Zaini Abdullah - Muzakir Manaf |
AMP - Mengevaluasi perkembangan jalannya pemerintah Aceh di bawah komando Zaini Abdullah - Muzakir Manaf (Zikir) yang sudah memasuki hari ke 1376 hari yang bisa dikatakan belum maksimal dan belum menunjukkan tanda-tanda ke arah yang sesuai dengan yang dijanjikan semasa pilkada dulu.
Dari 21 janji Zikir sebelum jadi Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh semasa pilkada sepertinya semakin jauh dari kata realistis untuk terpenuhi.
Pemerintahan yang dipimpin oleh Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf genap berumur 1436 pasca pelantikan 25 mei 2012 sampai dengan 5 aApril 2016.
Pemerintahan yang sudah berumur 1376 hari ini, mesti dilihat secara tahapan terobosan yang dilakukan oleh pemimpin Aceh, gelagat hampir habis periode ini belum menunjukan hasil apapun dari segala aspek mulai, mulai dari tahapan perencanaan lima tahunan Aceh RPJM, dari aspek pembangunan ekonomi, dari aspek sosial maupun penegakan hukum.
Praktis akhir periode ini pemerintahan Aceh sangat disibukkan dengan birahi politiknya untuk maju kembali menjadi cagub sehingga melupakan persoalan yang substansi yaitu mensejahterakan rakyat.
Di lain sisi juga pembahasan APBA yang teledor dan molor, entah karena bodoh tidak paham mengenai anggaran, atau ada skenario busuk dan penumpang gelap dalam APBA.
Bagaimana Aceh bisa mambangun jika tidak cerdik seperti gubernur lantik pejabat almarhum, gubernur lantik pejabat mesum, gubernur lantik dua orang pejabat dalam satu bidang dan berita-berita ini pun telah dijadikan bahan tertawaan, bahan ejekan, menganggap Zikir tidak mampu, lalai dan sebagainya.
Lebih tepatnya menjadi bahan mencuca bagi kelompok-kelompok yang berseberangan dengan Zikir. Aceh yang dijuluki Tanah Rencong, Serambi Mekkah sudah seperti panggung sandiwara. Pembahasan Qanun bendera dan lambang Aceh dan Qanun Wali Nanggroe yang sangat menguras cukup banyak energy dan anggaran hingga hari ini belum terwujud.
Tata kelola keuangan pemerintahan Zikir gagal. Hal ini terlihat pada rendahnya serapan keuangan sehingga masih banyak Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) yang ‘rapor merah’ menjelang akhir tahun.
Dari awal hingga sekarang hanya sibuk dengan gonta ganti kabinet, birokrasi agak kacau dan pemerintah Zikir gagal dalam konteks tata kelola keuangan.
Politik yang dimainkan oleh Zikir telah mengakibatkan banyak kerugian bagi pembangunan Aceh yang lebih baik. Di bawah kepemimpinan Zikir sering terjadi pertengkaran politik yang berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat. Padahal, uang Aceh yang mencapai puluhan triliun bisa mengurangi angka kemiskinan dan meningkatkan kemakmuran bagi masyarakat.
Pemerintah Zikir dinilai tidak memperhatikan kehidupan mantan kombatan GAM, serta rakyat miskin. Mereka juga tidak memperhatikan kelangsungan pendidikan anak yatim korban konflik. Banyak mantan kombatan GAM, janda, dan anak yatim peninggalan konflik Aceh yang hidupnya sangat memprihatinkan.
Sebagian besar mantan tentara GAM itu diyakini masih dililit kemiskinan, sehingga sebagian dari mereka tergoda melakukan jalan pintas, dengan melakukan tindak kriminal. Gubernur selaku kepala Pemerintahan Aceh yang berasal dari GAM seharusnya memiliki tanggung jawab lebih besar mensejahterakan mantan kombatan GAM yang dulu telah berjuang bersama di masa konflik.
Para mantan petinggi GAM yang sekarang duduk menjadi pejabat punya tanggung jawab yang sama memperhatikan nasib mantan GAM, yatim korban konflik, dan janda korban konflik.
Tugas dan amanah rakyat yang telah diemban serta janji-janji masa pilkada belum mampu mareka realisasikan namun mareka sudah tidak malu-malu lagi mengutarakan keinginannya untuk berkompetisi, sangat mungkin nantinya kita akan kembali disuguhkan dengan berbagai janji baru (janji ke22) berbau surga dari para calon pemimpin kita.
