AMP - Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Brigadir Jenderal Rudi Sufahriadi yang juga menjadi penanggung jawab Operasi Tinombala 2016 mengakui sejauh ini keberadaan kelompok teroris Santoso belum ditemukan, meskipun upaya pengejaran dan pengepungan terus dilakukan di lokasi-lokasi yang dicurigai sebagai tempat keberadaan kelompok teroris itu. Operasi Tinombala berupaya mempersempit ruang gerak, komunikasi dan logistik kelompok itu yang bertahan di hutan pegunungan di Poso.
Upaya Aparat keamanan TNI-POLRI untuk mencari dan menangkap Santoso dan kelompoknya dalam operasi Tinombala 2016 masih terus dilakukan di wilayah Kabupaten Poso Sulawesi Tengah, meskipun sejauh ini pengejaran dan pengepungan dalam operasi yang melibatkan 3.000 personel gabungan TNI-POLRI itu belum berhasil menemukan Santoso dan kelompoknya.
Brigjen Rudi Sufahriadi, penanggung jawab Operasi Tinombala 2016 kepada VOA di Mapolres Poso (7/4) menerangkan dalam operasi itu sudah ada tanda-tanda terkait lokasi-lokasi yang dicurigai sebagai tempat keberadaan Santoso dan kelompoknya, namun sejauh ini pasukan yang dikerahkan belum menemukan langsung kelompok teroris itu.
“Sampai dengan hari ini Santoso masih kita cari dan masih kita kejar, beberapa titik memang sudah ada, tapi masih tetap belum terlihat, kita lakukan pengepungan, pengejaran, tanda-tandanya sudah ada tapi masih belum dapat. Insya Allah, inginnya sih secepatnya, tapi masih kita kejar terus,” kata Brigadir Jenderal Rudi Sufahriadi, Kapolda Sulawesi Tengah, Penanggung Jawab Operasi Tinombala 2016.
Aparat Keamanan dalam operasi Tinombala 2016 sejak 1 Maret dikosentrasikan dalam upaya pengejaran dan pengepungan kelompok Teroris Santoso di wilayah hutan pegunungan di Kecamatan Lore Tengah dan Lore Peore. Namun dalam perkembangannya satu orang yang merupakan bagian dari kelompok Santoso yang dikepung itu justru muncul di tempat lain yaitu di desa Wuasa, Kecamatan Lore Utara pada 21 Maret dan berhasil ditangkap oleh anggota TNI saat yang bersangkutan menyantap makanan yang dimintanya dari warga setempat.
Kejadian kemunculan dua orang tidak dikenal meminta makan juga terjadi di desa Tamadue, Kecamatan Lore Timur pada 25 Maret serta di desa Sangginora, Kecamatan Poso Pesisir Selatan ketika empat orang tidak dikenal yang dua diantaranya bersenjata api juga berupaya meminta makan kepada warga yang sedang berada di kebun.
Brigjen Rudi Sufahriadi mengatakan kemunculan OTK yang diduga sebagai anggota kelompok Santoso di berbagai lokasi itu masih berada di dalam wilayah pelaksanaan Operasi Tinombala 2016. Meskipun demikian, laporan mengenai kemunculan orang tidak dikenal di sejumlah tempat yang diduga sebagai anggota kelompok Santoso yang terdesak dan kelaparan itu akan membuat pihaknya melakukan perubahan strategi dalam operasi Tinombala 2016.
“Begini, betul warga menemukan beberapa OTK yang berada di wilayahnya. Kita tetap melakukan pengejaran, tapi dia masih di dalam tempat yang kami awasi. Karena tempatnya cukup luas dan dia masih berada di dalam situ, kita lakukan perubahan strategi. Kalau itu sudah teknis, saya tidak boleh sampaikan kepada media, supaya nanti simpatisan yang ada di bawah tidak tahu dia ada di mana,” lanjut Brigadir Jenderal Rudi Sufahriadi.
Brigadir Jenderal Rudi Sufahriadi mengakui kelompok Santoso bergerak di wilayah hutan pegunungan yang luas di tujuh wilayah kecamatan di Kabupaten Poso dan 1 Kecamatan di Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah. Operasi Tinombala yang melibatkan 3000 personel gabungan TNI-POLRI berupaya mempersempit ruang gerak, komunikasi dan logistik kelompok Santoso.
Operasi Tinombala 2016 yang dimulai sejak 10 Januari telah menewaskan 10 orang dan menangkap dua lainnya yang merupakan anggota kelompok Santoso. Masih ada 31 lagi dari kelompok itu yang masih diburu oleh aparat keamanan dalam operasi itu.
