Asnawi Ali saat menghadiri Minority Forum 24-25 November 2015 di Room XX, Palais des Nations, Jenewa, Swiss. |
AMP -- Ketua Persatuan Masyarakat Aceh di Örebro, Swedia, Asnawi Ali menyanggah pernyataan Presiden Jokowi di Parlemen Inggris di Windsminster, London dua hari lalu terkait sejarah hubungan dagang antara Indonesia dan Inggris yang sudah terajut sejak abad ke 16.
Sanggahan bernada protes disampaikan dalam bentuk sebuah surat terbuka yang dilayangkan kepada Perdana Menteri Inggris, David Cameron, Rabu (21/4/2016).
Asnawi Ali dalam surat terbuka kepada David Cameroon mengklarifikasi pernyataan Jokowi terkait penjelasan sejarah yang dipaparkan di depan Parlemen Inggris di Windsminster, London, Selasa (19/4/2016).
Dalam surat terbuka yang dikirim ke redaksi Serambinews.com tersebut, Asnawi Ali menulis, ia menyayangkan pemutarbalikan fakta sejarah oleh Presiden Jokowi yang mengutip cuplikan sejarah bahwa hubungan dagang Indonesia–Inggris telah terjalin sejak akhir abad ke 16.
Menurut Asnawi, tepatnya ketika tahun 1602 John Lancaster tiba di Aceh membawa surat dari Ratu Elizabeth I untuk memulai hubungan dagang.
Asnawi juga menyebutkan bahwa aksi pembohongan publik itu sudah sering terjadi di Indonesia. Ia mencontohkan tentang sejarah Aceh dalam cuplikan Film Cut Nyak Dhien dan pemalsuan sejarah tentang Wali Nanggroë Aceh oleh penguasa lokal. (*)
Berikut surat terbuka Asnawi Ali, Ketua Masyarakat Aceh di di Örebro, Swedia kepada Perdana Menteri Inggris, David Cameron dalam Bahasa Inggris yang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia:
Sanggahan bernada protes disampaikan dalam bentuk sebuah surat terbuka yang dilayangkan kepada Perdana Menteri Inggris, David Cameron, Rabu (21/4/2016).
Asnawi Ali dalam surat terbuka kepada David Cameroon mengklarifikasi pernyataan Jokowi terkait penjelasan sejarah yang dipaparkan di depan Parlemen Inggris di Windsminster, London, Selasa (19/4/2016).
Dalam surat terbuka yang dikirim ke redaksi Serambinews.com tersebut, Asnawi Ali menulis, ia menyayangkan pemutarbalikan fakta sejarah oleh Presiden Jokowi yang mengutip cuplikan sejarah bahwa hubungan dagang Indonesia–Inggris telah terjalin sejak akhir abad ke 16.
Menurut Asnawi, tepatnya ketika tahun 1602 John Lancaster tiba di Aceh membawa surat dari Ratu Elizabeth I untuk memulai hubungan dagang.
Asnawi juga menyebutkan bahwa aksi pembohongan publik itu sudah sering terjadi di Indonesia. Ia mencontohkan tentang sejarah Aceh dalam cuplikan Film Cut Nyak Dhien dan pemalsuan sejarah tentang Wali Nanggroë Aceh oleh penguasa lokal. (*)
Berikut surat terbuka Asnawi Ali, Ketua Masyarakat Aceh di di Örebro, Swedia kepada Perdana Menteri Inggris, David Cameron dalam Bahasa Inggris yang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia:
Tuan David Cameron
Perdana Menteri Inggris
Kantor Perdana Menteri
London, SW1A 2AA
21 April 2016
Surat Terbuka tentang Penjelasan Sejarah yang Dikutip oleh Presiden Indonesia
Kepada Tuan Cameron,
Saya mengikuti berita perjalanan Presiden Indonesia ke berbagai negara-negara Eropa setiap harinya yang salah satunya ke negara Anda, Inggris. Pada hari Selasa (19/4) lalu, Presiden Indonesia berpidato didepan Parlemen Inggris di Windsminster, London yang salah satunya mengutip cuplikan sejarah bahwa hubungan dagang Indonesia–Inggris telah terjalin sejak akhir abad ke 16. Tepatnya ketika tahun 1602 John Lancaster tiba di Aceh membawa surat dari Ratu Elizabeth I untuk memulai hubungan dagang.
Dalam kesempatan ini saya ingin memberikan klarifikasi karena kutipan tersebut sudah dipublikasi oleh media di Indonesia sebagai rujukan. Oleh karena itu saya menulis surat ini dengan surat terbuka. Perlu saya jelaskan bahwa bahwa kutipan pidato Presiden Joko Widodo itu sangat keliru karena mengadopsi nama Aceh sebagai Indonesia. Perlu tuan perdana menteri ketahui bahwa pada tahun 1602 itu nama Indonesia saja belum ada dalam peta dan oleh karena itu Presiden Joko Widodo telah berbohong didepan parlemen Inggris.
Perlu tuan perdana menteri ketahui pula pembohongan publik ini sering terjadi di Indonesia. Saya dapat memberikan bukti hampir sama lainnya seperti sebuah Film Cut Nyak Dhien, kisah seorang pejuang Aceh saat berperang melawan Belanda. Di salah satu cuplikan film itu dimanipulasikan bahwa Cut Nyak Dhien berjuang untuk Indonesia dengan membawa bendera Indonesia. Perlu saya klarifikasikan juga bahwa pada zaman itu nama Indonesia belum wujud di zaman Cut Nyak Dhien dan begitu juga bendera Indonesia tidak pernah dilihat oleh pahlawan Aceh itu.
Tuan Cameron,
Masih banyak hal lain yang perlu anda ketahui dengan propaganda bohong Indonesia saat berbicara didepan publik saat kunjungan ke negara-negara uni Eropa ini. Begitu juga tentu saja masih banyak bukti lain yang bisa saya berikan kepada anda, termasuk berkaitan dengan Aceh yang juga terjadi pembohongan publik disana. Salah satunya perdamaian di Aceh yang tanpa keadilan, pemalsuan sejarah tentang Wali Nanggroë Aceh oleh penguasa lokal. Dalam dinamika politik Aceh, informasi yang diulang-ulang oleh media meskipun keliru akan menjadi sebuah kebenaran. Walaupun demikian, dalam agama saya diajarkan bahwa katakanlah yang benar--dengan bukti-walaupun pahit akibatnya.
Pertimbangan menulis surat terbuka ini kepada Anda sebagai upaya informasi penyeimbang ketika media di Indonesia mengutip utuh keterangan Presidennya tentang Aceh dan diwaktu yang sama tidak ada ruang aman untuk memperjuangkan hak azasi dasar seperti penentuan nasib sendiri bagi orang Aceh.
Asnawi Ali
Ketua Persatuan Masyarakat Aceh di Örebro, Swedia
E-mail: asnawiali@gmail.com
Dikutip Dari Serambinews.com
loading...
Post a Comment