AMP - Sinyal akan bergabungnya Partai Aceh (PA) dengan gubernur dan wakil gubernur terpilih hasil Pilkada 2017, Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah dalam mengelola Pemerintah Aceh periode mendatang, mulai didegungkan. Ketua Fraksi PA di DPRA, Kautsar Muhammad Yus menegaskan bahwa Fraksi PA DPRA siap berkoalisi dengan Irwandi-Nova untuk membangun Aceh yang lebih baik.
Pernyataan mengejutkan itu disampaikan Kautsar kepada Serambi secara khusus saat diwawancarai di salah satu kafe di Banda Aceh, Kamis (6/4) siang.
“Saya berbicara atas nama ketua fraksi. Kita semua harus move on. Semua yang terlibat dalam pilkada sudah saatnya kita saling bergandeng tangan untuk membawa Aceh ini ke arah yang lebih baik,” kata Kautsar.
Ia tak menampik bahwa sejauh ini belum ada instruksi dari pimpinan PA apakah partai itu ke depan akan berkoalisi atau menjadi partai oposisi dari pemerintah Irwandi-Nova. Namun, jika merujuk pada pertemuan terbatas antara Irwandi dan Muzakir Manaf alias Mualem pada 22 Februari lalu, rasa-rasanya PA akan mendukung dan berkoalisi dengan pemerintahan Irwandi-Nova untuk periode 2017-2022.
“Kita siap berkoalisi dan siap juga menjadi oposisi, ini tergantung instruksi dari pimpinan. Tapi, jika kita lihat pertemuan Pak Irwandi dengan Mualem saat itu, sepertinya kita mendukung (koalisi), tinggal kita booming-kan kembali komitmen Irwandi dengan Mualem saat bertemu itu. Kita berkoalisi secara kritis, kita siap mendukung dan mengawal pemerintah yang baru ini,” kata Kautsar.
Pernyataan Kautsar ini bisa dikata cukup mengejutkan, karena pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan gugatan sengketa Pilkada Gubernur Aceh yang diajukan pasangan Muzakir Manaf-TA Khalid, para elite PA sendiri menyatakan kekecewaannya. Mereka kecewa, lantaran MK mengenyampingkan keberadaan UUPA dalam menangani sengketa Pilkada Aceh.
Tak hanya itu, mencuatnya pernyataan Kautsar yang menegaskan siap berkoalisi dengan Irwandi-Nova ke depan juga cukup mengagetkan, mengingat sosok Irwandi selama ini menjadi rival terbesar partai penguasa kursi di DPRA tersebut.
Apalagi saat Pilkada 2017, Irwandi menjadi pesaing terkuat Muzakir Manaf yang diusung oleh Partai Aceh bersama sejumlah partai nasional lainnya.
“Saya mengajak semuanya untuk positive thinking bahwa PA ini bisa bekerja dengan siapa pun. Siapa pun pemenang hari ini, itu adalah hasil pilkada, kita harus dukung. Bagaimana kita mendukungnya, ya nanti kita lihat dalam pelaksanaan pemerintahan selanjutnya,” ucap Kautsar.
Kepada Serambi, Kautsar juga meminta semua yang terlibat dalam Pilkada Aceh 2017 untuk menerima putusan MK yang telah dibacakan beberapa hari lalu.
Menurut Kautsar, Pilkada 2017 sudah selesai, semua tahapan sudah dilalui, termasuk peradilan sengketa di MK. Apa yang telah diputuskan oleh MK itu, katanya, harus diterima, mengingat MK adalah lembaga peradilan tertinggi (untuk sengketa pilkada/pemilu) di negara ini yang putusannya bersifat final dan mengikat.
“Keputusan ini saya rasa final dan mengikat. Semua kita harus terima hasil MK, ini konsekuensi dari proses hukum,” ujar Kautsar.
Ia juga mengatakan, gugatan ke MK yang dilakukan oleh pasangan Muzakir Manaf-TA Khalid merupakan salah satu tahapan Pilkada Aceh yang harus dilalui. Ia berterima kasih kepada semua pihak yang telah menghormati keputusan tersebut. “Harus diingat, PA menggugat ke MK bukan berarti tidak menerima kekalahan, tapi ini bagian dari tahapan. Cuma kita sayangkan ada sejumlah pihak yang mempolitisir hal ini,” jelas Kautsar.
Ia juga mengatakan bahwa terhadap putusan yang telah ditetapkan MK, pimpinan tertinggi PA tak pernah menginstruksikan anggota atau kadernya mengeluarkan pernyataan yang sifatnya memperkeruh suasana. Jika ada individu-individu yang berpendapat tidak sesuai dengan gars-garis besar partai, menurut Kautsar, itu biasa saja, mengingat PA adalah partai terbuka yang bebas menyampaikan pendapat apa pun.
Terakhir, Serambi menanyakan elektabilitas kader PA yang sesuai hasil Pilkada 2017 merosot bila dibandingkan dengan perolehan suara/dukungan politik pada Pilkada 2012. Saat itu, PA berhasil merebut kursi bupati dan wali kota hampir di semua kabupaten/kota di Aceh plus kursi gubernur dan wakil gubernur, sementara pada pilkada kali ini, PA hanya berhasil menang di delapan kabupaten dan gagal merebut kursi gubernur/wakil gubernur.
Kautsar menanggapi pertanyaan itu dengan santai. “Politik itu berdinamika, sekali di atas, sekali di bawah. Tidak ada sebuah kekuasaan dalam negara demokratis mampu bertahan lebih dari sepuluh tahun, kecuali negara yang otoriter. Perubahan pimpinan dalam negara demokrasi biasa, tapi tentunya kita (PA) harus berbenah dan introspeksi,” pungkas Kautsar, putra politisi PPP yang pernah memimpin DPRA, Drs Muhammad Yus. (Serambinews.com)
Pernyataan mengejutkan itu disampaikan Kautsar kepada Serambi secara khusus saat diwawancarai di salah satu kafe di Banda Aceh, Kamis (6/4) siang.
“Saya berbicara atas nama ketua fraksi. Kita semua harus move on. Semua yang terlibat dalam pilkada sudah saatnya kita saling bergandeng tangan untuk membawa Aceh ini ke arah yang lebih baik,” kata Kautsar.
Ia tak menampik bahwa sejauh ini belum ada instruksi dari pimpinan PA apakah partai itu ke depan akan berkoalisi atau menjadi partai oposisi dari pemerintah Irwandi-Nova. Namun, jika merujuk pada pertemuan terbatas antara Irwandi dan Muzakir Manaf alias Mualem pada 22 Februari lalu, rasa-rasanya PA akan mendukung dan berkoalisi dengan pemerintahan Irwandi-Nova untuk periode 2017-2022.
“Kita siap berkoalisi dan siap juga menjadi oposisi, ini tergantung instruksi dari pimpinan. Tapi, jika kita lihat pertemuan Pak Irwandi dengan Mualem saat itu, sepertinya kita mendukung (koalisi), tinggal kita booming-kan kembali komitmen Irwandi dengan Mualem saat bertemu itu. Kita berkoalisi secara kritis, kita siap mendukung dan mengawal pemerintah yang baru ini,” kata Kautsar.
Pernyataan Kautsar ini bisa dikata cukup mengejutkan, karena pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan gugatan sengketa Pilkada Gubernur Aceh yang diajukan pasangan Muzakir Manaf-TA Khalid, para elite PA sendiri menyatakan kekecewaannya. Mereka kecewa, lantaran MK mengenyampingkan keberadaan UUPA dalam menangani sengketa Pilkada Aceh.
Tak hanya itu, mencuatnya pernyataan Kautsar yang menegaskan siap berkoalisi dengan Irwandi-Nova ke depan juga cukup mengagetkan, mengingat sosok Irwandi selama ini menjadi rival terbesar partai penguasa kursi di DPRA tersebut.
Apalagi saat Pilkada 2017, Irwandi menjadi pesaing terkuat Muzakir Manaf yang diusung oleh Partai Aceh bersama sejumlah partai nasional lainnya.
“Saya mengajak semuanya untuk positive thinking bahwa PA ini bisa bekerja dengan siapa pun. Siapa pun pemenang hari ini, itu adalah hasil pilkada, kita harus dukung. Bagaimana kita mendukungnya, ya nanti kita lihat dalam pelaksanaan pemerintahan selanjutnya,” ucap Kautsar.
Kepada Serambi, Kautsar juga meminta semua yang terlibat dalam Pilkada Aceh 2017 untuk menerima putusan MK yang telah dibacakan beberapa hari lalu.
Menurut Kautsar, Pilkada 2017 sudah selesai, semua tahapan sudah dilalui, termasuk peradilan sengketa di MK. Apa yang telah diputuskan oleh MK itu, katanya, harus diterima, mengingat MK adalah lembaga peradilan tertinggi (untuk sengketa pilkada/pemilu) di negara ini yang putusannya bersifat final dan mengikat.
“Keputusan ini saya rasa final dan mengikat. Semua kita harus terima hasil MK, ini konsekuensi dari proses hukum,” ujar Kautsar.
Ia juga mengatakan, gugatan ke MK yang dilakukan oleh pasangan Muzakir Manaf-TA Khalid merupakan salah satu tahapan Pilkada Aceh yang harus dilalui. Ia berterima kasih kepada semua pihak yang telah menghormati keputusan tersebut. “Harus diingat, PA menggugat ke MK bukan berarti tidak menerima kekalahan, tapi ini bagian dari tahapan. Cuma kita sayangkan ada sejumlah pihak yang mempolitisir hal ini,” jelas Kautsar.
Ia juga mengatakan bahwa terhadap putusan yang telah ditetapkan MK, pimpinan tertinggi PA tak pernah menginstruksikan anggota atau kadernya mengeluarkan pernyataan yang sifatnya memperkeruh suasana. Jika ada individu-individu yang berpendapat tidak sesuai dengan gars-garis besar partai, menurut Kautsar, itu biasa saja, mengingat PA adalah partai terbuka yang bebas menyampaikan pendapat apa pun.
Terakhir, Serambi menanyakan elektabilitas kader PA yang sesuai hasil Pilkada 2017 merosot bila dibandingkan dengan perolehan suara/dukungan politik pada Pilkada 2012. Saat itu, PA berhasil merebut kursi bupati dan wali kota hampir di semua kabupaten/kota di Aceh plus kursi gubernur dan wakil gubernur, sementara pada pilkada kali ini, PA hanya berhasil menang di delapan kabupaten dan gagal merebut kursi gubernur/wakil gubernur.
Kautsar menanggapi pertanyaan itu dengan santai. “Politik itu berdinamika, sekali di atas, sekali di bawah. Tidak ada sebuah kekuasaan dalam negara demokratis mampu bertahan lebih dari sepuluh tahun, kecuali negara yang otoriter. Perubahan pimpinan dalam negara demokrasi biasa, tapi tentunya kita (PA) harus berbenah dan introspeksi,” pungkas Kautsar, putra politisi PPP yang pernah memimpin DPRA, Drs Muhammad Yus. (Serambinews.com)
loading...
Post a Comment