Meskipun demikian, korban juga jatuh di pihak aparat keamanan TNI-POLRI di mana sejak operasi Tinombala 2016 itu digelar tercatat satu anggota Brimob tewas tertembak, seorang lagi anggota Brimob meninggal karena sakit di hutan, dan 13 anggota TNI gugur dalam kecelakaan helikopter yang jatuh di Kasiguncu, Kecamatan Poso Pesisir Utara pada 20 Maret 2016 silam. [VOAIndonesia.com]
Upaya Aparat keamanan TNI-POLRI untuk mencari dan menangkap Santoso dan kelompoknya dalam operasi Tinombala 2016 masih terus dilakukan di wilayah Kabupaten Poso Sulawesi Tengah, meskipun sejauh ini pengejaran dan pengepungan dalam operasi yang melibatkan 3.000 personel gabungan TNI-POLRI itu belum berhasil menemukan Santoso dan kelompoknya.
Brigjen Rudi Sufahriadi, penanggung jawab Operasi Tinombala 2016 kepada VOA di Mapolres Poso (7/4) menerangkan dalam operasi itu sudah ada tanda-tanda terkait lokasi-lokasi yang dicurigai sebagai tempat keberadaan Santoso dan kelompoknya, namun sejauh ini pasukan yang dikerahkan belum menemukan langsung kelompok teroris itu.
“Sampai dengan hari ini Santoso masih kita cari dan masih kita kejar, beberapa titik memang sudah ada, tapi masih tetap belum terlihat, kita lakukan pengepungan, pengejaran, tanda-tandanya sudah ada tapi masih belum dapat. Insya Allah, inginnya sih secepatnya, tapi masih kita kejar terus,” kata Brigadir Jenderal Rudi Sufahriadi, Kapolda Sulawesi Tengah, Penanggung Jawab Operasi Tinombala 2016.
Aparat Keamanan dalam operasi Tinombala 2016 sejak 1 Maret dikosentrasikan dalam upaya pengejaran dan pengepungan kelompok Teroris Santoso di wilayah hutan pegunungan di Kecamatan Lore Tengah dan Lore Peore. Namun dalam perkembangannya satu orang yang merupakan bagian dari kelompok Santoso yang dikepung itu justru muncul di tempat lain yaitu di desa Wuasa, Kecamatan Lore Utara pada 21 Maret dan berhasil ditangkap oleh anggota TNI saat yang bersangkutan menyantap makanan yang dimintanya dari warga setempat.
Kejadian kemunculan dua orang tidak dikenal meminta makan juga terjadi di desa Tamadue, Kecamatan Lore Timur pada 25 Maret serta di desa Sangginora, Kecamatan Poso Pesisir Selatan ketika empat orang tidak dikenal yang dua diantaranya bersenjata api juga berupaya meminta makan kepada warga yang sedang berada di kebun.
Brigjen Rudi Sufahriadi mengatakan kemunculan OTK yang diduga sebagai anggota kelompok Santoso di berbagai lokasi itu masih berada di dalam wilayah pelaksanaan Operasi Tinombala 2016. Meskipun demikian, laporan mengenai kemunculan orang tidak dikenal di sejumlah tempat yang diduga sebagai anggota kelompok Santoso yang terdesak dan kelaparan itu akan membuat pihaknya melakukan perubahan strategi dalam operasi Tinombala 2016.
“Begini, betul warga menemukan beberapa OTK yang berada di wilayahnya. Kita tetap melakukan pengejaran, tapi dia masih di dalam tempat yang kami awasi. Karena tempatnya cukup luas dan dia masih berada di dalam situ, kita lakukan perubahan strategi. Kalau itu sudah teknis, saya tidak boleh sampaikan kepada media, supaya nanti simpatisan yang ada di bawah tidak tahu dia ada di mana,” lanjut Brigadir Jenderal Rudi Sufahriadi.
Brigadir Jenderal Rudi Sufahriadi mengakui kelompok Santoso bergerak di wilayah hutan pegunungan yang luas di tujuh wilayah kecamatan di Kabupaten Poso dan 1 Kecamatan di Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah. Operasi Tinombala yang melibatkan 3000 personel gabungan TNI-POLRI berupaya mempersempit ruang gerak, komunikasi dan logistik kelompok Santoso.
Operasi Tinombala 2016 yang dimulai sejak 10 Januari telah menewaskan 10 orang dan menangkap dua lainnya yang merupakan anggota kelompok Santoso. Masih ada 31 lagi dari kelompok itu yang masih diburu oleh aparat keamanan dalam operasi itu.
Meskipun demikian, korban juga jatuh di pihak aparat keamanan TNI-POLRI di mana sejak operasi Tinombala 2016 itu digelar tercatat satu anggota Brimob tewas tertembak, seorang lagi anggota Brimob meninggal karena sakit di hutan, dan 13 anggota TNI gugur dalam kecelakaan helikopter yang jatuh di Kasiguncu, Kecamatan Poso Pesisir Utara pada 20 Maret 2016 silam. [VOAIndonesia.com]
loading...
Post a Comment