AMP - Kebutuhan masyarakat
barat-selatan untuk pembangunan Jalan Paro-Geureutee, menjadi bahan
kampanye dr. H. Zaini Abdullah untuk menarik simpati rakyat dari kawasan
itu. Tapi, anggota DPR Aceh dari Daerah Pemilihan (Dapil) Aceh Barat
mengaku hanya janji menjelang kampanye Pilkada 2017.
Kondisi ruas jalan Paro, Aceh Besar dan
Geureutee, Aceh Jaya memang memprihatinkan. Sebab, jalan itu sempit.
Bila bepergian menggunakan mobil kendaraan pribadi atau mobil empat
roda, luasnya sangat berpapasan saat mobil melaju dari timur dan barat.
Berjalan ke arah barat, jalan nasional
itu merupakan satu-satunya sarana yang bisa dilewati masyarakat
barat-selatan. Setidaknya, ada sembilan kabupaten dan kota yang
menggunakan jalan itu, seperti Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan
Raya, Simeulue, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Kota Subulussalam, dan
Aceh Singkil.
Dan, untuk delapan kabupaten utama
barat-selatan, jumlah penduduk di sana kurang lebih satu juta orang. Itu
sebabnya, masyarakat di kawasan tersebut sangat membutuhkan jalan tadi,
untuk mudah dilalui. Sebab, karena jalan sempit itulah, sering terjadi
kecelakaan.
Sebut saja, 28 Juli 2015 lalu, salah
satu mobil pribadi Avanza terjun ke jurang, Gunung Geureutee, Aceh Jaya.
Tentu, musibah itu bukanlah pertama terjadi. Sebelumnya juga ada
kejadian yang serupa.
Tak hanya itu, akibat kondisi jalan
tadi, kerinduan masyarakat barat-selatan untuk bisa naik bus umum dari
Banda Aceh menuju Barat-selatan, juga tersandera. Karena tidak ada bus
umum berbadan besar yang mau menarik trayek ke sana, kecuali dari Aceh
Barat ke Medan.
Bisa jadi, belum beroperasinya bus umum
berbadan besar dari Banda Aceh ke barat-selatan, salah satunya
penyebabnya karena jalan sempit. Selama ini, jika ada kendaraan roda
enam yang melintasi jalan, mereka harus ekstra hati-hati saat melintas.
Selain jalan terjal, juga sempit. Sehingga, butuh waktu lama untuk
melakukan perjalanan melewati jalur Paro-Geureutee.
Nah, kondisi ini sepertinya dipahami
betul Gubernur Aceh dr. H. Zaini Abdullah atau akrab disapa Abu Doto.
Karena itu, dia menebar janji untuk meraih simpati. Simak saja, dia
mengaku bahwa Pemerintah Aceh komit bangun terowongan Geureutee. Untuk
memuluskan rencana ini, Abu Doto mengaku telah beberapa kali bertemu
Presiden RI Joko Widodo untuk memastikan keberlanjutan proyek
pembangunan terowongan tersebut.
Bahkan, komitmen itu telah disampaikan
Abu Doto pada masyarakat barat-selatan Aceh, saat menghadiri acara
silaturahmi akbar bersama masyarakat Aceh Jaya di Masjid Baitussalam,
Desa Lheut, Kecamatan Jaya, Aceh Jaya, Sabtu, 2 April lalu.
Tapi, umbar janji Abu Doto itu tak bisa
diyakini anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) asal Aceh Barat,
Teuku Iskandar Daod. Menurut dia, pernyataan Abu Doto tersebut hanya
sebagai bentuk umbar janji menjelang Pilkada 2017. Itu disampaikan Teuku
Iskandar Daod melalui pesan Blackberry Messenger (BBM), Kamis malam
pekan lalu.
Teuku Iskandar Daod menilai, selain
bermuatan kampanye dini, Abu Doto mulai merasakan adanya keinginan besar
dari masyarakat pantai barat-selatan untuk melahirkan Provinsi Alabas,
sehingga dia melakukan manuver dengan menebar janji-janji. Salah satunya
terowongan Paro-Geureutee.
Pendapat Teuku Iskandar tentu sangat
beralasan, sebab selama jalan empat tahun Abu Doto memimpin Aceh, tidak
ada anggaran awal yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Aceh (APBA), terkait pembangunan jalan tadi. Sebaliknya, bila
Abu Doto menjanjikan sumber anggaran dari APBN, menurut penilaian Teuku
Iskandar Daod, Abu Doto tak mampu melakukan itu. “Dari anggarannya, APBA
atau APBN? Memang bisa Gubernur mengatur dan mencarinya? Itu hanya
janji kampanye saja,” tegas Teuku Iskandar Daod, menantang Abu Doto,
Kamis pekan lalu.
Begitupun, kata Ketua Komisi VI DPR Aceh
ini, masyarakat barat-selatan sudah biasa dibohongi, apalagi setiap
kampanye pilkada maupun pileg. Selalu ada janji-janji manis dari
kandidat atau calon. “Setelah itu, bubar dan lupa lagi,” tegas Teuku
Iskandar Daod.
Teuku Iskandar Daod memaparkan, hingga
saat ini tidak ada satu rupiah pun anggaran yang dialokasi pada APBA
2016 untuk rencana pembangunan terowongan jalan Geureutee. Jika Gubernur
Aceh serius, harusnya, kata kader Partai Demokrat asal Aceh Barat itu,
Pemerintah Aceh menyediakan minimal dana awal untuk detail engineering design (DED). Setelah ada DED, baru Pemerintah Aceh melobi Pemerintah Pusat.
“Kalau Abu Doto serius, minimal
disiapkan saja dulu perencanaan dan DED dengan dana APBA, baru fisiknya
dengan APBN. Tapi, nyatanya tidak ada juga. Karena itu, kapan jalan atau
terowongan itu terwujud?” kata Iskandar Daod.
Bahkan, kata Iskandar Daod, pembangunan
Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh yang tidak ada dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RPJP), Pemerintah Aceh. Tapi, sudah hampir satu triliun rupiah
dana APBA yang dialokasikan. Ini dimaksudkan Teuku Iskandar Daod, bukan
berarti tidak setuju dengan pembangunan masjid, namun proyek itu
terkesan suka-suka. “Sama-sama berasal dari dana APBA dan untuk
kepentingan rakyat dan umat, kenapa tidak dilakukan. Kalau Abu Doto
serius bukan hanya janji-janji kosong, semua bisa berjalan secara
bersamaan. Bisa jadi, Abu Doto lebih serius karena payung yang dipasang
barang impor,” ujarnya.
Sekedar mengulang, saat maju sebagai
Gubernur Aceh bersama Muzakir Manaf (Wakil Gubernur Aceh) pada Pilkada
2012 silam, tak sedikit janji yang pernah ditebar. Misal, keseriusan Abu
Doto menuntaskan turunan Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA). Tapi,
hingga kini belum ada bukti yang nyata, direalisaikan dr. H. Zaini
Abdullah sebagai orang nomor satu di Aceh. Ambil contoh, soal pengalihan
Badan Pertanahan Nasional (BPN) menjadi BPN Aceh. Faktanya, berbagai
pasal masih jadi persoalan, terutama pengangkatan jabatan Kepala BPN
Aceh itu sendiri. Sehingga, ada sisi penting yang terlupakan. Misal,
penguatan regulasi atau kebijakan tentang tata ulang lahan hak guna
usaha (HGU) serta perkebunan sawit yang kian merusak lingkungan.***
Sumber: modusaceh.com
loading...
Post a Comment