Sudah seharusnya masyarakat lebih selektif dan lebih cerdas serta lebih rasional dalam menentukan pilihan siapa yang akan kita percayakan untuk memimpinnya. Jika situasi ini berlangsung ke periode mendatang maka akan malapetaka bagi masyarakat Aceh.[]
Penulis: Fachrurrazi bin Usman, Mantan Aktivis GAM Wilayah Pasee
Dari 21 janji Zikir sebelum jadi Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh semasa pilkada sepertinya semakin jauh dari kata realistis untuk terpenuhi.
Pemerintahan yang dipimpin oleh Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf genap berumur 1436 pasca pelantikan 25 mei 2012 sampai dengan 5 aApril 2016.
Pemerintahan yang sudah berumur 1376 hari ini, mesti dilihat secara tahapan terobosan yang dilakukan oleh pemimpin Aceh, gelagat hampir habis periode ini belum menunjukan hasil apapun dari segala aspek mulai, mulai dari tahapan perencanaan lima tahunan Aceh RPJM, dari aspek pembangunan ekonomi, dari aspek sosial maupun penegakan hukum.
Praktis akhir periode ini pemerintahan Aceh sangat disibukkan dengan birahi politiknya untuk maju kembali menjadi cagub sehingga melupakan persoalan yang substansi yaitu mensejahterakan rakyat.
Di lain sisi juga pembahasan APBA yang teledor dan molor, entah karena bodoh tidak paham mengenai anggaran, atau ada skenario busuk dan penumpang gelap dalam APBA.
Bagaimana Aceh bisa mambangun jika tidak cerdik seperti gubernur lantik pejabat almarhum, gubernur lantik pejabat mesum, gubernur lantik dua orang pejabat dalam satu bidang dan berita-berita ini pun telah dijadikan bahan tertawaan, bahan ejekan, menganggap Zikir tidak mampu, lalai dan sebagainya.
Lebih tepatnya menjadi bahan mencuca bagi kelompok-kelompok yang berseberangan dengan Zikir. Aceh yang dijuluki Tanah Rencong, Serambi Mekkah sudah seperti panggung sandiwara. Pembahasan Qanun bendera dan lambang Aceh dan Qanun Wali Nanggroe yang sangat menguras cukup banyak energy dan anggaran hingga hari ini belum terwujud.
Tata kelola keuangan pemerintahan Zikir gagal. Hal ini terlihat pada rendahnya serapan keuangan sehingga masih banyak Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) yang ‘rapor merah’ menjelang akhir tahun.
Dari awal hingga sekarang hanya sibuk dengan gonta ganti kabinet, birokrasi agak kacau dan pemerintah Zikir gagal dalam konteks tata kelola keuangan.
Politik yang dimainkan oleh Zikir telah mengakibatkan banyak kerugian bagi pembangunan Aceh yang lebih baik. Di bawah kepemimpinan Zikir sering terjadi pertengkaran politik yang berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat. Padahal, uang Aceh yang mencapai puluhan triliun bisa mengurangi angka kemiskinan dan meningkatkan kemakmuran bagi masyarakat.
Pemerintah Zikir dinilai tidak memperhatikan kehidupan mantan kombatan GAM, serta rakyat miskin. Mereka juga tidak memperhatikan kelangsungan pendidikan anak yatim korban konflik. Banyak mantan kombatan GAM, janda, dan anak yatim peninggalan konflik Aceh yang hidupnya sangat memprihatinkan.
Sebagian besar mantan tentara GAM itu diyakini masih dililit kemiskinan, sehingga sebagian dari mereka tergoda melakukan jalan pintas, dengan melakukan tindak kriminal. Gubernur selaku kepala Pemerintahan Aceh yang berasal dari GAM seharusnya memiliki tanggung jawab lebih besar mensejahterakan mantan kombatan GAM yang dulu telah berjuang bersama di masa konflik.
Para mantan petinggi GAM yang sekarang duduk menjadi pejabat punya tanggung jawab yang sama memperhatikan nasib mantan GAM, yatim korban konflik, dan janda korban konflik.
Tugas dan amanah rakyat yang telah diemban serta janji-janji masa pilkada belum mampu mareka realisasikan namun mareka sudah tidak malu-malu lagi mengutarakan keinginannya untuk berkompetisi, sangat mungkin nantinya kita akan kembali disuguhkan dengan berbagai janji baru (janji ke22) berbau surga dari para calon pemimpin kita.
Sudah seharusnya masyarakat lebih selektif dan lebih cerdas serta lebih rasional dalam menentukan pilihan siapa yang akan kita percayakan untuk memimpinnya. Jika situasi ini berlangsung ke periode mendatang maka akan malapetaka bagi masyarakat Aceh.[]
Penulis: Fachrurrazi bin Usman, Mantan Aktivis GAM Wilayah Pasee
Dikutip: Dari Portalsatu.com
loading...
Post a Comment