AMP - Tuntutan ALABAS untuk memecah belahkan Provinsi Aceh mungkin saja karena ketikadilan para penguasa yang sekarang duduk di bangku kekuasaan.
21 janji ZIKIR sampai sekarang jadi bumerang bagi rakyat, bahkan menjadi isu penipuan publik yang dilakukan Partai Aceh pada tahun 2012 yang lalu.
Dikutip dari portalsatu.com Tuntutan pemekaran Provinsi Aceh yang disuarakan para pihak selama ini dinilai bakal mengganggu perdamaian Aceh. Pasalnya dalam perjanjian damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan pihak Republik Indonesia menyebutkan tapal batas Aceh merujuk pada perjanjian 1 Juli 1956.
Mengenai tuntutan pemekaran yang kembali dihembuskan para pihak dari poros tengah dan pantai barat selatan Aceh ini, Ketua Komite Peralihan Aceh/Partai Aceh (KPA/PA), H Muzakir Manaf berharap kondisi Aceh tetap aman dan damai. "Saya harap tidak terjadi gangguan, hanya saja sekedar mengingatkan, jangan sekali-kali membangunkan harimau tidur," ujar pria yang akrab disapa Mualem ini kepada portalsatu.com, Minggu, 14 Februari 2016.
Menurutnya, KPA/PA tetap konsisten merujuk kepada Mou Helsinki dan UUPA. Mualem juga berharap para pihak tidak melakukan manuver yang dapat mengganggu perdamaian Aceh.
"Kita tak ingin menodai atau ingkar tapi kita lihat saja nanti. Apa yang akan dilakukan untuk Aceh, yang jelas jangan mencoba-coba atau berandai-andai tentang Aceh (karena) akan sangat beresiko tinggi," katanya.
Sebagai pimpinan partai yang intens memperjuangkan implementasi MoU Helsinki dan UUPA, Mualem juga mengajak semua pihak untuk fokus membangun Aceh bersama-sama. Seluruh rakyat Aceh juga diminta bersatu merealisasikan apa yang telah diperjuangkan dalam MoU Helsinki, termasuk seluruh kewenangannya yang diatur dalam UUPA agar direalisasikan sepenuhnya oleh Jakarta.
"Nyan yang kana cok bek yang golomna gabuk," kata Mualem.
Sementara terkait tudingan kurangnya perhatian Pemerintah Aceh untuk pantai barat selatan dan tengah Aceh, Mualem mengatakan ini hanya persoalan kepuasan saja. Sebagai partai yang mendominasi parlemen, kata Mualem, PA tetap memerhatikan seluruh daerah yang ada di Aceh.
"Tapi butuh waktu dan kesabaran. Pembangunan itukan terus berkelanjutan, tentu saja berdasarkan segala pertimbangan. Dengan skala prioritas didahulukan. Kita sedang mengkaji langkah-langkah alternatif untuk percepatan pembangunan tengah tenggara dan barat selatan, strateginya penguatan di sektor hulu ke hilir," katanya.
Dia juga menyikapi daerah-daerah yang masih kental menerapkan sistem feodal dalam pelaksanaan pemerintahan. Salah satunya seperti memilih pejabat daerah berdasarkan strata sosial seperti masa kerajaan yang dinilai masih dilaksanakan di pesisir barat dan selatan Aceh. Kekuasaan-kekuasaan berdasarkan kasta ini dinilai turut berdampak pada strategi pembangunan apalagi jika eksekutif dan legislatif dipimpin oleh satu keluarga.
"Mungken tingat jameun keurajaan jadi tuwe kadang, peuingat siat. Sistem pemilu di negeri ini demokrasi, sepenuhnya kedaulatan rakyat, jadi yang pilih rakyat juga. Makanya perlu penyadaran politik bagi rakyat untuk kemajuan daerah ke depan," ujar Mualem.
Mantan Panglima GAM ini juga menyebutkan sudah menyiapkan program strategis berdasarkan kajian terkini dengan melibatkan berbagai unsur, sesuai kearifan lokal jika memang nantinya berhasil menjabat sebagai Gubernur Aceh periode 2017-2022. Salah satunya adalah mencari solusi dari persoalan ekonomi kemiskinan, lapangan kerja (pengangguran), ketimpangan pembangunan di daerah. Menurutnya untuk mewujudkan hal itu memerlukan konsolidasi program Pemerintah Aceh dengan lintas kabupaten kota secara terintegrasi, fokus dan menyinergisitaskan potensi yang ada untuk kepentingan publik.
"Secara keseluruhan rakyat butuh dompet meuasoe, pruet beutroe, malam nahoe woe," katanya.
Dia juga menilai adanya upaya-upaya pihak tertentu mempengaruhi keputusan Mualem untuk menentukan calon Wakil GubernurAceh di Pilkada 2017 dengan mendorong isu pemekaran ALA-Abas.
"Ka beh ta teupu hawa nyan, man cara macam bagoe. Bagi saya berulang kali saya tegaskan, jabatan gubernur bukan segala-galanya tapi mengawal kepentingan Aceh itu yang utama. Siapapun yang berkeinginan jadi gubernur dan wakil silakan maju dengan terhormat, jalan terbuka lebar. Daripada buat isu-isu yang tidak menguntungkan Aceh ke depan apalagi sensasi murahan," katanya.[portalsatu/amp]
Mengenai tuntutan pemekaran yang kembali dihembuskan para pihak dari poros tengah dan pantai barat selatan Aceh ini, Ketua Komite Peralihan Aceh/Partai Aceh (KPA/PA), H Muzakir Manaf berharap kondisi Aceh tetap aman dan damai. "Saya harap tidak terjadi gangguan, hanya saja sekedar mengingatkan, jangan sekali-kali membangunkan harimau tidur," ujar pria yang akrab disapa Mualem ini kepada portalsatu.com, Minggu, 14 Februari 2016.
Menurutnya, KPA/PA tetap konsisten merujuk kepada Mou Helsinki dan UUPA. Mualem juga berharap para pihak tidak melakukan manuver yang dapat mengganggu perdamaian Aceh.
"Kita tak ingin menodai atau ingkar tapi kita lihat saja nanti. Apa yang akan dilakukan untuk Aceh, yang jelas jangan mencoba-coba atau berandai-andai tentang Aceh (karena) akan sangat beresiko tinggi," katanya.
Sebagai pimpinan partai yang intens memperjuangkan implementasi MoU Helsinki dan UUPA, Mualem juga mengajak semua pihak untuk fokus membangun Aceh bersama-sama. Seluruh rakyat Aceh juga diminta bersatu merealisasikan apa yang telah diperjuangkan dalam MoU Helsinki, termasuk seluruh kewenangannya yang diatur dalam UUPA agar direalisasikan sepenuhnya oleh Jakarta.
"Nyan yang kana cok bek yang golomna gabuk," kata Mualem.
Sementara terkait tudingan kurangnya perhatian Pemerintah Aceh untuk pantai barat selatan dan tengah Aceh, Mualem mengatakan ini hanya persoalan kepuasan saja. Sebagai partai yang mendominasi parlemen, kata Mualem, PA tetap memerhatikan seluruh daerah yang ada di Aceh.
"Tapi butuh waktu dan kesabaran. Pembangunan itukan terus berkelanjutan, tentu saja berdasarkan segala pertimbangan. Dengan skala prioritas didahulukan. Kita sedang mengkaji langkah-langkah alternatif untuk percepatan pembangunan tengah tenggara dan barat selatan, strateginya penguatan di sektor hulu ke hilir," katanya.
Dia juga menyikapi daerah-daerah yang masih kental menerapkan sistem feodal dalam pelaksanaan pemerintahan. Salah satunya seperti memilih pejabat daerah berdasarkan strata sosial seperti masa kerajaan yang dinilai masih dilaksanakan di pesisir barat dan selatan Aceh. Kekuasaan-kekuasaan berdasarkan kasta ini dinilai turut berdampak pada strategi pembangunan apalagi jika eksekutif dan legislatif dipimpin oleh satu keluarga.
"Mungken tingat jameun keurajaan jadi tuwe kadang, peuingat siat. Sistem pemilu di negeri ini demokrasi, sepenuhnya kedaulatan rakyat, jadi yang pilih rakyat juga. Makanya perlu penyadaran politik bagi rakyat untuk kemajuan daerah ke depan," ujar Mualem.
Mantan Panglima GAM ini juga menyebutkan sudah menyiapkan program strategis berdasarkan kajian terkini dengan melibatkan berbagai unsur, sesuai kearifan lokal jika memang nantinya berhasil menjabat sebagai Gubernur Aceh periode 2017-2022. Salah satunya adalah mencari solusi dari persoalan ekonomi kemiskinan, lapangan kerja (pengangguran), ketimpangan pembangunan di daerah. Menurutnya untuk mewujudkan hal itu memerlukan konsolidasi program Pemerintah Aceh dengan lintas kabupaten kota secara terintegrasi, fokus dan menyinergisitaskan potensi yang ada untuk kepentingan publik.
"Secara keseluruhan rakyat butuh dompet meuasoe, pruet beutroe, malam nahoe woe," katanya.
Dia juga menilai adanya upaya-upaya pihak tertentu mempengaruhi keputusan Mualem untuk menentukan calon Wakil GubernurAceh di Pilkada 2017 dengan mendorong isu pemekaran ALA-Abas.
"Ka beh ta teupu hawa nyan, man cara macam bagoe. Bagi saya berulang kali saya tegaskan, jabatan gubernur bukan segala-galanya tapi mengawal kepentingan Aceh itu yang utama. Siapapun yang berkeinginan jadi gubernur dan wakil silakan maju dengan terhormat, jalan terbuka lebar. Daripada buat isu-isu yang tidak menguntungkan Aceh ke depan apalagi sensasi murahan," katanya.[portalsatu/amp]
loading...
Post a Comment