Azhari Cagee |
AMP - Kader Partai Aceh (PA) yang juga anggota
DPR Aceh, Azhari Cage, menilai, pemanfaatan Kepala Satuan Kerja
Perangkat Aceh (SKPA) dan fasilitas negara untuk kepentingan politik
pribadi Gubernur Aceh dr. Zaini Abdullah adalah praktik tidak sehat.
Kondisi ini dapat merugikan bakal calon
lain. Itu sebabnya, antara kegiatan politik dan pemerintahan di bawah
kepemimpinan dr. Zaini Abdullah, dapat berjalan normal dan sesuai
aturan, sehingga pejabat dan PNS dapat bekerja secara netral dan nyaman.
Sebaliknya, jika praktik tersebut terus dilakukan Doto Zaini, menurut
Azhari Cage, justru semakin memperuncing keadaan, termasuk menarik dan
menjebak sejumlah pejabat di Pemerintah Aceh pada posisi serba sulit.
Seperti apa pengakuan Wakil Ketua Komisi I DPRA, Azhari Cage? Berikut
penuturannya pada Juli Saidi dari MODUS ACEH.
Senin lalu, Komisi I DPRA memanggil Gubernur dan SKPA. Alasannya apa?
Ini terkait dengan apa yang terjadi
di Aceh Tenggara yaitu kehadiran 15 SKPA saat deklarasi dukungan
terhadap Doto Zaini sebagai calon Gubernur Aceh melalui jalur independen
pada Pilkada 2017. Ini membutktikan bahwa ada ketidak-netralan yang
dilakukan PNS di lingkungan Pemerintah Aceh dalam menyikapi pilkada ke
depan.
Pandapat Anda atas kehadiran SKPA pada acara politik Abu Doto?
Kami dari Komisi I DPRA sangat
menyayangkan terhadap apa yang dilakukan mereka. Ini bukan hanya
melanggar aturan PNS tapi juga melanggar etika pemerintahan itu sendiri.
Apakah pertemuan di Aceh Tenggara saja, alasan dipanggil?
Sebetulnya sudah lama tercium, ada
indikasi seperti ini, tentang keberpihakan PNS kepada Gubernur atau Doto
Zaini. Apakah dibawa karena jabatan, ini sudah lama terlihat, baik di
Takengon dan daerah lainnya.
Apakah alasan itu saja, sehingga mereka dan dr. H. Zaini Abdullah dipanggil?
Termasuk juga penerimaan KTP di
Pendopo Gubernur. Itu tidak dibolehkan secara undang-undang. Karena
pendopo rumah dinas, jadi menerima KTP di pendopo merupakan pelanggaran
etika karena menggunakan fasilitas negara. Karena tidak dibolehkan
sebelum atau ketika kampanye menggunakan fasilitas negara. Jika terus
dilakukan Doto Zaini, ini sama artinya dengan menjebak dan memasukkan
pejabat pada perangkap dan dengan sadar melanggar aturan.
Seberapa besar PNS tidak netral?
Mau tidak mau, saya melihat siapa
pun hari ini yang menjabat kepala SKPA di Aceh, pasti terseret
kepentingan politik Gubernur Zaini yang akan maju sebagai calon
Gubernur. Seharusnya Gubernur Aceh dan PNS, bisa memilah mana dinas dan
pribadi atau kegiatan politik. Kami melihat SKPA berpihak pada Gubernur
Zaini hampir 60 persen.
Lantas, apa tanggapan Anda terkait manuver itu?
Keberpihakan PNS terhadap manuver
politik yang dilakukan Gubernur Zaini dengan memanfaatkan fasilitas
negara untuk kepentingan politiknya perlu segera diluruskan, sehingga
tidak ada bakal calon yang dirugikan. Makanya, ada 60 persen SKPA yang
berpihak dan selebihnya masih kita anggap netral, karena kami belum
membaca arah dukungan mereka atau SKPA.
Bisa dirincikan kepala dinas mana saja yang pro Abu Doto?
