekitar 350 orang ditahan.“

    KEBERHASILAN FDR/PKI menguasai Madiun disusul terjadinya aksi penjarahan, penangkapan sewenang-wenang terhadap musuh PKI, menembak musuh PKI, kegemparan dan kepanikan pun pecah di kalangan penduduk, diiringi tindakan-tindakan bersifat fasisme yang berlangsung dengan mengerikan. Semua pimpinan Masyumi dan PNI ditangkap atau dibunuh. Orang-orang berpakaian Warok Ponorogo dengan senjata revolver dan kelewang menembak atau menyembelih orang-orang yang dianggap musuh PKI. Mayat-mayat bergelimpangan di sepanjang jalan. Bendera merah putih dirobek diganti bendera merah berlambang palu arit. Potret Soekarno diganti potret Moeso. Seorang wartawan Sin Po yang berada di Madiun, menuliskan detik-detik ketika PKI pamer kekejaman itu dalam reportase yang diberi judul: ‘Kekedjeman kaoem Communist; Golongan Masjoemi menderita paling heibat; Bangsa Tionghoa “ketjipratan” djoega.’

    Pada detik, menit dan jam yang hampir sama, di Kota Magetan sekitar 1.000 orang pasukan FDR/PKI – 700 orang diantaranya dari Kesatuan Pesindo pimpinan Mayor Moersjid — bergerak cepat menyerbu Kabupaten, kantor Komando Distrik Militer (Kodim), Kantor Onder Distrik Militer (Koramil), Kantor Resort Polisi, rumah kepala pengadilan, dan kantor pemerintahan sipil di Magetan. Sama dengan penyerangan mendadak di Madiun, setelah menguasai Kota Magetan dan menawan Bupati, Patih, Sekretaris Kabupaten, Jaksa, Ketua Pengadilan, Kapolres, komandan Kodim, dan aparat Kabupaten Magetan, terjadi aksi penangkapan terhadap tokoh-tokoh Masyumi dan PNI di kampung-kampung, pesantren-pesantren, desa-desa, pabrik gula, diikuti penjarahan, penyiksaan, dan bahkan pembunuhan. Wartawan Gadis Rasid yang menyaksikan pembantaian massal di Gorang-gareng, Magetan, menulis reportase tentang kebiadaban FDR/PKI tersebut. Pembunuhan, perampokan dan penangkapan yang dilakukan FDR/PKI itu diberitakan surat kabar Merdeka 1 November 1948.

    Meski tidak sama dengan aksi serangan di Madiun dan Magetan yang sukses mengambil alih pemerintahan, serangan mendadak yang sama pada pagi hari tanggal 18 September 1948 itu dilakukan oleh pasukan FDR/PKI di Trenggalek, Ponorogo, Pacitan, Ngawi, Purwodadi, Kudus, Pati, Blora, Rembang, Cepu. Sama dengan di Madiun dan Magetan, aksi serangan FDR/PKI meninggalkan jejak pembantaian massal terhadap musuh-musuh mereka. Antropolog Amerika, Robert Jay, yang ke Jawa Tengah tahun 1953 mencatat bagaimana PKI melenyapkan tidak hanya pejabat pemerintah, tapi juga penduduk, terutama ulama-ulama ortodoks, santri dan mereka yang dikenal karena kesalehannya kepada Islam: mereka itu ditembak, dibakar sampai mati, atau dicincang-cincang. Mesjid dan madrasah dibakar, bahkan ulama dan santri-santrinya dikunci di dalam madrasah, lalu madrasahnya dibakar. Tentu mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena ulama itu orang-orang tua yang sudah ubanan, orang-orang dan anak-anak laki-laki yang baik yang tidak melawan. Setelah itu, rumah-rumah pemeluk Islam dirampok dan dirusak.

    Tindakan kejam FDR/PKI selama menjalankan aksi kudeta itu menyulut amarah Presiden Soekarno yang mengecam tindakan tersebut dalam pidato yang berisi seruan bagi “rakyat Indonesia untuk menentukan nasib sendiri dengan memilih: ikut Muso dengan PKI-nya yang akan membawa bangkrutnya cita-cita Indonesia merdeka-atau ikut Soekarno-Hatta, yang Insya Allah dengan bantuan Tuhan akan memimpin Negara Republik Indonesia ke Indonesia yang merdeka, tidak dijajah oleh negara apa pun juga. Presiden Soekarno menyeru agar rakyat membantu alat pemerintah untuk memberantas semua pemberontakan dan mengembalikan pemerintahan yang sah di daerah. Madiun harus lekas di tangan kita kembali.”

    Seruan Presiden Soekarno disambut oleh Menteri Hamengkubuwono yang disusul sambutan Menteri Soekiman dan Jenderal Soedirman yang membacakan surat keputusan pengangkatan Mayor Jenderal Soengkono sebagai panglima militer Jawa Timur. Tanggal 23 September 1948 Menteri Agama KH Masjkoer mengucapkan pidato radio yang tegas menyebutkan bahwa tindakan merebut kekuasaan bertentangan dengan agama dan sama seperti perbuatan permusuhan orang-orang yang pro Belanda. Dengan janji-janji palsu rakyat dipengaruhi, dibujuk, dihasut, dipaksa dan dijadikan tameng oleh PKI Moeso.
    Pidato Menteri Agama KH Masjkoer yang menyatakan bahwa rakyat dipengaruhi, dibujuk, dihasut, dipaksa dan dijadikan tameng oleh PKI Moeso tidak mengada-ada. Itu bukti sewaktu pidato Presiden Soekarno dicetak sebagai selebaran yang disebarkan kepada penduduk melalui pesawat terbang. Seketika – usai membaca selebaran berisi pidato Presiden Soekarno – penduduk yang dipersenjatai oleh PKI beramai-ramai meletakkan senjata. Mereka duduk di trotoar jalan dalam keadaan bingung. Mereka terkejut dan bingung sewaktu sadar bahwa gerakan yang mereka lakukan itu ternyata ditujukan untuk melawan Presiden Soekarno. Mereka pun mulai bertanya-tanya tentang siapa sejatinya Moeso yang mengaku pemimpin rakyat itu.

    Sejarah mencatat, bahwa antara tanggal 18 – 21 September 1948 gerakan makar FDR/PKI yang dilakukan dengan sangat cepat itu tidak bisa dimaknai lain kecuali sebagai pemberontakan. Sebab dalam tempo hanya tiga hari, FDR/PKI telah membunuh pejabat-pejabat negara baik sipil maupun militer, tokoh masyarakat, tokoh politik, tokoh pendidikan, bahkan tokoh agama. Dengan kekejaman khas kaum komunis – seperti kelak dipraktekkan lagi di Kampuchea selama rezim Pol Pot berkuasa — bagian terbesar dari mayat-mayat yang dibunuh dengan sangat kejam oleh FDR/PKI itu dimasukkan ke dalam sumur-sumur “neraka” secara tumpuk-menumpuk dan tumpang-tindih. Sebagian lagi di antara tawanan FDR/PKI ditembak di “Ladang Pembantaian” di Pabrik Gula Gorang-gareng maupun di Alas Tuwa.
    Setelah gerakan makar FDR/PKI berhasil ditumpas oleh TNI yang dibantu masyarakat, awal Januari tahun 1950 sumur-sumur “neraka” yang digunakan FDR/PKI mengubur korban-korban kekejaman mereka dibongkar oleh pemerintah. Berpuluh-puluh ribu masyarakat dari Magetan, Madiun, Ngawi, Ponorogo, Trenggalek berdatangan menyaksikan pembongkaran sumur-sumur “neraka”. Mereka bukan sekedar melihat peristiwa langka itu, kebanyakan mereka mencari anggota keluarganya yang diculik PKI.

    Diantara sumur-sumur “neraka” yang dibongkar itu, informasinya diketahui justru berdasar pengakuan orang-orang PKI sendiri. Dalam proses pembongkaran sumur-sumur “neraka” itu terdapat tujuh lokasi ditambah dua lokasi pembantaian di Magetan, yaitu: 1. sumur “neraka” Desa Dijenan, Kec.Ngadirejo, Kab.Magetan; 2. Sumur “neraka” I Desa Soco, Kec.Bendo, Kab.Magetan; 3. Sumur “neraka” II Desa Soco, Kec.Bendo, Kab,Magetan; 4. Sumur “neraka” Desa Cigrok, Kec.Kenongomulyo, Kab.Magetan, 5. Sumur “neraka” Desa Pojok, Kec.Kawedanan, Kab.Magetan; 6. Sumur “neraka” Desa Batokan, Kec.Banjarejo, Kab.Magetan; 7. Sumur “neraka” Desa Bogem, Kec.Kawedanan, Kab.Magetan; dan dua lokasi killing fields yang digunakan FDR/PKI membantai musuh-musuhnya, yaitu ruang kantor dan halaman Pabrik Gula Gorang-gareng dan Alas Tuwa di dekat Desa Geni Langit di Magetan.

    Fakta kekejaman FDR/PKI dalam gerakan pemberontakan tahun 1948 disaksikan puluhan ribu warga masyarakat yang menonton pembongkaran sumur-sumur “neraka” itu, yang setelah diidentifikasi diperoleh sejumlah nama pejabat pemerintahan sipil maupun TNI, ulama, tokoh Masjoemi, tokoh PNI, Polisi, Camat, Kepala Desa, bahkan Guru. Berikut daftar sebagian nama-nama korban kekejaman FDR/PKI tahun 1948 yang diperoleh dari pembongkaran sumur “neraka” Soco I dan sumur “neraka” Soco II, yang terletak di Desa Soco, Kec. Bendo, Kab.Magetan:

