Oleh Syahril
“Alangkah lucunya Negeriku,” mungkin inilah kata – kata yang pantas untuk pemerintah Aceh saat ini. Bagaimana tidak, seribu rupa, seribu cara dan seribu kata tidak akan ada habisnya untuk membahas wajah Pemerintah Aceh.
Apakah pemimpin kita sekarang layak disebut pemimpin ?
Berbagai macam jawaban tentunya akan diberikan kalau ada pertanyaan seperti ini, mulai dari pemimpin yang hebat, pemimpin yang loyal mungkin juga sebagai pemimpin yang hanya memikirkan kepentingan pribadi. Berbagai macam masalah yang terjadi dalam tiga tahun terakhir ini mugkin bisa membuka mata kita untuk menilai seberapa pantaskah mereka untuk memimpin rakyatnya.
Ketika keharmonisan antara pemimpin dan wakilnya renggang maka banyak hal yang akan berselisih paham tentunya, lucu tentunya jika pemimpin bukan menyelesaikan masalah di dalam wilayahnya, namun malah menambah masalah dan seakan akan hanya saling mementingkan kepentingan pribadi, ini berbanding terbalik tentunya dengan janji – janji, visi misi mereka dan yang terutama amanah rakyat tentunya yang telah memilih dan mempercayakan mereka memimpin aceh saat ini.
Banyaknya masalah internal di dalam Pemerintahan Aceh selama ini, akan berdampak nantinya kepada pembangunan infrastruktur maupun pembangunan yang lainnya untuk Aceh, selain itu pengembangan dibidang SDM dan Pendidikan juga sangat penting saat ini untuk Aceh kedepannya. Akan sangat rugi tentunya jika anggaran tahunan daerah tidak bisa dimanfaatkan dengan baik, sehingga semua perencanaan akan sia – sia, dan pada akhirnya uang itu akan di kembalikan ke pusat, dan dampak yang sangat besar kepada masyarakat yaitu kemiskinan.
Disisi lain kita juga bisa melihat bagaimana kontribusi dari tuha peut Partai Aceh,s yang kini menjadi Wali Nanggroe. Dia menjadi sosok yang sangat di agung – agungkan dan seperti raja di Aceh, namun di mata rakyat, kontribusnya sangat minim. Wali Nanggroe malah sibuk mengurusi internal Partai Aceh dan alpa menjadi orang tua bagi segenap nyawa yang ada di bumi Iskandar Muda. Padahal anggaran daerah yang diserap olehnya sungguh fantastis!.
Silih berganti persoalan menjangkiti Aceh. Di Minimi muncul, kemudian tenggelam, korupsi di sana sini. APBA dihambur-hambur untuk kesenangan diri dan kelompok. Gubernur dan Wagub saling menyalahkan. Para bupati/walikota lage haba nyan cit. Rakyat berjuang sendiri tanpa dukungan pemerintah.
Lalu, masih adakah pemimpin di Aceh?
Penulis adalah mahasiswa ilmu komunikasi Universitas Syiah Kuala.
“Alangkah lucunya Negeriku,” mungkin inilah kata – kata yang pantas untuk pemerintah Aceh saat ini. Bagaimana tidak, seribu rupa, seribu cara dan seribu kata tidak akan ada habisnya untuk membahas wajah Pemerintah Aceh.
Apakah pemimpin kita sekarang layak disebut pemimpin ?
Berbagai macam jawaban tentunya akan diberikan kalau ada pertanyaan seperti ini, mulai dari pemimpin yang hebat, pemimpin yang loyal mungkin juga sebagai pemimpin yang hanya memikirkan kepentingan pribadi. Berbagai macam masalah yang terjadi dalam tiga tahun terakhir ini mugkin bisa membuka mata kita untuk menilai seberapa pantaskah mereka untuk memimpin rakyatnya.
Ketika keharmonisan antara pemimpin dan wakilnya renggang maka banyak hal yang akan berselisih paham tentunya, lucu tentunya jika pemimpin bukan menyelesaikan masalah di dalam wilayahnya, namun malah menambah masalah dan seakan akan hanya saling mementingkan kepentingan pribadi, ini berbanding terbalik tentunya dengan janji – janji, visi misi mereka dan yang terutama amanah rakyat tentunya yang telah memilih dan mempercayakan mereka memimpin aceh saat ini.
Banyaknya masalah internal di dalam Pemerintahan Aceh selama ini, akan berdampak nantinya kepada pembangunan infrastruktur maupun pembangunan yang lainnya untuk Aceh, selain itu pengembangan dibidang SDM dan Pendidikan juga sangat penting saat ini untuk Aceh kedepannya. Akan sangat rugi tentunya jika anggaran tahunan daerah tidak bisa dimanfaatkan dengan baik, sehingga semua perencanaan akan sia – sia, dan pada akhirnya uang itu akan di kembalikan ke pusat, dan dampak yang sangat besar kepada masyarakat yaitu kemiskinan.
Disisi lain kita juga bisa melihat bagaimana kontribusi dari tuha peut Partai Aceh,s yang kini menjadi Wali Nanggroe. Dia menjadi sosok yang sangat di agung – agungkan dan seperti raja di Aceh, namun di mata rakyat, kontribusnya sangat minim. Wali Nanggroe malah sibuk mengurusi internal Partai Aceh dan alpa menjadi orang tua bagi segenap nyawa yang ada di bumi Iskandar Muda. Padahal anggaran daerah yang diserap olehnya sungguh fantastis!.
Silih berganti persoalan menjangkiti Aceh. Di Minimi muncul, kemudian tenggelam, korupsi di sana sini. APBA dihambur-hambur untuk kesenangan diri dan kelompok. Gubernur dan Wagub saling menyalahkan. Para bupati/walikota lage haba nyan cit. Rakyat berjuang sendiri tanpa dukungan pemerintah.
Lalu, masih adakah pemimpin di Aceh?
Penulis adalah mahasiswa ilmu komunikasi Universitas Syiah Kuala.
Dikutip: acehtrend.co
loading...
Post a Comment