AMP - Nurdin bin Ismail alias Din Minimi (43) menyatakan tidak akan menyerah sebelum tuntutannya dipenuhi Pemerintah Aceh yang dipimpin Gubernur Zaini Abdullah dan Wakil Gubernur Muzakir Manaf.
“Kami tetap bertahan hingga batas umur dan akan tetap angkat senjata karena tak ada keadilan. Penuhi dulu permintaan kami, Jika sudah ada keadilan, kami siap menyerah,” ungkap Din Minimikepada Serambi via handphone (hp), Jumat (20/11) pagi.
Seperti diberitakan sebelumnya, tim gabungan yang terdiri atast Polda Aceh, Polres Aceh Timur, dan Brimob Subden II Aramia, hingga Jumat (20/11) masih menyisir kawasan yang diduga sebagai tempat persembunyian Din Minimi dan anggotanya, yakni di hutan Kecamatan Pante Bidari, Aceh Timur.
Tim gabungan itu dipimpin Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Aceh, Kombes Pol Nurfallah. Dalam tim itu ikut juga Kapolres Aceh Timur beserta personelnya. Kurang lebih 20 mobil, termasuk truk reo, mobil dinas biasa, dan barakuda (mobil antihuru–hara) dilibatkan dalam penyisiran ini.Saat penggerebekan markas Din Minimi, Sabtu (21/11/2015) polisi hanya menemukan sejumlah barang bukti milik kelompok DM, namun seluruh anggota mereka sudah melarikan diri terlebih dahulu.
Saat ditanya apa syarat lainnya, dengan cepat Din Minimimenjawab, “Saya minta anggota saya yang ditahan dilepaskan semua. Tuntutan lainnya, berikan segera kesejahteraan bagi anak yatim dan janda korban konflik, dan eks GAM. Penuhi dulu itu semua,” ucap Din Minimi.
Menanggapi pernyataan Gubernur Zaini di Serambi kemarin, Din Minimi mengingatkan mestinya Pemerintah Aceh jangan membangun rumah di lokasi sarang gajah.
“Pembangunan rumah di Gampong Seumanah Jaya, Kecamatan Ranto Peureulak yang disebut gubernur sebagai Kota Terpadu Mandiri (KTM) itu sebetulnya adalah sarang gajah. Mana ada anak yatim dan janda korban konflik yang mau tinggal di sana?” ujar ayah tiga anak ini.
Jika Gubernur Zaini mau membangun rumah bagi anak yatim dan janda korban konflik, lanjut Din Minimi, bangunlah di wilayah tempat bermukimnya masing–masing. “Kemudian, berikan mereka modal untuk berusaha menafkahi hidupnya,” imbuh Din Minimi.
Ia mengaku tak keberatan berjumpa dengan Gubernur Zaini, tapi apakah sang gubernur mau berjumpa dengannya? “Saya mau berjumpa gubernur, tapi syaratnya harus di hutan di daerah Sawang, Kecamatan Nisam, Aceh Utara. Silakan dikawal, tapi pengawalnya baik itu dari TNI atau Polri jangan ada yang membawa senjata api, agar kita bahas soal tuntutan kami dan kita cari bersama solusinya,” ujar Din Minimi.
Masih menanggapi Gubernur Zaini bahwa Din Minimi cs kerap melakukan tindak kekerasan, bukan justru menyejahterakan rakyat, Din Minimi membantah pernyataan itu. “Saya tidak mengganggu ketenteraman masyarakat, saya tidak ada memukul masyarakat. Saya mengangkat senjata justru untuk mencari keadilan. Kalau sudah ada keadilan untuk rakyat Aceh, maka saya akan menyerah,” ujarnya.
Din menegaskan bahwa ia berjuang bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuk semua rakyat Aceh. “Di bawah kepemimpinan Zikir saat ini masyarakat Aceh jauh dari kesejahteraan. Dulu GAM berjuang untuk kesejahteraan rakyat Aceh. Tapi kini GAM yang memimpin Aceh tidak berbuat untuk kesejahteraan rakyat Aceh. Janganlah habis manis sepah dibuang atau jangan seperti kacang yang lupa pada kulitnya,” ujar mantan kombatan GAM Wilayah Aceh Timur ini.
Lalu ia tambahkan, “Kalau saya berjuang untuk diri sendiri, dengan pengalaman saya saja yang pernah menjadi operator beko di PT Citra Karya Gemilang, Duri, Pekannaru, insya Allah saya bisa hidupi keluarga saya. Tapi saya berjuang ini untuk kesejahteraan masyarakat Aceh.”
Ketika disampaikan kepada Din bahwa ratusan polisi kini mengepung markasnya dan terus mencarinya, ia tak menunjukkan reaksi kecut. “Biarkan polisi mencari saya, saya tidak takut. Kalau tidak ada keadilan, saya tetap berjuang. Tapi kalau belum ada keadilan, saya tidak akan menyerah. Biarlah saya habis umur dalam perjuangan daripada menyerah,” tegas Din Minmi.
Mengaku membaca berita-berita di Harian Serambi edisi kemarin,Din Minimi menyatakan, “Gubernur jangan bilang saya buta, tapi gubernurlah yang buta. Buktinya, kepemimpinan Zikir saat ini belum mampu menyejahterakan masyarakat Aceh dan mereka tutup mata.”
Dalam nada santai Din Minimi mengaku bahwa keadaan dia dan anggotanya saat ini baik–baik saja. “Kami sehat dan tidak ada bertemu maupun kontak tembak dengan tim gabungan yang sedang mencari kami,” demikian perbincangan Serambi denganDin Minimi sekitar 15 menit kemarin..