    SUMUR “NERAKA” SOCO I: 1. Soehoed, camat Magetan; 2. R. Moerti, Kepala Pengadilan Magetan; 3. Mas Ngabehi Soedibyo, Bupati Magetan; 4. R. Soebianto; 5. R. Soekardono, Patih Magetan; 6. Soebirin; 7. Imam Hadi; 8. R. Joedo Koesoemo; 9. Soemardji; 10. Soetjipto; 11. Iskak; 12. Soelaiman; 13. Hadi Soewirjo; 14. Soedjak; 15. Soetedjo; 16. Soekadi; 17. Imam Soedjono; 18. Pamoedji; 19. Soerat Atim; 20. Hardjo Roedino; 21. Mahardjono; 22. Soerjawan; 23. Oemar Danoes; 24. Mochammad Samsoeri; 25. Soemono; 26. Karyadi; 27. Soerdradjat; 28. Bambang Joewono; 29. Soepaijo; 30. Marsaid; 31. Soebargi; 32. Soejadijo. 33. Ridwan; 34. Marto Ngoetomo; 35. Hadji Afandi; 36. Hadji Soewignjo; 37. Hadji Doelah; 38. Amat Is; 39. Hadji Soewignyo; 40. Sakidi; 41. Nyonya Sakidi; 42. Sarman; 43. Soemokidjan; 44. Irawan; 45. Soemarno; 46. Marni; 47. Kaslan; 48. Soetokarijo; 49. Kasan Redjo; 50. Soeparno; 51. Soekar; 52. Samidi; 53. Soebandi; 54. Raden Noto Amidjojo; 55. Soekoen; 56. Pangat B; 57. Soeparno; 58. Soetojo; 59. Sarman; 60. Moekiman; 61. Soekiman; 62. Pangat/Hardjo; 63. Sarkoen B; 64. Sarkoen A; 65. Kasan Diwirjo; 66. Moeanan; 67. Haroen; 68. Ismail. ada sekitar 40 mayat tidak dikenali karena bukan warga Magetan.

    SUMUR “NERAKA” SOCO II: 1. R. Ismaiadi, Kepala Resort Polisi Magetan; 2. R.Doerjat, Inspektur Polisi Magetan; 3. Kasianto, anggota Polri; 4. Soebianto, anggota Polri; 5. Kholis, anggota Polri; 6. Soekir, anggota Polri; 7. Bamudji, Pembantu Sekretaris BTT; 8. Oemar Damos, Kepala Jawatan Penerangan Magetan; 9. Rofingi Tjiptomartono, Wedana Magetan; 10. Bani, APP. Upas; 11. Soemingan, APP.Upas; 12. Baidowi; 13. Naib Bendo; 14. Reso Siswojo; 15. Kusnandar, Guru; 16. Soejoedono, Adm PG Rejosari; 17. Kjai Imam Mursjid Muttaqin, Mursyid Tarikat Syattariyah Pesantren Takeran; 18. Kjai Zoebair; 19. Kjai Malik; 20. Kjai Noeroen; 21. Kjai Moch. Noor.”

    Tindak kebiadaban FDR/PKI selama melakukan aksi makarnya tahun 1948 yang disaksikan puluhan ribu penduduk laki-laki, perempuan, tua, muda, anak-anak yang menonton pengangkatan jenazah para korban dari sumur-sumur “neraka” yang tersebar di Magetan dan Madiun, adalah rekaman peristiwa yang tidak akan terlupakan. Peristiwa pembongkaran sumur-sumur “neraka” itu telah memunculkan asumsi abadi dalam ingatan bawah sadar masyarakat bahwa PKI memiliki hubungan erat dengan pembunuhan manusia yang dimasukkan ke dalam sumur “neraka”. Itu sebabnya, ketika tanggal 1 Oktober 1965 tersiar kabar para jenderal TNI AD diculik PKI dan kemudian ditemukan sudah menjadi mayat di dalam sumur “neraka” Lubang Buaya di dekat Halim, amarah masyarakat seketika meledak terhadap PKI, termasuk di lingkungan aktivis Gerakan Pemuda Ansor yang sejak 1964 membentuk Barisan Ansor Serbaguna (Banser) di berbagai daerah yang dilatih kemiliteran karena memenuhi keinginan Presiden Soekarno membentuk kekuatan sukarelawan untuk mengganyang Malaysia, di mana anggota Banser yang emosinya tak terkendali – terutama setelah tewasnya 155 orang anggota Ansor Banyuwangi yang dibunuh PKI – dimanfaatkan oleh pihak militer untuk bersama-sama menumpas kekuatan PKI yang telah membunuh para jenderal mereka.

    Artikel ini ditulis oleh Agus Sunyoto.
    Pertama kali dimuat di buletin Risalah edisi 36 tahun IV 1433 H/ 2012 hal 24-29, dipublikasikan ulang oleh blog  remental.blogspot.co.id

    Penulis adalah peneliti sejarah peristiwa Madiun 1948 yang diterbitkan dalam buku berjudul “LUBANG-LUBANG PEMBANTAIAN: GERAKAN MAKAR FDR/PKI 1948 DI MADIUN” (1990).

    Penulis peneliti konflik Banser-PKI 1965 di Jawa Tengah yang diterbitkan dalam buku berjudul “BANSER BERJIHAD MENUMPAS PKI” (1995).
    Penulis peneliti operasi Trisula 1966-1968 di Blitar yang dimuat bersambung di harian Jawa Pos September-Oktober 1995.

loading...

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget