ENTAH harus menyikapinya dengan perasaan senang atau malah menunduk malu menyikapi rencana Komisi Pemberantasan Korupsi yang akan fokus pada pencegahan korupsi di Provinsi Aceh. Rencana ini bisa menjadi jendela untuk melihat betapa masifnya perilaku korup di Aceh dan di lain sisi menjadi sebuah harapan baru bagi perjalanan bernegara di Aceh.
Langkah KPK di tanah Aceh telah sejak membekas. Bahkan komisi ini menjadikan Gubernur Aceh Abdullah Puteh sebagai salah satu pesakitan yang merasakan dampak di awal-awal keberadaan pembentukannya. Saat itu, KPK baru saja dibentuk untuk memberangus perilaku korupsi yang menjadi-jadi.
"Hubungan erat” KPK dan Aceh ini semakin dibuktikan dengan penahanan Ruslan Abdul Gani, bekas Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang, yang kini mendekam di salah satu rutan milik lembaga antirasuah itu.
Kedatangan Basariah Pandjaitan, salah satu komisioner komisi antirasuah, ke Aceh jelas menjadi sinyalemen penting bagi pemberantasan korupsi di Aceh. Ini menjadi angin segar bagi langkah pemberantasan kejahatan kerah putih ini. Basariah dan KPK jelas tak ingin uang besar yang diterima Aceh hanya menjadi bancakan segelintir pejabat dan orang-orang berkuasa.
Setiap tahun, lembaga antikorupsi mengeluarkan data statistik yang menyebutkan angka korupsi di Aceh terus meningkat. Tidak hanya kasusnya, namun juga jumlah uang negara yang ditilep. Seperti tak ada takutnya, para pejabat negara di Aceh, dan para kroni, bertindak curang secara terang-terangan. Mungkin mereka merasa semua hal bisa dibeli. Termasuk kebebasan.
Kedatangan Basariah Pandjaitan mungkin tak banyak mengubah paradima masyarakat tentang korupsi. Karena memang luka akibat korupsi di masyarakat sudah terlalu dalam. Sejak lama hukum tak lagi menunjukkan fungsi saat para koruptor dengan mudah mempermainkan aparat penegak hukum. Mereka menyandera. Mengendalikan langkah aparat penegak hukum.
Korupsi juga telah sedemikian jauh membawa daerah ini terjerumus dalam jurang ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Hampir di seluruh level pemerintahan, tak ada kewibawaan pemerintah. Banyak dari mereka yang menyelewengkan keuangan negara.
Hal ini mendorong sikap apatisme masyarakat terhadap program-program pemerintah dan anjuran mereka. Apatisme ini mengakibatkan ketahanan nasional akan rapuh dan mengganggu stabilitas keamanan negara.
Dan akan lebih berbahaya jika hal apatisme ini menjalar sehingga mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara. Atau mungkin saja kita telah sampai pada masa yang diramalkan oleh Bung Hatta, saat dia mengatakan bahwa bangsa ini adalah bangsa yang korup, 25 tahun setelah dia memproklamirkan negara ini. (Sumber: AJNN)
Langkah KPK di tanah Aceh telah sejak membekas. Bahkan komisi ini menjadikan Gubernur Aceh Abdullah Puteh sebagai salah satu pesakitan yang merasakan dampak di awal-awal keberadaan pembentukannya. Saat itu, KPK baru saja dibentuk untuk memberangus perilaku korupsi yang menjadi-jadi.
"Hubungan erat” KPK dan Aceh ini semakin dibuktikan dengan penahanan Ruslan Abdul Gani, bekas Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang, yang kini mendekam di salah satu rutan milik lembaga antirasuah itu.
Kedatangan Basariah Pandjaitan, salah satu komisioner komisi antirasuah, ke Aceh jelas menjadi sinyalemen penting bagi pemberantasan korupsi di Aceh. Ini menjadi angin segar bagi langkah pemberantasan kejahatan kerah putih ini. Basariah dan KPK jelas tak ingin uang besar yang diterima Aceh hanya menjadi bancakan segelintir pejabat dan orang-orang berkuasa.
Setiap tahun, lembaga antikorupsi mengeluarkan data statistik yang menyebutkan angka korupsi di Aceh terus meningkat. Tidak hanya kasusnya, namun juga jumlah uang negara yang ditilep. Seperti tak ada takutnya, para pejabat negara di Aceh, dan para kroni, bertindak curang secara terang-terangan. Mungkin mereka merasa semua hal bisa dibeli. Termasuk kebebasan.
Kedatangan Basariah Pandjaitan mungkin tak banyak mengubah paradima masyarakat tentang korupsi. Karena memang luka akibat korupsi di masyarakat sudah terlalu dalam. Sejak lama hukum tak lagi menunjukkan fungsi saat para koruptor dengan mudah mempermainkan aparat penegak hukum. Mereka menyandera. Mengendalikan langkah aparat penegak hukum.
Korupsi juga telah sedemikian jauh membawa daerah ini terjerumus dalam jurang ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Hampir di seluruh level pemerintahan, tak ada kewibawaan pemerintah. Banyak dari mereka yang menyelewengkan keuangan negara.
Hal ini mendorong sikap apatisme masyarakat terhadap program-program pemerintah dan anjuran mereka. Apatisme ini mengakibatkan ketahanan nasional akan rapuh dan mengganggu stabilitas keamanan negara.
Dan akan lebih berbahaya jika hal apatisme ini menjalar sehingga mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara. Atau mungkin saja kita telah sampai pada masa yang diramalkan oleh Bung Hatta, saat dia mengatakan bahwa bangsa ini adalah bangsa yang korup, 25 tahun setelah dia memproklamirkan negara ini. (Sumber: AJNN)
loading...
Post a Comment