“Kami tetap bertahan hingga batas umur dan akan tetap angkat senjata karena tak ada keadilan. Penuhi dulu permintaan kami, Jika sudah ada keadilan, kami siap menyerah,” ungkap Din Minimikepada Serambi via handphone (hp), Jumat (20/11) pagi.
Seperti diberitakan sebelumnya, tim gabungan yang terdiri atast Polda Aceh, Polres Aceh Timur, dan Brimob Subden II Aramia, hingga Jumat (20/11) masih menyisir kawasan yang diduga sebagai tempat persembunyian Din Minimi dan anggotanya, yakni di hutan Kecamatan Pante Bidari, Aceh Timur.
Tim gabungan itu dipimpin Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Aceh, Kombes Pol Nurfallah. Dalam tim itu ikut juga Kapolres Aceh Timur beserta personelnya. Kurang lebih 20 mobil, termasuk truk reo, mobil dinas biasa, dan barakuda (mobil antihuru–hara) dilibatkan dalam penyisiran ini.Saat penggerebekan markas Din Minimi, Sabtu (21/11/2015) polisi hanya menemukan sejumlah barang bukti milik kelompok DM, namun seluruh anggota mereka sudah melarikan diri terlebih dahulu.
Saat ditanya apa syarat lainnya, dengan cepat Din Minimimenjawab, “Saya minta anggota saya yang ditahan dilepaskan semua. Tuntutan lainnya, berikan segera kesejahteraan bagi anak yatim dan janda korban konflik, dan eks GAM. Penuhi dulu itu semua,” ucap Din Minimi.
Menanggapi pernyataan Gubernur Zaini di Serambi kemarin, Din Minimi mengingatkan mestinya Pemerintah Aceh jangan membangun rumah di lokasi sarang gajah.
“Pembangunan rumah di Gampong Seumanah Jaya, Kecamatan Ranto Peureulak yang disebut gubernur sebagai Kota Terpadu Mandiri (KTM) itu sebetulnya adalah sarang gajah. Mana ada anak yatim dan janda korban konflik yang mau tinggal di sana?” ujar ayah tiga anak ini.
Jika Gubernur Zaini mau membangun rumah bagi anak yatim dan janda korban konflik, lanjut Din Minimi, bangunlah di wilayah tempat bermukimnya masing–masing. “Kemudian, berikan mereka modal untuk berusaha menafkahi hidupnya,” imbuh Din Minimi.
Ia mengaku tak keberatan berjumpa dengan Gubernur Zaini, tapi apakah sang gubernur mau berjumpa dengannya? “Saya mau berjumpa gubernur, tapi syaratnya harus di hutan di daerah Sawang, Kecamatan Nisam, Aceh Utara. Silakan dikawal, tapi pengawalnya baik itu dari TNI atau Polri jangan ada yang membawa senjata api, agar kita bahas soal tuntutan kami dan kita cari bersama solusinya,” ujar Din Minimi.
Masih menanggapi Gubernur Zaini bahwa Din Minimi cs kerap melakukan tindak kekerasan, bukan justru menyejahterakan rakyat, Din Minimi membantah pernyataan itu. “Saya tidak mengganggu ketenteraman masyarakat, saya tidak ada memukul masyarakat. Saya mengangkat senjata justru untuk mencari keadilan. Kalau sudah ada keadilan untuk rakyat Aceh, maka saya akan menyerah,” ujarnya.
Din menegaskan bahwa ia berjuang bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuk semua rakyat Aceh. “Di bawah kepemimpinan Zikir saat ini masyarakat Aceh jauh dari kesejahteraan. Dulu GAM berjuang untuk kesejahteraan rakyat Aceh. Tapi kini GAM yang memimpin Aceh tidak berbuat untuk kesejahteraan rakyat Aceh. Janganlah habis manis sepah dibuang atau jangan seperti kacang yang lupa pada kulitnya,” ujar mantan kombatan GAM Wilayah Aceh Timur ini.
Lalu ia tambahkan, “Kalau saya berjuang untuk diri sendiri, dengan pengalaman saya saja yang pernah menjadi operator beko di PT Citra Karya Gemilang, Duri, Pekannaru, insya Allah saya bisa hidupi keluarga saya. Tapi saya berjuang ini untuk kesejahteraan masyarakat Aceh.”
Ketika disampaikan kepada Din bahwa ratusan polisi kini mengepung markasnya dan terus mencarinya, ia tak menunjukkan reaksi kecut. “Biarkan polisi mencari saya, saya tidak takut. Kalau tidak ada keadilan, saya tetap berjuang. Tapi kalau belum ada keadilan, saya tidak akan menyerah. Biarlah saya habis umur dalam perjuangan daripada menyerah,” tegas Din Minmi.
Mengaku membaca berita-berita di Harian Serambi edisi kemarin,Din Minimi menyatakan, “Gubernur jangan bilang saya buta, tapi gubernurlah yang buta. Buktinya, kepemimpinan Zikir saat ini belum mampu menyejahterakan masyarakat Aceh dan mereka tutup mata.”
Dalam nada santai Din Minimi mengaku bahwa keadaan dia dan anggotanya saat ini baik–baik saja. “Kami sehat dan tidak ada bertemu maupun kontak tembak dengan tim gabungan yang sedang mencari kami,” demikian perbincangan Serambi denganDin Minimi sekitar 15 menit kemarin..
Sumber: serambinews.com
loading...
Post a Comment