AMP - Harapan Muzakir Manaf-TA Khalid menjadi pemimpin Aceh kandas di Mahkamah Konstitusi. Sang Panglima harus menguburkan impian ‘naik kelas’ ke kursi Aceh-1.
Di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, Selasa pekan lalu, delapan hakim konstitusi menyatakan suara bulat menolak gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada) Provinsi Aceh tahun 2017. Keputusan ini menandai kembalinya Irwandi ke tampuk pimpinan Pemerintah Aceh. Irwandi sebelumnya menjadi Gubernur Aceh periode 2007-2012 bersama Muhammad Nazar. Pada periode keduanya ini, ia akan memimpin Aceh untuk lima tahun mendatang bersama Nova Iriansyah.
Sidang yang dipimpin Arief Hidayat, beserta anggota Anwar Usman, I Dewa Gede Palguna, Manahan MP Sitompul, Aswanto, Suhartoyo, Maria Farida Indrati, dan Wahiduddin Adams menolak seluruh gugatan yang diajukan pasangan Muzakir Manaf–TA Khalid.
Gugatan pasangan calon Muzakir Manaf–TA Khalid terhadap Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh pada awal Maret lalu dinilai MK tak memenuhi syarat. Majelis Hakim Mahkamah Kontitusi tetap menggunakan UU Pilkada, dan mengabaikan tuntutan pemohon yang menginginkan sengketa Pilkada Aceh disidangkan dengan menggunakan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA). Dalam kasus tersebut, majelis menyebutkan pemohon tidak memenuhi aturan ambang batas yang ada di dalam pasal 158 UU No.10 Tahun 2016.
Hakim MK menilai, dalil pemohon yang menyatakan bahwa UUPA sebagai lex specialis tak dapat diterima. Menurut majelis hakim, ketentuan dalam UU Nomor 10/2016-lah yang berlaku. “Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar majelis hakim dalam amar putusannya.
Majelis juga menyatakan sah dan berkekuatan hukum tetap surat KIP No.14/kpts/KIP Aceh/ tahun 2017 tentang Penetapan Rekapitulasi Perhitungan Perolehan Suara dan Hasil Perhitungan Perolehan Suara di Tingkat Provinsi dalam Pemilihan Kepala Daerah Aceh.
Begitupun, dalam ekspsinya, pihak termohon (KIP Aceh) juga menyatatakan pihak pemohon tak memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan perselisihan perolehan suara tahap akhir Pilkada Aceh 2017.
Dalam putusannya, hakim MK juga menolak gugatan Muzakir Manaf-TA Khalid terkait tudingan terhadap KIP Aceh yang dinilai menyelenggarakan Pilkada tidak sesuai aturan.
Pilkada Aceh pada 15 Februari 2017 diikuti enam pasangan calon, yakni Tarmizi Karim-T Muchsalmina Ali, Zakaria Saman-T Alaidinsyah, Abdullah Puteh-Said Mustafa Usab, Zaini Abdullah-Nasaruddin, Muzakkir Manaf-TA Khalid, dan Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah. Sebagai pasangan nomor urut 6, Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah memperoleh suara terbanyak dibandingkan lima pasangan pesaingnya.
Dari total suara sah pemilihan Cagub 2.414.801, pasangan Irwandi-Nova unggul dengan perolehan 898.710 suara. Disusul pasangan Muzakir-TA Khalid memperoleh 766.427 suara. Sementara perolehan suara empat pasangan lain jauh di bawah mereka.
Di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, Selasa pekan lalu, delapan hakim konstitusi menyatakan suara bulat menolak gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada) Provinsi Aceh tahun 2017. Keputusan ini menandai kembalinya Irwandi ke tampuk pimpinan Pemerintah Aceh. Irwandi sebelumnya menjadi Gubernur Aceh periode 2007-2012 bersama Muhammad Nazar. Pada periode keduanya ini, ia akan memimpin Aceh untuk lima tahun mendatang bersama Nova Iriansyah.
Sidang yang dipimpin Arief Hidayat, beserta anggota Anwar Usman, I Dewa Gede Palguna, Manahan MP Sitompul, Aswanto, Suhartoyo, Maria Farida Indrati, dan Wahiduddin Adams menolak seluruh gugatan yang diajukan pasangan Muzakir Manaf–TA Khalid.
Gugatan pasangan calon Muzakir Manaf–TA Khalid terhadap Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh pada awal Maret lalu dinilai MK tak memenuhi syarat. Majelis Hakim Mahkamah Kontitusi tetap menggunakan UU Pilkada, dan mengabaikan tuntutan pemohon yang menginginkan sengketa Pilkada Aceh disidangkan dengan menggunakan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA). Dalam kasus tersebut, majelis menyebutkan pemohon tidak memenuhi aturan ambang batas yang ada di dalam pasal 158 UU No.10 Tahun 2016.
Hakim MK menilai, dalil pemohon yang menyatakan bahwa UUPA sebagai lex specialis tak dapat diterima. Menurut majelis hakim, ketentuan dalam UU Nomor 10/2016-lah yang berlaku. “Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar majelis hakim dalam amar putusannya.
Majelis juga menyatakan sah dan berkekuatan hukum tetap surat KIP No.14/kpts/KIP Aceh/ tahun 2017 tentang Penetapan Rekapitulasi Perhitungan Perolehan Suara dan Hasil Perhitungan Perolehan Suara di Tingkat Provinsi dalam Pemilihan Kepala Daerah Aceh.
Begitupun, dalam ekspsinya, pihak termohon (KIP Aceh) juga menyatatakan pihak pemohon tak memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan perselisihan perolehan suara tahap akhir Pilkada Aceh 2017.
Dalam putusannya, hakim MK juga menolak gugatan Muzakir Manaf-TA Khalid terkait tudingan terhadap KIP Aceh yang dinilai menyelenggarakan Pilkada tidak sesuai aturan.
Pilkada Aceh pada 15 Februari 2017 diikuti enam pasangan calon, yakni Tarmizi Karim-T Muchsalmina Ali, Zakaria Saman-T Alaidinsyah, Abdullah Puteh-Said Mustafa Usab, Zaini Abdullah-Nasaruddin, Muzakkir Manaf-TA Khalid, dan Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah. Sebagai pasangan nomor urut 6, Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah memperoleh suara terbanyak dibandingkan lima pasangan pesaingnya.
Dari total suara sah pemilihan Cagub 2.414.801, pasangan Irwandi-Nova unggul dengan perolehan 898.710 suara. Disusul pasangan Muzakir-TA Khalid memperoleh 766.427 suara. Sementara perolehan suara empat pasangan lain jauh di bawah mereka.
Baca Selanjutnya
loading...
Post a Comment