Halloween Costume ideas 2015
loading...

Aceh Darurat Tambang, Rakyat Kecil Diperalat Pemodal

AMP - Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GeRAK) Aceh dalam rilisnya beberapa waktu lalu menyebutkan Aceh telah memasuki tahap darurat tambang. Korban penambangan ilegal terus berjatuhan, mungkin tidak lagi dalam hitungan puluhan tetapi sudah mencapai angka ratusan masyarakat yang melakukan aktivitas penambangan ilegal kehilangan nyawa di lokasi tambang.

Begitu juga dengan pendapatan daerah, mungkin apabila pertambangan tersebut di legalkan, sudah ratusan milyar uang hasil usaha pertambangan masuk ke kas negara yang dapat dipergunakan untuk berbagai tujuan pembangunan di daerah.

Di sisi lain, berbicara soal dampak lingkungan, jelas-jelas aktivitas pertambangan ilegal ini akan membawa kerusakan lingkungan parah dan berdampak jangka panjang bagi keseimbangan alam dan keberlangsungan hidup masyarakat.

“Tiga alasan di atas jelas menunjukkan bahwa Aceh memasuki era darurat tambang,” ujar Muliyadi, Manager Program GeRAK Aceh.

Hanya Kedok

GeRAK Aceh juga menemukan fakta, dalam aktivitas pertambangan ilegal yang mengatasnamakan rakyat, juga ikut menggunakan merkuri dan bahan berbahaya lainnya. Juga perambahan kawasan lindung dan kawasan konservasi secara tidak terkendali. Di sisi lain, pengelolaan limbah juga tidak dilakukan sama sekali. .

Praktek pertambangan ilegal yang berdalih sebagai pertambangan rakyat tentunya tidak dapat dibenarkan. Alasan sebagai pertambangan rakyat hanyalah kedok belaka. Padahal sudah menjadi rahasia umum, bahwa usaha pertambangan ilegal yang berlaku sekarang telah melibatkan modal besar.

“Sebagai contoh kasus di Kabupaten Aceh Barat dan  Nagan Raya, ratusan alat berat beroperasi melakukan penambangan di lokasi tambang ilegal. Begitu juga penambangan yang dilakukan dengan penggalian lubang-lubang tambang, ratusan juta harus dikeluarkan oleh pemiliki lubang sebagai biaya operasional penambangan,” terang Muliyadi.

Dia menyebutkan, secara logika  rakyat biasa tidak mungkin mampu menyediakan alat-alat berat ke lokasi tambang. Sehingga sudah patut dicurigai ada para pemodal besar yang membekengi aktivitas pertambangan ini. Turut pula   didukung oleh oknum-oknum dalam lingkaran kekuasaan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya secara tidak sah dari kekayaan alam negara.

“Bila membandingkan hasil usaha yang diperoleh antara masyarakat pekerja penambangan yang jauh lebih rendah dengan hasil yang diperoleh pemilik modal maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa masyarakat penambang adalah korban dari ekploitasi usaha pertambangan ilegal ini,” terangnya.

Melihat berbagai fakta dan pertimbangan besarnya ancaman dampak negatif yang ditimbulkan pada masa depan Aceh, sudah seharusnya Pemerintah Aceh turun tangan untuk menertibkan usaha pertambangan ilegal ini. Apalagi Pemda Aceh memiliki kewenangan dan wajib hukumnya melakukan pengelolaan pertambangan di daerahnya sesuai dengan kaidah-kaidah pengelolaan pertambangan yang baik.

Tetapi ironisnya, selama ini tidak mendapat perhatian serius Pemerintah Aceh beserta aparat penegak hukumnya.Buktinya sampai saat ini aktivitas pertambangan di berbagai daerah masih berjalan mulus tanpa halangan. Sehingga tidak salah bila publik menilai Pemerintah Aceh dan aparat berwenang lainnya secara tidak langsung telah “melegalkan” usaha pertambangan ilegal ini.

“Padahal sudah sangat jelas melakukan kegiatan usaha penambangan tanpa izin merupakan tindak pidana. Pada Pasal 158 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara disebutkan, bahwa “Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dipidana dengan pidana penjara paling lama 10  tahun dan denda paling banyak Rp. 10 Milyar,” imbuhnya. [acehtrend.co]
loading...

Post a Comment

loading...

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget