AMP - Coba simak salah satu kalimat yang dikeluarkan oleh saudara kita
tokoh-tokoh pejuang Alabas, "Alabas bukan berpisah dari Aceh tapi hanya
mekar saja".
Seperti itulah kalimat yang kini sering dipakai oleh tokoh-tokoh pejuang Alabas, bisa dikategorikan sekedar basa-basi dan tidak relevan, kalimat itu terucap hanya untuk membius rakyat dan pejabat Aceh yang berada di induk. Lalu mungkinkah perpecahan akan terjadi?
Secara hakikat segalanya tiada yang tidak mungkin terjadi, tapi secara adat hal tersebut sangat berlawanan dengan aturan-aturan hukum yang berlaku.
Tuntutan pemekaran Alabas (Aceh Lauser Antara dan Barat Selatan) dari provinsi induknya (Aceh), kini kembali mencuat akan memanas di Aceh. Kemungkinan sengaja atau tidak dihembuskannya isu ini lumrah menjelang pilkada 2017 nanti.
Keinginan pemekaran oleh sebagian tokoh selalu saja dilatar-belakangi oleh alasan-alasan ketidak-adilan dan ketimpangan pembangunan yang dirasakan penduduk di wilayah tersebut. Namun keinginan membelah Aceh tersebut harus pula disikapi secara bijak dan baik. Coba ingatkah kita akan sejarah pembentukan negeri Aceh dari masa ke masa? Maka kita jangan mudah sejarah masa lalu yang telah ditempuh dengan penuh pengorbanan darah dan air mata.
Seperti itulah kalimat yang kini sering dipakai oleh tokoh-tokoh pejuang Alabas, bisa dikategorikan sekedar basa-basi dan tidak relevan, kalimat itu terucap hanya untuk membius rakyat dan pejabat Aceh yang berada di induk. Lalu mungkinkah perpecahan akan terjadi?
Secara hakikat segalanya tiada yang tidak mungkin terjadi, tapi secara adat hal tersebut sangat berlawanan dengan aturan-aturan hukum yang berlaku.
Tuntutan pemekaran Alabas (Aceh Lauser Antara dan Barat Selatan) dari provinsi induknya (Aceh), kini kembali mencuat akan memanas di Aceh. Kemungkinan sengaja atau tidak dihembuskannya isu ini lumrah menjelang pilkada 2017 nanti.
Keinginan pemekaran oleh sebagian tokoh selalu saja dilatar-belakangi oleh alasan-alasan ketidak-adilan dan ketimpangan pembangunan yang dirasakan penduduk di wilayah tersebut. Namun keinginan membelah Aceh tersebut harus pula disikapi secara bijak dan baik. Coba ingatkah kita akan sejarah pembentukan negeri Aceh dari masa ke masa? Maka kita jangan mudah sejarah masa lalu yang telah ditempuh dengan penuh pengorbanan darah dan air mata.
Sejenak mengingat dahulu NKRI telah memecahbelahkan Aceh, terbentuknya provinsi Aceh diiringi dengan konflik puluhan tahun yang lalu juga salah satunya merupakan hasil dari pemekaran wilayah Aceh dari NKRI karena alasan yang sama. Dan sejarah pembentukan provinsi di Indonesia pun sudah berulang kali terjadi perubahan peta dan batas wilayahnya.
Maaf kepada saudara-saudara yang pro pemekaran Aceh, jika tulisan ini berbicara begini bukan bermaksud penulis tidak suka dengan kemauan saudara-saudara, namun penulis hanya mengungkapkan bahwa jika kemauan pejuang Alabas dipaksakan itu berarti Aceh kelak terancam konflik baru lagi.
Padahal negeri kita Aceh ini belum lagi merasakan kedamaian seutuhnya karena kemarin baru saja berakhir konflik RI-GAM, tapi kini dengan adanya pemekaran /pemisahan atau pecah-belah Aceh maka otomatis akan terjadi konflik horizontal yang menghancukan semua persaudaraan kita yang telah terjalin. Konsekwensi dari pemecahan tersebut alamat aturan hukum yang telah diatur akan saling berbenturan maka itu akan mengancam konflik yang lebih serius lagi kedepan mengingat kelompok GAM yang telah mengharga-matikan masalah tersebut.
Mengapa bisa demikian?
Kita perlu mengulang kaji kembali, untuk diketahui saja Aceh telah terikat kuat oleh undang-undang yang diatur dalam UUPA antara GAM dan RI. Di dalam aturan tersebut jelas telah termaktub bahwa perbatasan Aceh (selaku induk) adalah sesuai MoU Helsinki poin 1.1.4. menyatakan bahwa Perbatasan Aceh merujuk pada perbatasan 1 Juli 1956.
Isi pokok dari UUPA, yang terdiri dari 40 Bab, dengan 273 pasal, antaraa lain :
"Pembagian Daerah Aceh dan Kawasan Khusus, terdiri atas 4 pasal (pasal 2-pasal 5). Dalam pasal 3, ditegaskan tentang batas-batas daerah Aceh, yakni: sebelah utara dengan Selat Malaka, sebelah selatan dengan Provinsi Sumut, sebelah timur dengan Selat Malaka, dan sebelah barat dengan Samudera Indonesia".
Kemudian untuk kewenangan Pemerintahan Aceh dan kabupaten /kota, terdiri atas 4 pasal, yakni pasal 7-pasal 10. Dalam pasal 8 ditegaskan antara lain bahwa :
- Rencana persetujuan internasional yang berkaitan dengan Pemerintahan Aceh yang dibuat oleh pemerintah pusat,
- Rencana pembentukan UU oleh DPRRI yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh,
- Keduanya dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan DPR Aceh.
- Kebijakan administratif yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh yang akan dibuat oleh pemerintah pusat.
- Dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan gubernur.
Maka, mengutip seperti perkataan Fadli Zon di harian Serambi Indonesia edisi 18 Februari 2016, saat ini solusi altenatif lain fokuskan dahulu kesejahteraan masing-masing daerah, atau bisa juga mekarkan ke kabupaten / kota dan bukan ke provinsi.
Ingat rakyat Aceh saat ini memerlukan pemimpin yang adli, bukan malah memerlukan (mencari masalah) provinsi baru dan tentu itu tidak akan memsejahterakan rakyat secara keseluruhan jika pemimpinnya tidak berkualitas bagus dan adil.
Demikan, semoga buat saudara-saudara yang pro Alabas mengerti dengan tulisan ini.
Penulis : Oleh : Yanda Mahyalil Aceh
Dikutip: mudhiatulfata.blogspot.com
loading...
Post a Comment