Ada beberapa Dinas di Aceh Tenggara
yang nampak hadir. Misal, Dinas Pengairan Aceh, Biro Umum, Biro Humas,
Biro Tata Pemerintahan, Biro Organisasi Pembangunan, Dinas Kesehatan,
Dinas Cipta Karya, Dinas Bina Marga, Dinas Perhubungan. Makanya, kita
sesalkan.
Kenapa Anda sesal, bukankah mereka ikut atasan?
Jika mereka lakukan tugas pemerintah
tidak masalah. Tapi, yang menjadi persoalan kenapa mereka terjebak
dengan manuver politik yang dilakukan Doto Zaini. Seharusnya kita bisa
memilah antara kepentingan dinas dengan Doto Zaini sebagai calon
Gubernur ke depan. Kalau tidak bisa memilah, seharusnya mereka bisa
memahami aturan bahwa mereka dibatasi oleh aturan PNS yang tidak boleh
terlibat politik.
Kenapa SKPA ramai-ramai ikut Gubernur?
Saya rasa, mereka ada rasa takut.
Suka tidak suka mereka harus terlibat dan terjerumus oleh manuver Doto
Zaini. Kesalahan pada SKPA dan Gubernur. Mereka sudah mengerti ada
undang-undang serta etika PNS yang tidak bisa dilanggar, mereka harus
bersikap netral. Mereka ketahui itu, tapi tidak dijalankan, maka
kesalahan ada di pundak mereka. Ditambah Doto Zaini yang memanfaatkan
fasilitas Pemerintah Aceh dan pejabat struktural untuk kepentingan
politik mendatang.
Apa yang sangat mendasar SKPA takut?
Saya melihat, sejauh ini kan sering
terjadi gonta-ganti SKPA. Selama ini, siapa pun yang mendekat ke Wagub
Muzakir Manaf akan dimutasi. Maka, SKPA tidak akan berani dekat ke
wagub, karena risikonya besar. Sebetulnya, kita mengharapkan siapa pun
yang mencalonkan diri menjadi Gubernur 2017 agar menjaga netralitas atau
Gubernur Aceh Doto Zaini harus ambil cuti dari sekarang. Jangankan
menghadiri, menyerahkan KTP saja tidak boleh. Maka, kita harap PNS harus
benar-benar netral. Mereka adalah abdi negara dan harus mengabdi kepada
siapa pun yang terpilih nanti.
Kalau tidak netral?
Kalau sekarang tidak netral, maka
nanti akan terjadi blok-blok. Imbasnya adalah pelayanan pada masyarakat
tidak maksimal, karena mereka sudah pada kepentingan penguasa, tidak
lagi memikirkan kepentingan rakyat, dan ini imbas yang sangat kita
takutkan nanti. Jika orang lain terpilih justru mereka tidak dipakai,
padahal mereka pandai-pandai.
Kenapa itu bisa terjadi pada bakal calon incumbent?
Jadi saya melihat, Doto Zaini lebih
memanfaatkan SKPA atau fasilitas yang ada sekarang untuk kepentingan
2017. Seharusnya Doto Zaini bisa memilahkan mana yang maksud dan tujuan
prakampanye 2017 dan kepentingan dinas.
Apakah kekuatan Abu Doto menuju Pilkada 2017 karena incumbent?
Jika mau jujur, tidak menjabat
Gubernur Aceh, Abu Doto tidak begitu kuat dalam Pilkada 2017. Mungkin,
kuatnya Doto Zaini sekarang karena masih Gubernur, dan saya rasa kuat
kandidat yang lain untuk penggalangan dukungan dan relawan. Jadi,
mungkin Doto Zaini tidak melihat hal ini karena keinginannya yang begitu
kuat dan juga ada bisikan dari keluarganya. Makanya, kami imbau tidak
memanfaatkan PNS dan fasilitas negara untuk kepentingan politik 2017.***
Sumber: modusaceh.com
loading...
Post a Comment