Halloween Costume ideas 2015
loading...

Perjuangan Suku Kelana Laut Thailand Demi Menuntut Hak dan Keadilan

AMP - Digusur rupanya bukan hanya dialami oleh masyarakat yang tinggal di darat, tetapi mereka yang tinggal di laut juga bisa tergusur. Inilah yang dialami oleh masyarakat suku laut atau masyarakat Thailand menyebutnya “Chao Lay”. Saat ini, mereka mendesak pemerintah Negara Gajah Putih itu untuk turun tangan menyelesaikan sengketa akses menuju kuil leluhur mereka yang kini telah diambil alih oleh sebuah perusahaan pengembang.

Sengketa ini semakin memburuk, dimana pada akhir Januari lalu perebutan wilayah berujung pada aksi kekerasan. Puluhan orang dilaporkan mengalami luka-luka. Situasi ini membuat banyak pihak prihatin.

Masyarakat Thailand mengenal Chao Lay bukan orang laut biasa. Mereka memiliki pengetahuan dan sangat faham soal seluk-beluk laut. Pada 2004 silam ketika bencana tsunami terjadi, sebagian besar dari masyarakat laut ini berhasil menyelamatkan diri. Padahal air laut yang menggulung-gulung dahsyatnya itu menewaskan lebih dari 250 ribu orang.

Chao Lay umumnya tinggal di wilayah perairan Thailand dan Myanmar. Masalah muncul ketika Baron World Trade Ltd, perusahaan pengembang, membangun properti di kepulauan Phuket, sebuah wilayah yang ramai dikunjungi wisatawan mancanegara dan domestik. Phuket terletak sekitar 840 kilometer dari selatan Ibu Kota Bangkok, Thailand.

Baron World Trade Ltd berkeras mereka menguasai wilayah tersebut. Namun mereka menolak memberikan keterangan lebih banyak.  

Agar perkara ini tidak terus-menerus menggantung, perwakilan Chao Lay atau yang disebut Moken dan Urak Lawoi, bertolak ke Bangkok. Disana, mereka mendesak Kementerian Kehakiman agar melakukan investigasi atas aksi penyerangan pada bulan lalu dan tentu saja mencari jalan keluar dari sengketa akses menuju kuil leluhur mereka. Ironis, Moken dan Urak Lawoi harus pulang tangan hampa karena Kementerian Kehakiman memilih bergeming.
“Mereka (Chao Lay) ingin pemerintah memperhatikan hak-hak mereka dan mempercepat jalan keluar atas kasus ini. Lihat kedholiman yang mereka alami,” kata Preeda Kongpaen dari Chumchon Thai Foundation, Kamis (11/2), LSM yang memperjuangkan hak kepemilikan tanah bagi masyarakat adat yang merupakan penduduk asli Thailand.

Status “Stateless”
Ucapan Preeda itu bukan gertak sambal. Dalam laporan lembaga HAM, Human Rights Watch, pada 2015 lalu Chao Lay sangat rentan terhadap menjadi korban pemerasan dan penyalahgunaan lainnya oleh otoritas berwenang. Hal itu terjadi lantaran para Chao Lay  adalah kelompok nelayan kelana yang hidupnya berpindah-pindah sehingga membuat sebagian besar dari mereka berstatus stateless (tidak punya kewarganegaraan).  

“Meskipun bukti-bukti sudah jelas, termasuk kliping berita dan laporan saksi mata, nyatanya tidak ada kemajuan yang dibuat oleh kepolisian Thailand. Aparat kepolisian masih belum bisa mengidentifikasi siapa yang telah menyerang Chao Lay Januari lalu,” kata Sunai Phasuk, peneliti Human Rights Watch di Thailand.

Tak terima dengan tudingan Sunai, Noppadon Thiraprawat, pengawas dari pos polisi Chalong, memastikan pihaknya telah menahan enam orang yang diduga melakukan penyerangan pada Chao Lay. Sampai sekarang, pihaknya masih menjalankan proses investigasi dan meyakinkan akan mengatasi masalah ini.(koranjakarta)
loading...

Post a Comment

loading...

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget