AMP - Pemerintah Aceh dalam Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) 2016 menganggarkan dana kunjungan kerja ke luar negeri mencapai Rp 17,5 miliar. Dana sebesar itu diperuntuhkan untuk perjalanan dinas Gubernur, Wakil Gubernur, Sekretaris Daerah beserta Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh.
Kepala Divisi Kebijakan Publik Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh, Fernan mengatakan, dan itu dititipkan di Sekretaris Dewan Rp 9,2 miliar dan Sekretariat Daerah sebesar Rp 8,3 miliar dengan total keseluruhan Rp 17,5 miliar.
"Ini keterlaluan. Kami mendesak Gubernur Aceh segera menghapus alokasi anggaran untuk kunjungan keluar negeri, gubernur harus berani mengambil kebijakan tegas," kata Fernan kepada AJNN, Jumat (26/2).
Fernan mengaku, Aceh berada dalam kondisi darurat anggaran, Gubernur Aceh harus mengambil langkah tegas untuk menghapus alokasi anggaran kunjungan kerja ke luar negeri.
"Hal itu sesuai dengan aturan yang sudah ada, baik itu intruksi Presiden Nomor 11 tahun 2005 dihitung pertama dan kedua dijabarkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 tahun 2011 pasal 2 ayat 3 dan 4 tentang pedoman pelaksanaan perjalanan dinas keluar negeri," jelasnya.
Dari sisi lain, kata Fernan, dalam peraturan itu juga disebutkan bahwa pada pasal 14 menegaskan keberangkatan keluar negeri itu tidak melibatkan rombongan lebih dari 5 orang.
"Ketentuan jelas diatur, tetapi lagi-lagi alokasi anggaran untuk keluar negeri tersebut masih dilakukan dalam anggaran 2016," ujar Fernan.
Menurutnya, anggaran yang besar itu lebih berguna jika di alokasikan untuk kepentingan publik yang lain, seperti pembangunan rumah duafa dimana hanya dianggarkan Rp 100 juta.
"Jika dana keluar negeri dialihkan untuk pembangunan rumah duafa, maka dana tersebut bisa membangun sebanyak 175 rumah duafa di seluruh pelosak Aceh," ujarnya.
Dirinya menyarankan kepada gubernur harus selektif melihat urgensi atas undangan yang diterima. Tapi jika terlalu banyak menghabiskan anggaran Aceh lebih baik dana itu dihapuskan saja.[AJNN]
Kepala Divisi Kebijakan Publik Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh, Fernan mengatakan, dan itu dititipkan di Sekretaris Dewan Rp 9,2 miliar dan Sekretariat Daerah sebesar Rp 8,3 miliar dengan total keseluruhan Rp 17,5 miliar.
"Ini keterlaluan. Kami mendesak Gubernur Aceh segera menghapus alokasi anggaran untuk kunjungan keluar negeri, gubernur harus berani mengambil kebijakan tegas," kata Fernan kepada AJNN, Jumat (26/2).
Fernan mengaku, Aceh berada dalam kondisi darurat anggaran, Gubernur Aceh harus mengambil langkah tegas untuk menghapus alokasi anggaran kunjungan kerja ke luar negeri.
"Hal itu sesuai dengan aturan yang sudah ada, baik itu intruksi Presiden Nomor 11 tahun 2005 dihitung pertama dan kedua dijabarkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 tahun 2011 pasal 2 ayat 3 dan 4 tentang pedoman pelaksanaan perjalanan dinas keluar negeri," jelasnya.
Dari sisi lain, kata Fernan, dalam peraturan itu juga disebutkan bahwa pada pasal 14 menegaskan keberangkatan keluar negeri itu tidak melibatkan rombongan lebih dari 5 orang.
"Ketentuan jelas diatur, tetapi lagi-lagi alokasi anggaran untuk keluar negeri tersebut masih dilakukan dalam anggaran 2016," ujar Fernan.
Menurutnya, anggaran yang besar itu lebih berguna jika di alokasikan untuk kepentingan publik yang lain, seperti pembangunan rumah duafa dimana hanya dianggarkan Rp 100 juta.
"Jika dana keluar negeri dialihkan untuk pembangunan rumah duafa, maka dana tersebut bisa membangun sebanyak 175 rumah duafa di seluruh pelosak Aceh," ujarnya.
Dirinya menyarankan kepada gubernur harus selektif melihat urgensi atas undangan yang diterima. Tapi jika terlalu banyak menghabiskan anggaran Aceh lebih baik dana itu dihapuskan saja.[AJNN]
loading...
Post a Comment