AMP - Tokoh masyarakat adat atau Imum Mukim se-Kabupaten Aceh Utara yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Aceh Utara Melindungi Hutan Lindung Aceh Utara bersama LSM Selamatkan Isi Alam dan Flora-Fauna (SILFA) Aceh mendesak Pemerintah Aceh untuk segera mencabut izin IUPHHK-HT PT Mandum Payah Tamita (MPT) yang beroperasi dikawasan hutan Bate Ule Desa Cot Girek, Kecamatan Cot Girek, Kabupaten Aceh Utara.
Direktur Eksekutif SILFA Aceh, Irsadi Aristora saat dikonfirmasi Waspada Online menyebutkan, pihaknya telah menyurati Gubernur Aceh dan kini sedang masih menunggu hasil dari surat tersebut.
Menurut dia, Bupati Aceh Utara, H. Muhammad Thaib juga menyurati Gubernur Aceh dengan perihal yang sama.
“Sampai dengan hari ini kami masih menunggu hasil dari surat petisi yang kami kirimkan ke Gubernur Aceh untuk mencabut izin IUPHHK-HT PT. MPT. Petisi itu ditandatangani masyarakat dari Sembilan Kecamatan di Aceh Utara,” jelas Irsadi, Minggu (21/2).
Petisi yang ajukan kepada Geburnur Aceh masing-masing ditandatangani oleh Ketua Serikat Mukim Aceh Utara, Para Mukim se- Aceh Utara, masyarakat penerima dampak banjir, tokoh masyarakat Aceh Utara dan LSM pendukung Gerakan Rakyat Aceh Utara Melindungi Hutan Lindung Aceh Utara. Jika tak ada respon apapun, Irsadi menyebut akan menemui langsung Gubernur Aceh di Banda Aceh.
“Kami akan terus berupaya mendesak Gubernur Aceh, jika tidak ada respon apapun maka kami bersama masyarakat Aceh Utara akan menemui langsung Gubernur Aceh untuk segera mencabut izin perusahaan itu. Kami sangat berharap Gubernur Aceh merespon surat petisi kami,” ujar Irsadi.
Aktivitas PT. MPT yang berlokasi di Desa Bate Ule menurut Irsadi sangat berdampak buruk terhadap lingkungan. Jika kegiatan ini tidak dihentikan, pihaknya khawatir akan intensitas banjir yang meningkat di Aceh Utara.
PT MPT menurutnya lagi memiliki izin konsesi HTI yang diberikan Pemerintah Aceh seluas 8.015 hektare.
Perusahaan itu berlokasi di wilayah Kecamatan Cot Girek dan Langkahan, Aceh Utara, dan berada di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Keureto dan Krueng Jambo Aye.
Hasil penelusuran SiLFA, kata Irsadi, diketahui izin konsesi nomor 522/052/2003 yang dikantongi perusahan itu, dikeluarkan oleh Pemerintah Aceh pada 23 Desember 2003 dan berlaku hingga 23 Desember 2053.
“Kalau IUPHHK-HTI PTMandum Payah Tamita mengajukan hampir 5.000 hektare lahannya sebagai kebun sawit, berarti Dishut Aceh salah besar dalam menerbitkan izin IUPHHK-HTI. Padahal, kawasan yang diajukan hutan produksi kenapa diberikan izin penanaman sawit,” jelasnya.(WOL)
Direktur Eksekutif SILFA Aceh, Irsadi Aristora saat dikonfirmasi Waspada Online menyebutkan, pihaknya telah menyurati Gubernur Aceh dan kini sedang masih menunggu hasil dari surat tersebut.
Menurut dia, Bupati Aceh Utara, H. Muhammad Thaib juga menyurati Gubernur Aceh dengan perihal yang sama.
“Sampai dengan hari ini kami masih menunggu hasil dari surat petisi yang kami kirimkan ke Gubernur Aceh untuk mencabut izin IUPHHK-HT PT. MPT. Petisi itu ditandatangani masyarakat dari Sembilan Kecamatan di Aceh Utara,” jelas Irsadi, Minggu (21/2).
Petisi yang ajukan kepada Geburnur Aceh masing-masing ditandatangani oleh Ketua Serikat Mukim Aceh Utara, Para Mukim se- Aceh Utara, masyarakat penerima dampak banjir, tokoh masyarakat Aceh Utara dan LSM pendukung Gerakan Rakyat Aceh Utara Melindungi Hutan Lindung Aceh Utara. Jika tak ada respon apapun, Irsadi menyebut akan menemui langsung Gubernur Aceh di Banda Aceh.
“Kami akan terus berupaya mendesak Gubernur Aceh, jika tidak ada respon apapun maka kami bersama masyarakat Aceh Utara akan menemui langsung Gubernur Aceh untuk segera mencabut izin perusahaan itu. Kami sangat berharap Gubernur Aceh merespon surat petisi kami,” ujar Irsadi.
Aktivitas PT. MPT yang berlokasi di Desa Bate Ule menurut Irsadi sangat berdampak buruk terhadap lingkungan. Jika kegiatan ini tidak dihentikan, pihaknya khawatir akan intensitas banjir yang meningkat di Aceh Utara.
PT MPT menurutnya lagi memiliki izin konsesi HTI yang diberikan Pemerintah Aceh seluas 8.015 hektare.
Perusahaan itu berlokasi di wilayah Kecamatan Cot Girek dan Langkahan, Aceh Utara, dan berada di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Keureto dan Krueng Jambo Aye.
Hasil penelusuran SiLFA, kata Irsadi, diketahui izin konsesi nomor 522/052/2003 yang dikantongi perusahan itu, dikeluarkan oleh Pemerintah Aceh pada 23 Desember 2003 dan berlaku hingga 23 Desember 2053.
“Kalau IUPHHK-HTI PTMandum Payah Tamita mengajukan hampir 5.000 hektare lahannya sebagai kebun sawit, berarti Dishut Aceh salah besar dalam menerbitkan izin IUPHHK-HTI. Padahal, kawasan yang diajukan hutan produksi kenapa diberikan izin penanaman sawit,” jelasnya.(WOL)
loading...
Post a Comment